Amanda mulai curiga jika Sopia sudah merasakan perbedaan hubungan Amelia dan William yang melebihi kolega. “Amei hanya mengatakan kalau William memang sering menemuinya untuk urusan bisnis.”“Tidak mungkin hanya itu.” Kedua ujung mata Sopia semakin memicing saja bahkan mengiris.“Hanya itu, Nyonya.” Amanda sedikit menunduk, sikap santun tidak pernah lepas, sedangkan Sopia masih menatapanya sangat tajam.“Bagaimana dengan Kenzo?”Amanda tersentak, dirinya semakin yakin jika Sopia sedang menyelidik, pertanyaannya bukan hanya ingin mengetahui pergaulan Amelia. “Amei bilang Kenzo berada di panti asuhan.”“Panti asuhan mana?” Atmosfer yang diciptakan Sopia semakin mencekam.“Saya tidak tahu, Nyonya. Amei bilang hanya dia yang harus mengetahu keberadaan Kenzo.”“Tidak mungkin Amei tidak mengatakannya!” Sopia semakin berani saja saat menyalakan tatapannya di hadapan Amanda hingga membuat asisten pribadinya tidak merasa nyaman sama sekali.“Memang hanya itu yang dikatakan Amei.” Bola matanya
“Mei, kamu mau pergi kemana. Hm ....” Lembut Sopia seiring belaiannya.Amelia menoleh, suaranya terdengar sangat santai. “Amei mau ke puncak, mau merasakan embusan udara segar.” Maka, Sopia segera mengabulkan keinginan putrinya bahkan keduanya menginap selama beberapa hari karena Amelia yang menginginkannya. Sopia harus meninggalkan Adhinatha dan rumah besarnya demi menemani sang putri, ini adalah kesempatan untuk menjalin hubungan lebih dekat.Selama empat hari berturut-turut Amelia menghabiskan waktunya di villa, menjalani hari-hari yang tenang, bahkan setiap kali embusan udara perbukitan menyapanya itu seperti obat yang membawa semua kegelisahannya. Secangkir teh sudah ditangan, kedua mata berbinarnya mengarah pada jendela, menatap indahnya pemandangan hijau di pagi hari.Derap langkah halus Sopia menghampir. “Mei ..., kamu belum mandi loh ..., bukannya hari ini kita akan pulang?” Belaian lembutnya menyapu rambut panjang Amelia.Senyuman kecil yang tenang diulas. “Iya Ma, Amei akan
“Mei, apa kamu yakin akan menggantikan Erland? Erland adalah ayah biologisnya Kenzo, aku rasa tidak akan ada yang menyayangi Kenzo sebanyak Erland.”“Apa yang bisa aku harapkan dari orang tidak berdaya?”“Mei ..., tunggulah sebentar lagi. Aku yakin Erland akan segera sadar.”“Kamu tidak bisa memberikan jaminan padaku, kenapa aku harus mendengarkan ucapanmu.” Bukan Amelia tidak berniat memersatukan Kenzo bersama ayahnya, tetapi sampai kapan Kenzo harus disembunyikan? Kasihan sekali.“Mei, Erland sering menunjukan reaksi. Aku rasa itu sudah cukup menjadi jaminan.”Amelia menggeleng. “Tidak. Itu bukan jaminan sama sekali.” Tanpa pamit, Amelia berdiri dari duduknya, “pembicaraan kita sudah selesai.”“Mei.” William segera mencegah kepergian Amelia, “mari temui Erland. Kamu harus melihatnya secara langsung.” Sekejap, kalimat pria ini membuat Amelia terpaku.“Lalu bagaimana dengan Nitara?”“Kenapa harus membicarakan Nitara. Aku sedang mengajakmu menemui Erland.”Amelia masih bergeming, tetap
Hari berganti, Amelia kembali ke perusahaan milik sang ayah. Ternyata Nitara mengundurkan diri dengan alasan tidak dapat melanjutkan propesinya atas larangan sang suami. Saat ini Amelia hanya membuang udara panjang. “Iya, aku tahu kamu akan melakukannya.” Obrolan ini terjadi di ruangan putri pemilik gedung saat Nitara berpamitan dengan propesional pada sahabatnya yang kini sudah terhapuskan.“Baguslah kalau kamu sudah menduga hal ini.” Senyuman miring Nitara.“Aku ..., aku minta maaf karena telah mengecewakan kamu. Aku tahu hubungan kita tidak akan seperti dulu lagi, tapi aku harap kamu tetap memaafkanku.”“Maaf?” Senyuman kecut Nitara, “setelah kamu dan William melakukan dosa besar kalian hingga melahirkan seorang balita, kamu masih bisa minta maaf? Apalagi ..., kenyataan itu kamu sembunyikan terus menerus.”“Iya, aku telah melakukan dosa besar dan kesalahan besar. Lagi-lagi aku minta maaf.”“Mei, atau ... Nona Amei, bagaimana kabarmu jika berada di posisiku?” Nitara menatap sengit A
