Hanya Daniel yang dari tadi memasang ekspresi datar, seakan-akan semua ini tidak ada kaitannya dengannya.Daniel memeluk pinggang Yasmin, kemudian menariknya."Em!" Yasmin pun terjatuh ke atas tubuh Daniel. Dia tidak bisa berdiri dan lengan yang melingkari pinggangnya seerat rantai besi."Sudah selesai menonton?" Daniel pelan-pelan menggigit kuping Yasmin.Sekujur tubuh Yasmin gemetar. Dia memejamkan matanya dan tidak berani memberontak.Tentu saja Stella sudah mengerti setelah melihat adegan itu.Ada orang yang naik ke tempat tidur Daniel lebih cepat darinya!Kebetulan itu adalah orang yang paling dibencinya, Yasmin!"Ambil kopimu dan pergi!" kata Daniel dengan tajam.Wajah Stella pun memucat. Dia menggunakan pakaian untuk menutup tubuhnya dengan satu tangan, sedangkan satu tangan lagi untuk mengangkat kopi. Dengan penampilan yang menyedihkan, dia membuka pintu, lalu keluar.Dia juga tidak peduli apa penampilannya akan dilihat oleh orang atau tidak di luar."Kamu ... membuatku punya m
"Ibu masak apa?" Yasmin mendekat dan melihat ibunya sedang menggoreng telur menjadi bentuk kepala hewan kecil. Sangat menggemaskan. Yasmin pun tersenyum, "Nggak usah begini repot. Mereka sangat rakus dan nggak pilih-pilih makanan.""Aku nggak peduli, tapi aku ingat melihat wajah gembira mereka."Hati Yasmin terasa hangat. Dia senang dia telah memaafkan ibunya.Tidak ada ibu yang tidak menyayangi anaknya. Pasti ada alasan yang tidak bisa dihindari.Terlebih lagi, Yasmin bukannya tidak tahu bagaimana kehidupan orang tuanya ketika mereka masih bersama. Ayahnya adalah seorang tiran yang tidak memedulikan kesulitan istrinya dalam menjaga anak dan keluarga. Ayahnya adalah seorang penjudi. Dia akan minum sampai mabuk ketika dia kalah. Ketika dia mabuk, dia akan memukul orang. Ayahnya bahkan menggunakan uang membeli beras untuk pergi berjudi.Ibunya pernah menghentikan ayahnya beberapa kali, tapi sang ayah akan memukuli ibunya sampai kepala berdarah dan tubuh penuh dengan memar.Yasmin yang sa
"Kalau nggak ada apa-apa, aku tutup ...."Klara segera bertanya, "Apa kamu masih ingat bagaimana William meninggal?"Sofia melirik ke arah anak-anak dengan panik. Tangannya menggenggam tepi meja dan dia mencoba menenangkan dirinya. "Dia ... sudah mati? Aku nggak tahu.""Malam itu gelap dan berangin. Di puncak Gunung Utomo. Apa kamu benar-benar nggak ingat?"Wajah Sofia langsung memucat. "Kamu ....""Sayangnya, aku melihatnya hari itu.""Apa ... apa maumu?""Bukankah sudah jelas sekali? Menjauhlah dari Yasmin, lebih jauh lebih baik. Jangan pernah kembali lagi untuk selamanya! Sofia, aku beri kamu tiga hari. Kamu mau pergi atau masuk penjara, pilihan di tanganmu."Setelah panggilan berakhir, Sofia masih bengong.Setelah ingatan itu terbenam beberapa tahun, dia mengira dia telah menyembunyikannya dengan baik.Dia tidak menyangka ada orang yang tahu dan orang itu malah Klara ....Apa yang harus dilakukan Sofia? Pergi?Sofia melihat anak-anak yang sedang bermain, kemudian matanya pun berkac
Stefani menerimanya, kemudian meletakkannya di meja kantor.Raymond Gunawan menaikkan kacamatanya sambil berkata, "Aku nggak terima sogokan.""Apa itu sogokan?" tanya Julian.Yasmin berbisik, "Sapa Pak Raymond ....""Halo, Pak!" kata anak-anak dengan serentak."Menjilat lebih nggak berguna." Raymond menopang dagu dengan tangannya yang sedang memegang pen. Sambil memutar pen itu, dia bertanya, "Apa tingkat pendidikan Ibu? Apa pekerjaan Ibu? Berapa pendapatan keluarga?""Sa ... saya nggak lulus kuliah. Sekarang saya bekerja di Rumah Sakit Bedah Plastik Jelita. Pendapatan saya nggak sampai 20 juta ...." Yasmin tahu bahwa kekurangannya sangat banyak.Namun, ini bukan mewawancarai anak-anak, melainkan orang tua ....Raymond mengernyit dan bertanya, "Di mana ayah anak-anak ini?""Ayah anak-anak ... sudah tiada ..." jawab Yasmin."Ibu kuliah di universitas mana?""Hambridge."Raymond berpikir kenapa Yasmin tidak lulus di universitas yang begitu bagus? Apa dia tidak sedang membual?"Syarat Ibu
