Sopia memilih mengabaikan kedekatan Amelia dan bibi, menganggap tidak pernah tahu dan tidak pernah melihatnya karena memberhentikan Amanda saja sebenarnya adalah keputusan berat, dirinya sangat membutuhkan jasa wanita itu, apalagi jika sekarang harus memberhentikan bibi.Sopia duduk seiring menatap Kenzo yang terlelap di dalam tempat tidurnya. “Sayang, nenek merasa jauh sekali dengan mamanya Kenzo, apa Kenzo bisa membantu nenek dan anak nenek supaya kami lebih dekat dan semakin dekat. Jika harus dikatakan nenek sangat sedih dengan keadaan ini, nenek tidak ingin selalu hidup seperti ini.”Curahan hatinya hanya mampu dilontarkan pada sang cucu saat suaminya tidak di sisinya, tetapi andaikan Adhinatha menjadi tempatnya mengadu mungkin pria itu hanya akan mengatakan jika dirinya terlalu berlebihan. Amelia bebas dekat dengan siapapun bahkan dengan bibi itu sebuah hal wajar karena mereka pernah tinggal bersama. Sopia mampu menebaknya karena Adhinatha pernah mengatakan hal itu.Ternyata, tanp
Esoknya William memikirkan tentang surat yang harus disampaikannya saat perasaannya tidak karuan. “Aku tidak boleh mencintai Amelia karena Amelia untuk Erland, tapi sekarang perasaan ini terlalu rumit, aku sudah benar-benar mencintai Amelia.” Tidak ada siapapun lagi dalam ruangan selain dirinya, bahkan Nitara.Pintu berderit kecil, Nitara baru saja masuk. “Loh, kamu masih di sini? Bukankah sekarang harusnya kamu turun ke lantai empat untuk memeriksa inovasi baru merk dagang Big Founder.”“Iya, sebentar lagi, Sayang. Aku belum menyelesaikan pekerjaan di sini.” Senyuman kecil William. Teman hidupnya adalah Nitara, tetapi semudah ini dirinya membagi perasaan pada Amelia.Nitara menyajikan air putih untuk suaminya, diletakan di atas meja bersama senyuman manis. “Apa kamu membutuhkan bantuanku?” Pertanyaannya ini membuat William meregangkan sedikit ketegangannya, si pria menarik senyuman sekalian membentangkan kedua tangannya, memerintahkan sang istri supaya mengisi pelukannya. Maka, seger
Ternyata memang benar, Amanda sudah tidak berada di negara ini bahkan panggilan Sopia diterima oleh ibunya karena Amanda tidak membawa serta handphone miliknya, benda itu sengaja ditinggalkan di rumah karena selama di luar negeri Amanda tidak akan memiliki banyak waktu untuk menggenggam alat komunikasi. Sopia semakin dibuat menyesal saja. “Bu, tolong sampaikan pada Amanda untuk segera menghubungi saya setelah kembali.” Panggilan berakhir. Bukan hanya Sopia yang sangat kehilangan wanita itu, tetapi Amelia juga.‘Bagaimana cara aku menghubungi Kak Amanda? Aku cuma bisa menunggu Kak Amanda menghubungi duluan.’ Amelia dibuat gundah karena itu artinya dirinya tidak selalu bisa bercerita.Sopia mendesah lemas, “Apa yang harus Mama lakukan sekarang?”“Ma ..., tidak perlu terlalu bingung lagian walau tanpa Kak Amanda Mama masih bisa melakukan banyak hal, kan.” Ini hanyalah nasihat di mulutnya saja karena nyatanya dirinya juga sangat kehilangan Amanda dan merasa hidupnya dipenuhi kekurangan.“
Panggilan segera terputus, William menonaktifkan handphonenya. “Suara tangisan Kenzo kencang sekali, pasti Nitara mendengarnya. Sudahlah, akan aku jelaskan nanti. Sekarang aku pura-pura saja handphonenya lowbat.”Amelia sudah menimang Kenzo, mencoba menenangkan. “Sayang ..., nangisnya jangan kencang-kencang, nanti tenggorokannya sakit.”William menghampiri. “Sayang,” sapa hangat pria ini pada keponakannya. Melihat wajah William membuat Kenzo meronta ingin digendong pria yang selalu dianggap sebagai ayahnya. Maka, kini malaikat kecil sudah berada dalam pelukan William, ditimang sangat sayang.“Syukur ada kamu, karena kalau aku tidak berhasil menenangkan Kenzo biasanya mama yang ambil alih, tapi kadang-kadang mama juga tidak berhasil.”William terkekeh kegelian, “Untung sekarang aku di sini.” William dan Amelia sedang diselimuti kebahagiaan, tetapi di seberang sana Nitara mendengus.“Kamu bohongi aku kan. Kamu bukan sedang di gedung cabang, tapi kamu menemui Amelia dan anak kalian! Kena
William segera kehilangan warna segar di wajahnya, kulitnya memucat. “Pasti kamu salah lihat, Sayang.” Tidak mungkin seorang pria beristri dua mengakui perselingkuhannya. Sama halnya dengan pria ini.“Baiklah kalau kamu tidak mau bicara, aku anggap hubungan kita hanya sebatas ini, tidak perlu memakai kejujuran dan kepercayaan.” Nitara masih menahan rasa sakitnya hingga seakan ajal akan menjemput, itu sangat sakit.“Sayang ....” Hendak pelukan diberikan William, tetapi Nitara menolaknya, ini untuk pertama kalinya.“Malam ini aku akan tidur di tempat lain, aku tidak akan pulang ....” Nitara membuang wajahnya.“Tara, jangan seperti ini, aku mohon ....” Nitara adalah masa depan untuk William, tentu saja dirinya tidak ingin kehilangan wanita yang akan menemaninya hingga masa tua.“Kamu tidak perlu mengatakan apapun lagi, Wil. Aku mengerti posisiku, aku tahu di mana tempatku. Aku yang salah karena menaruh semua harapanku padamu, padahal aku tidak pantas sama sekali bersanding di sisi kamu.”
