Malam ini terasa begitu dingin. Angin yang masuk melalui jendela sangatlah menusuk tulang. “Sepertinya akan turun hujan.” Kata Jihan sambil menutup pintu jendela. “Sepertinya begitu.” Jawab Reihan.Mereka bersantai setelah makan malam selesai. Alea yang sibuk memainkan bonekanya bersama sang ayah, kini sudah mulai mengantuk. Namun tiba-tiba lampu di rumah mereka pun padam. Semua terlihat gelap gulita. Tidak ada penerangan. Angin semakin kencang. Jendela yang tadinya tertutup kembali terbuka karena diterpa angin kencang. Jihan yang masih belum beranjak dari depan jendela kembali menutup jendela tersebut. “Ayah, Mama. Kalian dimana?” Tanya Alea yang takut karena mati lampu. “Tenang, Sayang. Ayah ada di sampingmu.” Jawab Reihan.Alea merasakan sentuhan yang memegang tangannya. “Tangan Ayah dingin sekali.” Kata Alea. “Ayah tidak memegang tanganmu, Alea.” Jawab Reihan yang mulai takut. Terasa aneh jika Alea merasa bahwa ia yang memegang tangannya. “Lalu siapa? Jeny. Apakah
“Lepaskan aku! Lepaskan!” kata Jihan yang sangat ketakutan. Ia berontak dan berusaha meloloskan diri dari sosok yang memegang kedua lengannya. “Kenapa kamu tidak mau disentuh oleh suamimu sendiri, Jihan?” Tanya sosok itu yang ternyata adalah Reihan. Ia sengaja menjahili istrinya yang penakut itu. “Kamu, Mas? Kamu ini selalu saja mengerjaiku. Aku tidak suka kamu buat deg-degan seperti ini.” Kata Jihan kesal. “Hahaha. Makanya, jadi orang jangan penakut. Kalau dijahilin begini, kan yang ngejahilin jadi puas karena ulahnya berhasil.” Jawab Reihan sambil tertawa kecil. “Gak lucu, Mas.” Gerutu Jihan dengan muka kesalnya. “Hehe. Maaf deh. Ya sudah. Sekarang kita tidur yuk. Aku dari tadi tungguin kamu keluar dari kamar Alea. Alea sudah tidur?” “Sudah kok. Barusan aja dia tidur.” “Ya sudah. Sekarang gantian kita yang tidur. Tapi sambil pelukan ya. Mumpung cuacanya mendukung banget ini.” Goda Reihan kepada istrinya. Jihan mencubit kecil perut suaminya yang sedikit buncit itu. Mer
Tiba-tiba sosok itu tepat berada di hadapan Jihan. Sontak Jihan langsung terkejut. Ia berteriak, namun anehnya suaranya tidak keluar sama sekali. Lalu bagaimana Reihan bisa mendengar teriakannya?Sosok itu semakin membulatkan matanya dan menatap jihan secara tajam. Wajahnya semakin mendekat ke arah wanita yang sedari tadi napasnya terengah-engah. Sekarang malah sosok wanita menakutkan tersebut malah mengunci dirinya hingga Jihan tidak bisa lari dari tempat dimana dia berdiri sekarang. “S s siapa kamu? Mau apa kamu? K Kenapa kamu terus menganggu keluargaku?” Tanya Jihan dengan gemetaran. Peluhnya tak berhenti mengucur di wajahnya. Ditambah lagi dengan derasnya air hujan yang tadi telah membashi dirinya. “Pergi.” Kata sosok itu sambil melotot. Suaranya yang serak membuat Jihan semakin ketakutan. “K kenapa?” Jihan memberankan diri untuk bertanya sekali lagi.Dar!!! Suara petir membuat Jihan kaget saat menanyakan hal yang membuatnya penasaran kepada sosok yang selama ini telah men
Sesampainya di sekolahan yang katanya telah lama kosong tersebut, Jihan mendapati puterinya yang tergeletak di dekat gerbang sekolah. Entah apa yang yang membuat Alea tak sadarkan diri. Padahal tadi ketika Jihan meninggalkannya untuk membeli makanan, Alea sudah masuk ke dalam sekolahan tersebut. Namun kali ini gadis polos itu tergeletak tak berdaya di depan gerbang sekolahannya. Jihan mengambil handphone yang terletak di saku jaketnya. Ia segera menelfon Reihan agar segera menghampiri mereka berdua. Karena tidak mungkin jika Jihan membawa Alea pulang dengan menggunakan motor maticnya.Jihan memencet nomor telfon suaminya. Agak lama memang untuk bisa tersambung, karena sinyal di tempat tersebut sangatlah minim. “Halo, Mas. Cepat kamu jemput aku dan Alea di sekolahan. Alea pingsan,” ucap Jihan panik. Ia melihat keadaan sekitar sekolah yang tiba-tiba berubah menjadi bersarang dan tak terawat. Suasana juga sangat sepi. Tidak ada murid atau pun guru yang berada di sekolah tersebut. “A
