Share

Ada Apa dengan Reihan?

  “Jangaaaaan.” Teriak Jihan kepada Reihan. Lelaki itu semakin mengangkat kedua tangannya. Kemudian memeluk istrinya.

  “Aku ingin menikmati malam ini bersamamu.” Ucap lelaki itu. Merasa dijebak oleh sang suami, Jihan menatap Reihan dengan tatapan jengkel.

  “Kamu ngerjain aku ya?” Tanya Jihan kepada suaminya. Mukanya cemberut. Membuat Reihan semakin gemas melihatnya.

Lelaki itu tertawa sesukanya. Ia berhasil menakut-nakuti istrinya yang sedari tadi terlihat cemas.

  “Hahahaha. Abisnya kamu sih. Dari tadi takut mulu. Takut apa sih, Sayang? Gak ada hantu di sini. Malah hantunya yang takut sama kamu.” Goda Reihan. Jihan mencubit perut sang suami. Reihan masih tertawa senang, sedangkan Jihan masih cemberut dengan kejengkelannya terhadap suaminya.

Jihan berjalan menuju ranjangnya. Reihan mengikuti istrinya dari belakang.

  “Ayo lah, Sayang. Aku ingin malam ini kita melakukannya. Ini kan hari pertama kita tinggal di rumah ini.”

  “Salah sendiri. Siapa suruh nakutin istrinya? Aku kan jadi males.”

  “Kan Cuma bercanda, Sayangku. Ayo lah.” Rengek Reihan yang kemudian memeluk erat istrinya dari belakang.

  “Gimana ya?” Goda Jihan balik.

  “Ya ya. Kamu besok mau apa? Aku beliin sepulang dari Rumah Makan. Ya.” Bujuk Reihan. Reihan mempunyai bisnis rumah makan di daerah kota. Ia berniat untuk membuka cabang baru di dekat tempat tinggalnya yang sekarang.

  “Beneran nih?”

  “Iya dong. Kamu mau apa?”

  “Bawain aku martabak manis dan martabak telur. Bagaimana?”

  “Gampang itu mah. Tapi sekarang kita.....” Kata Reihan mengode sambil menepuk-nepukkan kedua telapak tangannya.

Jihan mengangguk. 

  “Yes.” Kata Reihan kegirangan. Reihan pun melancarkan aksinya. Ia mulai merogoh bagian tubuh Jihan yang terlihat sangat menonjol dari bagian tubuh lainnya. Diremasnya perlahan. Tangannya masuk menyeruai ke dalam baju tidur Jihan yang tipis. Jihan mengalungkan kedua tangannya ke leher sang suami. Bibir Reihan menjelajahi leher Jihan yang indah dan mulus. Rambutnya yang masih dikuncir kuda ia lepaskan. Nampak terlihat lebih indah jika rambut sang istri terurai panjang.

Jihan menikmati belaian yang diberikan Reihan. Ia meliuk-liukkan badannya yang sexy itu di atas pangkuan sang suami.  Reihan keenakan. Ia memejamkan matanya. Sesekali ia ingin melihat ekpsresi istrinya yang menggairahkan.

  “Astaga!!!” Reihan terkejut saat membuka matanya. Bukan istrinya yang berada di atasnya. Reihan melihat sesosok wanita menyeramkan berambut panjang. Dengan mengenakan kain putih sosok itu dengan lihainya menyetubuhi Reihan. Reihan mendorong sosok wanita itu. Namun seketika wajahnya kembali berubah menjadi Jihan.

  “Aduh, Mas. Kamu ini kenapa sih?” Tanya Jihan yang terjatuh karena di dorong oleh suaminya yang ketakutan.

  “Gak mungkin.” Jawab Reihan.

  “Apanya yang gak mungkin, Mas?”

  “Kamu beneran istriku kan?” Tanya Reihan meyakinkan sambil mengelus pipi Jihan.

  “Maksud kamu apa sih, Mas? Aku gak ngerti. Ya aku istrimu lah.” Jawab Jihan bete.

Reihan masih tak menyangka jika istrinya tadi berubah menjadi wanita yang menyeramkan. Wajahnya pucat. Mulutnya menganga penuh dengan darah. Menatap mata Reihan dengan sangat tajam.

  “Ah sudah lah. Aku sudah gak mood buat ngelanjutin ini. aku mau tidur saja.” Ucap Jihan kesal.

  “Sayang. Jangan ngambek dong. sayang. Maafin aku” Rengek Reihan. Ia merasa bersalah karena sudah mendorong istrinya.

  “Iya. Tapi aku mau tidur.” Jawab Jihan yang masih kesal dengan suaminya.

Reihan pun mengalah. Ia membiarkan istrinya tidur. Ia merasa bahwa ketakutan yang di rasakan istrinya itu adalah benar. Rumah ini memang ada yang tidak beres.  Merasa takut, Reihan menyusul istrinya tidur.

*

*

*

  “Sayang. Bangun. Sudah subuh nih. Kita jama’ah dulu.” Kata Jihan membangunkan suaminya yang masih tertidur pulas.

  “Bentar lagi ya, Sayang. Masih ngantuk nih.” Rengek Reihan yang masih mengantuk.