Amelia diserang cemas berlebihan saat mendengar kalimat Sopia, maka dirinya segera merasa pening hingga dahinya dipegangi sangat erat. Namun, ibunya tidak mengetahui ini sama sekali, Sopia sudah berlalu. “Apa yang harus aku lakukan untuk mencegah mama bicara pada Nitara, apa aku harus mengatakan yang sejujurnya kalau Kenzo anaknya Erland?”Kebingungan dalam kondisi kepala berputar membuat Amelia tidak dapat menemukan jawaban apapun hingga tubuhnya direbahkan, hanya merebahkan tanpa ingin memikirkan apapun sampai-sampai dirinya terlelap.Sementara, Sopia sudah membulatkan tekadnya untuk menemui Nitara secara pribadi maka diam-diam wanita ini membuka kontak handphone milik Amelia, mencari nomor Nitara kemudian mengirimkan sebuah chat. [Besok temui aku di restoran.]Nitara segera membaca chat dari Amelia karena walaupun dirinya sangat membenci, tetapi nomor mantan sahabatnya masih berada di antara deretan kontak handphonenya. “Mau apa Amei mengajak bertemu? Apa diam-diam Willam mengadu k
William meninggalkan saudara kembarnya begitu saja. Malam ini terasa lebih dingin karena cuaca sedang tidak baik, tetapi dengan senang hati dirinya meladeni Erland, pergi ke rumah belakang, berbicara dalam ruangan semi outdoor, tetapi yang didapatnya hanyalah hal memuakan padahal bisanya diskusi dengan Erland adalah hal paling baik karena mereka saling mengerti satu sama lain. “Ada apa denganya, apa aku harus meminta papa memeriksakan mental Erland!” rutuknya saat kembali memasuki rumah.“Wil,” panggilan Bagaswara yang memang sedang mencari kedua putranya. Seharusnya ini hal yang mudah, William dan Erland adalah pria dewasa, Bagaswara tidak perlu kesulitan mencari mereka seperti di saat masa kanak-kanak. Rumah besar ini terlalu menimbun tubuh William dan Erland kecil. Namun, kali ini justru dirinya merasa pencarian ini sangat sulit seolah mencari jarum dalam tumpukan jerami. Maka pertemuan tanpa sengaja dengan salah satu putranya disyukuri, “Papa mencari kalian, dari mana saja hm, lal
Tengah hari tiba. Sopia sudah mencuri nomor ponsel Nitara, maka dirinya leluasa menghubungi. [Temui aku sekarang.] Chat yang dikirimkannya pada Nitara.“Apa ini Amei?” Nitara memandangi nomor yang tidak terdaftar dalam kontaknya. “Apa harus ya, aku menemui Amei?” Wanita ini sedang diserang keraguan.“Sayang, ayo makan siang,” ajakan lembut William yang sudah melonggarkan dahinya.“Aku ....” Nitara masih berada diambang keputusan, “aku akan makan di kantin, memangnya kamu mau kesana?”“Kantin?” Dahi William berkerut, dirinya belum pernah makan di tempat seperti itu, “bagaimana tempatnya?”“Tempatnya higienis, tetapi menunya menu biasa saja.”William bergeming sesaat. “Aku tidak suka makan di tempat seperti itu. Kenapa tidak di restoran saja? Kakau kamu bosan kita bisa mengunjungi restoran prancis atau mungkin makanan korea dan jepang jika kamu mau.”“Tidak, aku sedang mau makan di kantin.” Ini hanyalah alasan untuk menghindari William karena Nitara memutuskan menerima ajakan bertemu da