“Ryan, saya sedang bersedih dan lelah. Saya ingin tidur, tolong jangan ganggu saya,” pinta Tania dengan suara yang tersendat.Di belakang punggung Tania, Ryan menganggukkan kepala. Ia juga sedang lelah dan ingin tidur. Hatinya juga ikut terluka tidak hanya Tania seorang.Ryan tidur, sambil memeluk Tania dari belakang. Di tengah tidur lelapnya ia terbangun, karena mendengar suara sedu sedang. Dilihatnya bahu Tania berguncang dan air matanya mengalir, tetapi mata Istrinya itu tetap terpejam.“Bahkan dalam tidurmu kamu masih menangis! Kita berdua memang sama-sama berduka.” Bisik Ryan.Ditundukkannya kepala mengecup mata Tania yang dipenuhi air mata, lalu berpindah ke pipinya. Tanpa terasa Ryan juga ikut menangis dan air matanya membasahi pipi Tania.Tania terbangun dari tidur, ia dapat mendengar apa yang dibisikkan oleh suaminya itu, tetapi ia memilih untuk tetap memejamkan mata. Namun, begitu ia merasakan lehernya basah dan itu bukan karena air matanya. Ia langsung membuka mata untuk me
Ryan terdiam ia melihat ke arah langit-langit ruangan tersebut. Ia, kemudian berjalan menjauh dari Tania berdiri di depan jendela kaca, sambil memandang ke arah jauh. “Saya tidak tahu! Karena saya juga merasakan hal yang sama.”Tania memejamkan mata, sambil mengelus perutnya dengan lembut. Ia tidak siap dengan kehilangan calon buah hatinya sekarang ini. Air matanya kembali mengalir dengan deras, ia merasa gagal sebagai seorang calon ibu untuk melindungi buah hatinya.Dan itu semua karena kebodohannya mengabaikan apa yang dikatakan oleh dokter, yang telah memeriksa dirinya.“Seandainya saja, ketika itu saya tidak meneleponmu dan mendengar suara seorang wanita yang berbicara di ujung telepon. Saya tidak akan merasa sakit dan semua ini tidak akan terjadi. Mengapa di saat kita bertengkar kamu pergi tanpa kata dan menemui wanita lain?” lirih Tania.Ryan membalikkan badan menghadap Tania sorot matanya terlihat dingin. “Saya pergi, agar tidak bertengkar lebih hebat lagi denganmu. Dan saya ti
Air mata Tania kembali menetes, ia memalingkan wajah menghindar bertatapan dengan Ryan. “Maaf, sudah membuatmu menjadi marah.”Usai mengatakan hal itu Tania bangkit dari duduknya, ia berjalan memasuki rumah dengan kepala tertunduk. Ia sadar dirinya sudah salah, tetapi ia juga tidak dibentak, seperti tadi.Begitu memasuki rumah langkah Tania terhenti. Sudah berdiri Ibu Ryan dengan wajahnya yang masam. Wanita itu melihat ke arah Tania dengan tatapan garang.“Apa yang kamu lakukan sangat keterlaluan! Kenapa kamu memecat pelayan yang sudah bekerja di rumah ini selama beberapa bulan? Ia lebih lama berada di rumah ini dibandingkan dirimu!” bentak Ibu Ryan.Tania memejamkan mata, baru saja tadi ia dibentak oleh Ibu Ryan dan sekarang giliran Ibunya yang membentak. Ia benar-benar tidak siap mendapat bentakan dalam secara beruntun.“Saya tidak tahu apa yang dikatakan oleh pelayan itu kepada Ibu. Namun, ia dipecat atas persetujuan dari Ryan. Kalau Ibu keberatan, Ibu bisa mempekerjakannya di rum
Tania menatap tidak percaya ke arah Ryan. Tatapannya nanar dengan mata yang dipenuhi air mata. “Kamu akan pergi sekarang? Di saat saya membutuhkan dukungan darimu. Kamu tega sekali!”Ryan membalikkan badan menghadap ke arah Tania. Matanya menyorot dingin, dengan bibir yang membentuk garis tipis. “Ini yang terbaik untuk sementara waktu.”Usai mengatakan hal itu Ryan keluar dari ruang rawat Tania. Ia berjalan dengan tangan dimasukkan ke saku celana. Tatapannya lurus ke depan dengan raut wajah yang tidak terbaca.Ia terpaksa pergi meninggalkan Tania, karena tidak mau Ibunya terus saja mengganggu. Dengan dirinya pergi, maka Ibunya akan berhenti mengganggu Tania, agar ia cepat pulih secara mental dan fisik.Ryan berhenti di depan seorang perempuan paruh baya dengan penampilan yang rapi. “Tolong jaga Istri saya! Jangan biarkan ada yang mengganggu dirinya, kalau tidak ada hal yang penting kamu tidak boleh meninggalkan ia sendirian.”“Baik, Tuan! Saya akan menjalankan tugas saya.” Wanita itu