“Hem,” jawab Bu Rah singkat. Tatapannya tetap terfokus ke arah depan. Padahal Jihan berada di sebelahnya. “Maaf, jika pertanyaan saya sedikit menyinggung. Tapi saya ingin tahu, apa maksud dari pesan yang Ibu sampaikan kepada suami saya beberapa hari lalu? Bu Rah meminta agar suami saya melindungi saya dan puteri saya,” tanya Jihan kepada wanita paruh baya yang terlihat aneh tersebut. “Bukankah itu memang tugas seorang suami untuk menjaga anak dan istrinya?” Bu Rah malah bertanya balik kepada Jihan yang membuat Jihan sedikit kesal dengan jawaban yang diberikan. “Iya juga sih. Tapi kalau boleh saya jujur, semenjak saya tinggal di rumah tersebut, saya dan keluarga saya selalu mendapatkan teror yang tidak jelas. Mulai dari Alea yang kerasukan, pengantar makanan misterius, sampai wanita menyeramkan yang ada di pohon besar belakang rumah saya. Dan ini tadi saya mendapati Alea yang pingsan di sekolahnya. Awalnya saya dan suami saya tidak curiga dengan sekolahan tersebut. karena sekol
Siang berganti sore. Sinar matahari yang tadinya sangat menyengat mulai bergeser ke arah barat. Jihan segera membangunkan kedua orang tercintanya yang masih tertidur lelap.Pertama, ia menuju ke kamarnya untuk membangunkan Reihan. "Mas. Bangun. Sudah sore nih. Gak baik kalau tidur sore hari. Nanti kepala kamu juga pusing loh," ucap Jihan sambil menggoyang-goyangkan badan suaminya yang masih terbaring di atas ranjang. Reihan menggeliat. "Jam berapa sih, Sayang? Aku masih ngantuk," tanyanya dengan suara yang parau. "Jam tiga sore, Mas. Jangan tidur sore ah. Nanti saja tidurnya kalau sudah jam sembilan malam," ucap Jihan. "Hmm. Iya deh. Sayangku. Memangnya kamu siang ini gak tidur?" tanya Reihan yang belum kunjung merubah posisinya menjadi duduk. "Aku gak bisa tidur, Mas. Aku takut," jawab Jihan cemas. "Apa yang kamu takutkan? Kalau kamu mengantuk, tidur saja. Jangan memaksakan untuk terjaga. Nanti kesehatan kamu malah terganggu karena kurang istirahat," tutur Reihan yang perl
"Huft. Ternyata cuma cicak," Jihan mendengkus kesal. Ia segera menuju ke dapur untuk membuatkan makanan untuk puterinya. Ruangannya yang sedikit lembab membuat Jihan merasa tidak nyaman berlama-lama di tempat khusus memasak itu. Dengan cepat ia segera menyelesaikan tugasnya dan kembali menuju ke kamar Alea.Makanan sudah matang. Hanya sepiring nasi bertopingkan telur dadar di atasnya. Jihan keluar dari dapur dan berjalan menuju kamar Alea. Dilihatnya sang suami yang sudah nampak bersih dan wangi. Sepertinya Reihan sudah membersihkan dirinya."Kok sudah rapi, Mas? Tumben? Mau kemana?" Tanya Jihan saat mencium bau parfum dari pakaian yang dikenakan oleh sang suami. Rambutnya pun tersisir rapi. "Mau keluar sebentar. Nitip Alea ya," jawab Reihan dengan mimik datar. Karena pria itu masih kesal dengan ajakan Jihan untuk meninggalkan rumah horor tersebut. "Kemana, Mas?" tanya Jihan penasaran. "Mau ke rumah Pak Ustadz buat jemput ke sini. Katanya suruh meruqyah rumah ini?" jawab Rei
Aku tengah meratapi masa mudaku yang hancur karena dirusak oleh dirinya. Ku kira dia adalah pria yang baik. Tidak ada gelagat yang mencurigakan sama sekali yang ada padanya. Aku tertipu akan sikap santun yang dimiliki pria yang telah merusak hidupku. “Pria itu? Siapa dia?” gumam Jihan bertanya kepada dirinya setelah membaca sepenggal isi dari buku diary milik ibunya Jeny yang malang.Dibukanya lagi lembar selanjutnya. Berharap dari buku diary itu ia menemukan sebuah titik terang yang menjadi penyebab dirinya selalu diteror oleh sosok wanita yang tak diketahui dia siapa.Apa yang bisa aku harapkan sekarang? Aku tidak akan membiarkan bayi yang ada di dalam kandunganku ini mati, sedangkan aku masih hidup. “Jadi dia tidak bermaksud untuk menggugurkan Jeny?” Satu persatu curahan hati Sekar ia baca dengan penuh penghayatan. Jihan bisa meraskan bagaimana rapuhnya Sekar kala itu. Hingga akhirnya ia tiba di lembar ketiga. Dimana di lembar tersebut Sekar menuliskan sebuah kalimat terakhir