  “Ayo bangun.” Jihan memaksa Reihan dengan menarik tangannya. Lelaki itu pun terbangun dari tidurnya.

  “Mas. Antar aku ke kamar Alea dong. kita bangunin Alea sama-sama.” Ajak Jihan yang sebenarnya ia masih merasa takut jika harus menyusuri rumah itu sendirian.

  “Iya. Ayo.” 

Mereka berdua pun berjalan menuju kamar Alea. Dibukanya pintu kamar sang anak secara perlahan. Terlihat Alea masih tertidur pulas. Jihan dan Reihan mendekat ke arah Alea.

  “Sayang. Bangun yuk. Kita sholat subuh dulu. Abis itu kita jalan-jalan.” Kata Jihan sambil mengelus rambut sang anak.

Alea menggeliat. Ia menatap wajah mama dan ayahnya dengan mata sayu.

  “Iya, Ma.” Jawab gadis cantik itu sambil mengucek kedua matanya.

Mereka bertiga segera mengambil air wudhu kemudian menuju ruangan sholat. Reihan dan Alea nampak khusyu menjalankan ibadahnya. Namun tidak dengan Jihan. Ia takut jika ada yang meniup dan membisikkan sesuatu di telinganya lagi.

Telah sampai di rokaat terakhir. Tidak ada kejadian mengganjal yang menimpa Jihan. Ia merasa sangat lega karena apa yang ia khawatirkan tidak terjadi.

Diciumnya tangan sang suami. Alea juga mencium tangan kedua orang tuanya.

  “Pagi ini kita jalan-jalan yuk.” Ajak Reihan kepada kedua wanitanya.

  “Kemana, Yah?” Tanya Alea.

  “Ya di sekitar sini aja. Ayah kenalkan dengan tetangga sebelah. Di sini udaranya sejuk banget loh kalau setelah subuh.”

  “Tapi di sini tidak ada anak kecil lagi ya, Yah. Selain Jeny? Di sini orang-orangnya sudah pada kakek nenek. “ 

  “Alea, sebentar lagi kan kamu sekolah di sekolah yang baru. Kamu gak usah khawatir jika tidak mempunyai teman. Pasti teman Alea di sekolah nantinya banyak.” Kata Reihan kepada puterinya.

  “Memangnya Ayah sudah daftarin Alea ke sekolah yang baru?” Tanya gadis cantik tersebut.

  “Belum sih. Tapi secepat mungkin Ayah akan mendaftarkan Alea ke sekolah yang baru ya.” Ucap Reihan. Alea mengangguk mendengar perkataan sang Ayah. 

  “Mending sekarang kita ganti baju. Kita siap-siap untuk jalan-jalan pagi.” Ucap Jihan kepada suami dan anaknya.

  “Oke, Ma. Alea ke kamar dulu ya. Mau ganti baju.” Ucap Alea. Jihan mengusap kepala sang anak. Gadis cantik itu pergi meninggalkan ruangan sholat dan menuju ke kamarnya.

Begitu juga dengan Jihan dan Reihan. Mereka juga segera ganti baju dan menjalankan aktifitas baru mereka di lingkungan yang baru.

30 menit telah berlalu. Alea tidak kunjung keluar dari kamarnya.

  “Mas. Alea kok belum keluar dari kamarnya ya?” Tanya Jihan kepada suaminya yang sudah sedari tadi menunggu Alea di teras rumah.

  “Iya. Coba kamu panggil. Mungkin saja Alea ketiduran.” Perintah Reihan.

  “Iya, Mas. Sebentar.” Jihan pergi meninggalkan Reihan dan menyusul Alea di kamarnya.

Pintu kamarnya tertutup. Jihan membuka pintu kamar tersebut. Dalam waktu yang bersamaan, Alea juga membuka pintu kamarnya.

Jihan dan Alea saling terkejut. 

  “Alea. Mama kaget, Nak. Kenapa kamu lama sekali ganti bajunya? Ayah sudah menunggu kamu sedari tadi di teras rumah.”

  “Maaf ya, Ma. Tadi Alea diajak ngobrol sebentar sama Jeny. Dia tadi curhat ke Alea, Ma. Jadi mau gak mau Alea harus dengerin curhatannya Jeny.”

  “Curhat? Curhat apa?” Jihan penasaran dengan apa yang diceritakan oleh teman ghoib anaknya. Berharap ada petunjuk dari cerita tersebut tentang teror semalam yang menimpanya.

  “Maaf, Ma. Jeny gak ngebolehin Alea cerita ke siapapun soal curhatannya. Jadi Alea gak bisa cerita ke Mama atau pun Ayah.” Ucap Alea. Jihan berusaha mengerti apa yang dikatakan oleh puterinya. 

  “No problem. Sekarang kita ke depan yuk. Sudah ditungguin Ayah.”  Jihan dan Alea pun pergi untuk jalan-jalan pagi. 

  "Sepertinya Alea sangat dekat dengan teman ghoibnya. Apa ada hubungannya dengan mimpiku semalam? Ayah? Siapa Ayah anak itu? Hingga ia meneror keluargaku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status