Ryan berdiri dari duduk dalam tiga langkah panjang ia sudah berada di dekat Asistennya. Dicekalnya kerah kemeja pria itu dan dengan dingin ia berkata, “Berani kamu melakuknnya, maka kamu tidak akan selamat!”Bukannya takut dengan ancaman yang diberikan Ryan, Robby, asisten itu justru tersenyum kecil. Ditepisnya lengan Ryan, lalu ia memegang pundak Bos, yang pada saat ini lebih ia anggap sebagai sahabat.“Tenang, Ryan! Saya tidak akan mengambil wanitamu. Saya tahu kamu itu sebenarnya mencintai Tania hanya saja kamu itu gengsi untuk mengakuinya. Saya akan menjaga Tania untukmu, percayalah!” ucap Robby.Ryan memutar balik badan memunggungi Robby. Ia berjalan ke arah jendela ruang kerjanya, kemudian berdiri di sana, sambil memandangi gedung-gedung yang ada di seberang kantornya.Ia tidak senang membayangkan Tania disentuh pria yang lain, tetapi ia juga tidak bisa berada dekat dengan Istrinya itu untuk sementara waktu.“Kamu harus berjanji tidak lebih hanya memegang tangannya saja dan kamu
Robby tertegun mendengar pertanyaan dari Tania, ia tidak langsung menjawab pertanyaan yang lebih merupakan pernyataan dari Tania. “Saya tidak mengetahui dengan pasti apa yang direncanakan oleh suamimu. Saya hanya akan menjadi pasanganmu itu saja.”Robby tahu, kalau ia tidak mengatakan semua kepada Tania. Ia tidak ingin menyakiti hati wanita itu yang baru saja mengalami keguguran.“Jangan bersedih, karena saya tidak mau melihat wanita secantik kamu menangis. Kamu pasti bisa melewati semua yang terjadi.” Robby bangkit berdiri, lalu mengulurkan tangan ke arah Tania.“Ayo, ikut saya! Kita akan buat suamimu itu menyesal sudah menyerahkanmu ke tangan saya.” Robby mengedipkan sebelah mata menggoda Tania.Tania yang awalnya terperangah dengan apa yang dilakukan oleh Robby langsung tersenyum. Ia mengetahui, kalau pria itu hanyalah becanda saja.Diterimanya uluran tangan dari Robby, ia bangkit dari duduk. “Saya ingin mengambil tas terlebih dahulu. Siapa tahu saya memerlukan untuk membayar ongko
‘Apakah ini satu-satunya jalan bagiku untuk mendapatkan uang?’ batin Tania.Tania terlihat gelisah, berulang kali, ia menggigit bibirnya untuk mengusir rasa gugup. Ditariknya napas dalam-dalam, sambil memandangi pantulan dirinya pada cermin wastafel. Ia merasa risih dengan gaun ketat dan pendek, yang memperlihatkan belahan dada, serta kaki jenjangnya yang putih mulus.“Tania! Mengapa lama sekali kamu berada di dalam toilet? Cepatlah keluar, pelelangan akan segera dimulai,” seru sebuah suara bernada bariton dari balik pintu toilet.Tania memasukkan peralatan make-upnya ke dalam dompet besar. Dipejamkannya mata sebentar, sebelum pada akhirnya ia membulatkan tekad untuk keluar.Dengan langkah yang pelan Tania berjalan keluar dari toilet, di mana seorang pria yang juga merupakan pemilik kelab malam tersebut sudah berdiri menunggunya.Begitu melihat penampilan Tania, yang seksi pria itu langsung bersiul dan berkata, “Saya yakin kamu pasti akan memenangkan lelang ini dan mendapatkan uang y
Tatapan Tania jatuh ke dada bidang pria itu, yang terlihat polos, karena ia tidak memakai baju. Aroma maskulin bercampur dengan parfum membuat hati Tania menjadi kacau. Dialihkannya tatapan dari dada Ryan ke wajahnya.Sontak saja Tania menjadi terkejut, ia langsung memundurkan badannya. Dengan suara yang tergagap, ia berkata, “R-Ryan! Mengapa kau yang berada di sini?”Tania membalikkan badan, ia hendak kabur dari Ryan, karena dirinya masih merasakan sakit hati atas apa yang dilakukan dan dikatakan oleh Ryan kepadanya selama pernikahan singkat mereka.Ryan dengan cepat menarik tangan Tania masuk apartemen, dengan satu kaki ia menendang pintu apartemen, sehingga tertutup dengan suara berdebam yang nyaring.Diangkatnya kedua tangan Tania menempel pada pintu di atas kepala Tania. “Kau tidak bisa pergi kemanapun juga! Saya sudah membelimu sekarang kau adalah milikku!” Bisik Ryan tepat di telinga Tania.Jantung Tania terasa berhenti berdetak mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan. Ia menggi