Share

Alea merayap di Langit-langit Kamarnya

Reihan dan Jihan berbincang ringan di atas ranjang sebelum mereka terlelap dalam tidurnya. Menurut mereka, talk bed sangatlah penting untuk membangun sebuah keharmonisan rumah tangga.

  “Mas. Besok sebelum kamu berangkat kerja, aku minta tolong kenalin sama tetangga di sini dong. Katanya kamu kenal sama mereka? Biar aku bisa ada temannya kalau kamu lagi gak ada di rumah.” Pinta Jihan kepada suaminya.

  “Iya, Sayang. Besok aku akan kenalin kamu sama Bu Rah. Dulu waktu aku kecil, aku sering main ke rumahnya. Suaminya juga baik. Namanya Pak Sam. Namun Pak Sam lebih dulu menghadap Tuhan. Jadi Bu Rah sekarang tinggal sendirian di rumahnya. Kamu bisa main ke rumah Bu Rah kapan pun kamu mau.”

  “Iya, Mas. Tapi aku masih mengkhawatirkan Alea. Aku takut saat dia diajak main sama temannya yang namanya Jeny itu. Aku gak lihat loh, Mas ada anak kecil di sekitar sini. Sepanjang perjalanan kemari, aku hanya melihat banyak manula yang lagi duduk di teras rumahnya. Rumah di sini juga terlihat lawas semua. Apa mereka tidak pernah merenovasinya ya, Mas?”

  “Aku tidak tahu, Sayang. Mungkin mereka tidak ingin mengubah nuansa lawas dari rumah mereka.”

  “Apa mereka semua juga mempunyai anak, Mas?”

  “Punya. Tapi anak-anak mereka semuanya merantau ke kota. Jarang banget pulang menjenguk orang tuanya.”

  “Kasihan banget.”

  “Makanya aku ngajak kamu dan Alea pindah ke sini. Aku juga tidak ingin meninggalkan satu-satunya peninggalan orang tuaku. Kamu tahu sendiri kan kalau aku anak tunggal? Saat orang tuaku telah tiada, aku yang harus bertanggung jawab untuk merawat dan mewarisi peninggalan mereka.”

  “Iya, Mas. Aku paham kok.”

  “Ya sudah. Kita tidur yuk. Aku mulai ngantuk nih.” Kata Reihan sambil tangannya mengucek matanya. Mulutnya mulai menguap. Tanda mengantuk telah tiba.

  “Iya, Mas.” Jawab Jihan.

Tidak butuh waktu lama, Reihan terlihat tertidur pulas. Sedangkan Jihan berusaha menutup matanya meskipun sebenarnya ia tidak bisa tidur. Karena hari ini adalah hari pertamanya bermalam di rumah barunya.

Jihan merasa haus. Ia pergi ke dapur untuk mengambil minum. Kebetulan untuk ke dapur harus melewati kamar Alea. Ia penasaran. Apa puterinya sudah tertidur dengan nyenyak?

Di bukanya pintu kamar Alea. Gadis cantik itu nampak tertidur pulas di atas ranjangnya. ia terlihat sangat manis sambil memeluk bonekanya. 

  “Kenapa Alea dan Mas Reihan begitu cepat tertidur? Sedangkan aku?”  Katanya sambil menutup pintu kamar anaknya.

Baru berjalan 2 langkah, ia mendengar suara bising dari kamar Alea. Jihan berdiam sejenak. Meyakinkan bahwa suara bising itu benar-benar dari kamar anaknya. Dengan sigap ia membuka pintu kamar itu lagi. 

  “Aleaaaaaaa...” Teriak Jihan. ia duduk terjatuh ketakutan melihat anaknya yang tiba-tiba merayap di dinding kamar. Gadis kecil itu merayap sangat cepat seperti cicak. Rambutnya terurai panjang berantakan. Matanya memerah. Mulutya penuh darah. Wajahnya sangat pucat. Gadis itu semakin merayap naik hingga ke langit-langit kamarnya. Dipegangnya lampu yang menyala. Anehnya gadis itu tidak tersetrum. Ia malah memainkan lampu itu. Sambil memegang lampu, Alea bergelantungan di atas kamarnya. Ia menatap seram wajah sang Ibu.

  “Kamu bukan Alea. Pergi! Pergi dari tubuh anakku!” Kata Jihan yang masih terduduk lemas sambil menyeret-nyeret kakinya. Ia berusaha menjauh dan lari. Namun apa daya kakinya lemas tidak bisa digerakkan. 

Alea semakin melotot ke arah Jihan. 