"Bu, kalau kamu pergi, nggak ada orang membantuku menjaga anak-anak ..." kata Yasmin."Bukankah kamu bilang meskipun orang tua nggak menjemput anak-anaknya, sekolah tetap akan menjaga mereka?"Yasmin bersandar ke dinding untuk mencari pendukung. "Apa Ibu begitu nggak menginginkanku?""Yasmin, maaf ...."Panggilan terputus.Yasmin tidak bisa menerima ini.Kenapa ibunya mau pergi? Kenapa ....Yasmin mengingat kartu yang diberikan ibunya semalam.Jangan-jangan karena dia sudah tidak punya uang, jadi dia pergi bekerja?Bukan. Ada yang aneh.Ibunya sangat menyayangi anak-anaknya, kenapa malah mau pergi?Yasmin meminta cuti dengan Supervisor, lalu pergi ke rumah Sofia.Ketika dia masuk, rumahnya kosong.Baju-baju di dalam lemari masih ada.Yasmin menelepon Sofia, tapi tidak ada yang mengangkat telepon.Ada apa ini?Apa ... telah terjadi sesuatu?Setelah langit menggelap, Yasmin harus pergi menjemput anak-anak.Dia tidak boleh meninggalkan anak-anak di sekolah pada hari pertama.Anak-anak aka
"Ah!" Yasmin yang tiba-tiba ditarik masuk ke kursi kulit merasa pusing."Kamu datang kapan pun aku memanggilmu. Mengerti?" ucap Daniel.Yasmin ketakutan ketika dia merasakan aura bahaya yang pekat dari tubuh Daniel."Ada apa?""Kamu sudah tahu jawabannya, untuk apa kamu bertanya?""Jangan ...." Yasmin tidak menyangka Daniel ingin langsung melakukannya di dalam mobil. Selain itu, di depan masih ada pengemudi.Daniel melirik ke arah pengemudi, lalu berkata, "Evan."Evan segera keluar dari mobil. Dia menutup pintu, kemudian berjalan ke seberang jalan.Yasmin menggigit bibirnya, lalu dia memejamkan matanya.Dia tahu untuk sementara Daniel tidak akan melepaskannya.Bagaimana dengan anak-anak di rumah?Tidak bisa!Yasmin membuka matanya. Dia duduk di pangkuan Daniel sambil memegang bahunya. Kemudian, dia mencium bibir Daniel dengan kuat.Daniel tercengang sejenak. Setelah itu, dia menekan balik bibir Yasmin. "Dasar aneh," katanya sambil tersenyum sinis.Yasmin tahu Daniel sudah mengetahui re
"Ceritakan tentang tantemu."Yasmin tidak tahu polisi akan bertanya sedetail ini. "Tanteku adalah Klara Tanoto. Setelah dia menjadi menantu Keluarga Guntur, dia nggak menghubungi ayahku lagi. Pak, apa ada yang salah? Bagaimana mungkin ibuku membunuh orang? Pasti ada yang salah!""Sofia yang menyerahkan diri. Dia bahkan tahu di mana lokasi korban. Bagaimana mungkin salah?" Polisi itu bertanya, "Keluarga Guntur yang mana?""Yang paling kaya di Kota Imperial itu ..." kata Yasmin.Polisi itu berpikir sejenak, lalu ekspresinya menjadi panik.Serius? Dia harus melapor kepada atasan ....Setelah melakukan penyelidikan, Yasmin langsung pergi menemui Sofia.Sofia sudah memakai baju tahanan. Ketika dia melihat Yasmin, dia menundukkan kepalanya.Yasmin langsung menangis. "Apa yang terjadi? Bu, mana mungkin .... Bukankah Ibu sudah pergi?""Aku memang sudah pergi, tapi ayahmu menemukanku. Dia terus menggangguku dan meminta uang dariku. Kalau aku nggak memberikannya uang, dia memukulku. Aku nggak pu
Selama Daniel pulang, Yasmin bisa bertemu dengannya.Namun, bagaimana dengan anak-anak?Yasmin terus menunggu sampai jam tujuh malam, tapi Daniel masih belum muncul.Yasmin juga mengkhawatirkan anak-anak.Pada akhirnya, dia keluar dari rumah untuk menelepon sekolah.Pihak sekolah tidak keberatan karena mereka memang punya tempat untuk anak-anak tidur.Yasmin lanjut menunggu.Jam sembilan ... sepuluh ... sebelas .... Yasmin duduk di sofa aula dengan lemas.Dia berpikir dengan putus asa, meskipun dia dapat bertemu Daniel, apa dia punya harapan?Akan tetapi, Yasmin sudah tidak punya pilihan lain.Ponselnya berbunyi, menandakan ada pesan masuk.Saat Yasmin melihat nomor Daniel, dia penuh harapan.Isi pesan adalah sebuah alamat sebuah kelab.Yasmin paham apa maksud Daniel. Dia pun segera keluar.Setelah berlari beberapa langkah, Yasmin menoleh dan memohon kepada Tony, "Apa kamu bisa mengantarku? Aku mau pergi bertemu Daniel."Sebuah mobil mengantarkan Yasmin ke kelab. Lalu, seorang staf men