Tidak membuang waktu, Nitara segera meninggalkan perusahaan diantar sopir bahkan dirinya menolak tawaran William saat hendak mengantarnya ke depan pintu utama karena wanita ini tidak ingin mengganggu suaminya yang sedang bersama dengan kawannya. “Mei ..., apa yang terjadi, apa pernikahanku dan William menyakitimu? Hm ... Maaf, ya.” Senyuman jahat Nitara kala dirinya telah tiba di ruangan Amelia.Amelia tercengang oleh sikap Nitara ini, dirinya tidak menyangka jika Nitara bisa berbicara sefrontal itu. “Tidak, aku ikut bahagia melihat kalian bahagia.” Senyuman tulus Amelia.“Oh iya, apa benar? Lalu ..., kenapa hari ini kamu tumbang?” Raut wajah Nitara seakan mengejek Amelia yang seorang pembohong ulung, jadi pasti hari ini pun si wanita tetap berbohong. Itu yang ada dalam pikirannya.“Yang jelas penyebabnya bukan karena pernikahan kalian.” Senyuman kecil Amelia. Dirinya tidak dapat memusuhi Nitara sedikit pun.“Begitu, ya.” Raut wajah Nitara masih terlihat mengejek, “Iya sudah kalau beg
“Apa yang mereka bicarakan di dalam?” Gemas Sopia karena suara Amelia dan Adhinatha hanya senyap-senyap saja seperti semilir angin. Amanda tidak berkomentar apapun, dia hanya menganggap jika Sopia sedang mencari bukti tentang hubungan Amelia dan William sesuai kecurigaannya.Itu memang benar. Amelia mengatakan jika dirinya dan William pernah tidur bersama hingga terlahirlah Kenzo. Semua ceritanya telah didengar oleh Adhinatha walau wanita ini mengganti nama Erland menjadi William. Saat ruang dengar si pria dipenuhi hal-hal di luar dugaannya, jantungnya seolah berhenti berdetak, dirinya lumpuh dan jatuh begitu saja di atas sofa.“Kenapa Mei, kenapa kamu harus mengkhianati kepercayaan Papa dan mama?” Wajah Adhinatha tampak semrawut, tidak berdaya, bahkan matanya memerah karena menahan kekecewaan pada putrinya sendiri.“Maaf Pa ..., Amei tidak tahu akan terjadi malam seperti itu ....” Suara merintih penuh penyesalan karena telah menusuk orangtuanya dari belakang, tetapi nasi sudah menjad
Hari berikutnya tiba, Tio menemui William, menceritakan tentang keadaan Amelia. “Aku sangat mengkhawatirkannya, tapi mungkin Amei masih belum menerimaku.” Sendu menjadi lukisan di wajahnya. Kali ini tidak ada Nitara di sisi sahabatnya hingga dirinya lebih leluasa.“Aku juga sudah mendengarnya dari Nitara.” Datar William, padahal perasaannya sama dengan yang dimiliki Tio.“Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak bisa diam saja!” Gemas Tio pada keadaan ini.“Jangan tanyakan itu padaku.” Sikap William setenang air danau dan tidak dapat ditebak bagaimana isinya.“Aku ingin sekali menemui Amei, aku ingin melamarnya,” desah lesu Tio. Namun, kalimatnya membuat sikap William yang setenang air danau terusik.“Bagaimana bisa kamu melamar Amei saat wanita itu sendiri tidak menginginkanmu.” Ini hanyalah cara supaya Tio mengurungkan niatnya.“Seharusnya itu adalah cara terbaik, itu adalah salah satu pembuktian tentang keseriusanku!”“Tidak semua orang bisa menerima cara seperti itu. Apalagi selama i
Sopia tampak lelah walau Adhinatha sering menyuruhnya beristirahat di rumah atau hanya sekedar bolak-balik mencari udara segar. “Ma ..., pulanglah lagi, beristirahat di rumah. Amei biar Papa yang jaga.” Pria ini belum bisa mengatakan kenyataan yang masih disembunyikan di ruang dengar istrinya karena ini bukan waktu yang tepat. Pelukan lembut nan hangat meraup sang istri hingga wanita itu merasa nyaman.“Tadi siang Mama sudah meninggalkan Amei, malam ini Mama ingin menemani Amei. Papa saja yang beristirahat di rumah, Papa belum pulang dari awal Amei masuk rumah sakit.”“Tidak, Papa di sini saja.” Adhinatha menggiring istrinya berbaring di sofa, “iya sudah kalau Mama mau menemani Amei di sini, biar Papa tidur di karpet saja.”“Maaf ya, Pa ....”Percakapan Adhinatha dan Sopia diperhatikan Amelia. “Ma, Pa ... Amei minta maaf karena Amei sering sakit Mama sama Papa jadi repot. Tapi kalau mau pulang juga tidak apa kok, biar Amei sendiri di sini.”“Mana mungkin kami meninggalkan kamu, Mei ..