  “Aku mau Ayahku!” Ucap Alea yang telah dirasuki oleh roh jahat itu. Entah siapa yang telah merasuki tubuh Alea. Dan siapa ayah dari roh yang merasuki tubuh anaknya itu? Jihan semakin takut. Kenapa ia yang harus diteror? Apa salah dia sehingga selalu mendapatkan teror lewat anaknya?

  “Aku tidak tahu ayahmu! Pergi! Jangan ganggu anakku!” kata Jihan berteriak.

Alea semakin mendekati ibunya. Ia lompat dari kamarnya menuju hadapan sang  ibu.

  “Jangan mendekat! Jangan mendekat! Pergi!” Teriak Jihan sekali lagi. Wanita itu pun terbangun dari tidurnya. Ternyata itu hanyalah mimpi. Jihan tersadar dari mimpinya lantaran dibangunkan oleh Reihan. Napasnya terengah-engah. Seperti selesai mengikuti perlombaan lari maraton. Jihan benar-benar ketakutan.

  “Ada apa, Sayang? Kamu tadi mengigau. Sepertinya kamu ketakutan. Kamu mimpi buruk?” Tanya Reihan kepada istrinya yang masih tertekan oleh mimpinya.

Jihan tidak menjawab. Ia langsung memeluk erat sang suami. Ia takut jika harus tinggal di rumah tersebut.

  “Kamu tenang dulu ya. Minum dulu.” Kata Reihan yang kemudian menyodorkan segelas air putih yang berada di meja samping tempat tidurnya.

Jihan pun meminum air tersebut. Ia masih tampak tegang. Ia takut jika terjadi sesuatu dengan keluarganya selama tinggal di rumah ini. namun mimpinya menjadi misteri. Siapakah yang di maksud oleh sosok yang merasuki tubuh anaknya yang ada di dalam mimpinya tadi? Lalu apa ada hubungannya dengan bisikan yang ia dengar saat sholat maghrib tadi? 

  “Kamu baca do’a dulu kalau mau tidur.” Kata Reihan.

  “Iya, Mas. Tadi aku lupa baca do’a. Makanya aku mimpi buruk.”

  “Ya sudah. Sekarang kamu baca do’a dulu. Terus tidur.” Pinta Reihan.

Jihan mengangguk. Ia membaca do’a sebelum tidur. Namun ia masih terpikirkan oleh mimpinya yang mesterius itu. Apakah rumah ini mempunyai cerita menyeramkan sebelumnya? Kenapa ia selalu diteror dengan sosok-sosok yang menyeramkan? Padahal ini masih hari pertama. Namun sudah ada saja kejadian janggal yang menimpa keluarganya.

Jihan penasaran dengan Alea. Apakah anaknya baik-baik saja? Ia beranjak dari tempat tidurnya. Dengan mengumpulkan keberaniannya, Jihan melangkahkan kaki menuju kamar Alea. Dibukanya pintu sang anak secara perlahan. Ia tenang. Lantaran mendapati puterinya tertidur pulas.

  “Hufftt. Alhamdulillah. Akhirnya apa yang aku khawatirkan tidak terjadi.” Jihan bernapas lega. Wanita itu kembali berjalan menuju kamarnya. Namun ia masih merasa takut. Jihan selalu mengawasi di setiap sudut sekitarnya. Ia takut jika hal menakutkan akan kembali terjadi, seperti setelah maghrib tadi.

Di dapatinya Reihan yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Lelaki itu nampak duduk melamun di atas ranjangnya. Tatapannya kosong. Jihan nampak bingung. Apa yang terjadi dengan suaminya.

  “Mas Reihan? Kenapa duduk, Mas?” Tanya Jihan yang mulai mendekatinya.

  Lelaki itu tetap diam tanpa mengeluarkan satu patah kata pun. Jihan menjadi takut.

  “Mas. Mas Reihan.” Panggilnya sambil menggoyang-goyangkan lengan suaminya.

Reihan menatap tajam pandangan Jihan. Reihan yang tadinya baik-baik saja, kini menjadi menyeramkan. Jihan takut dengan sorotan mata suaminya. Suasana tenang kini menjadi mencekam.

  “Mas. Kamu kenapa, Mas? Ada apa denganmu?” Tanya Jihan takut. Perlahan wanita itu menjauh dari suaminya. Tetapi Reihan malah berdiri dari posisinya dan mendekat ke arah Jihan.

  “Mas. Kamu ini kenapa? Mas.” Jihan semakin ketakutan. Ia berjalan mundur sampai di sudut ruang kamar. Jihan tak bisa berkutik. Suaminya itu semakin mendekat ke arah tubuhnya. Tatapannya semakin tajam. Jihan memejamkan matanya. Ia hanya bisa pasrah melihat suaminya yang sepertinya kerasukan itu. 

Kedua tangan Reihan mengangkat. Seakan ingin mencekik leher sang istri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status