Share

BAB 2 BERJUMPA KEMBALI

Tatapan Tania jatuh ke dada bidang pria itu, yang terlihat polos, karena ia tidak memakai baju. Aroma maskulin bercampur dengan parfum membuat hati Tania menjadi kacau. Dialihkannya tatapan dari dada Ryan ke wajahnya.

Sontak saja Tania menjadi terkejut, ia langsung memundurkan badannya. Dengan suara yang tergagap, ia berkata, “R-Ryan! Mengapa kau yang berada di sini?”

Tania membalikkan badan, ia hendak kabur dari Ryan, karena dirinya masih merasakan sakit hati atas apa yang dilakukan dan dikatakan oleh Ryan kepadanya selama pernikahan singkat mereka.

Ryan dengan cepat menarik tangan Tania masuk apartemen, dengan satu kaki ia menendang pintu apartemen, sehingga tertutup dengan suara berdebam yang nyaring.

Diangkatnya kedua tangan Tania menempel pada pintu di atas kepala Tania. “Kau tidak bisa pergi kemanapun juga! Saya sudah membelimu sekarang kau adalah milikku!” Bisik Ryan tepat di telinga Tania.

Jantung Tania terasa berhenti berdetak mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan. Ia menggigit bibir untuk mengusir rasa gugup dan takut yang mendera dirinya bercampur dengan rasa sakit hati.

Dicobanya menendang lutut Ryan menggunakan kakinya yang bebas. Namun, ia justru mendapati dirinya semakin rapat dengan Ryan.

Ryan mempererat cekalannya di tangan Tania, dengan raut wajah dingin. “Apa yang membuatmu menjadi begitu menyedihkan, seperti ini Tania? Ke mana pria yang menjadi kekasihmu? Apakah ia sudah bosan, setelah mendapatkan tubuhmu?” ejek Ryan.

Diamatinya Tania dari atas ke bawah berulang kali. Ia harus menelan ludah dengan sukar, karena mantan Istrinya ini terlihat lebih menggoda dari terakhir mereka bersama.

Tangannya terulur untuk mengusap pipi Tania, yang masih sama lembut, seperti terakhir ia menyentuhnya. Hanya saja bibir Tania sekarang terlihat begitu seksi dengan lipstik yang berwarna merah menyala, begitu menggoda untuk ia kecup.

Diusapnya bibir Tania dengan pelan sampai terbuka. Ditundukkan kepala, untuk menggantikan jarinya dengan bibir. “Sudah berapa banyak lelaki yang mencicipi bibir ini?” Bisik Ryan tepat di telinga Tania.

Tania menelan ludah dengan sukar, ia mencoba untuk mendorong Ryan menjauh darinya menggunakan tangannya, yang sudah bebas dari cekalan Ryan. Namun, pria itu terlalu kuat untuknya, sehingga ia tidak bisa melakukannya.

“Kenapa kamu melakukannya, Ryan? Bukankah kamu sangat membenci diriku?” Tanya Tania dengan suara tercekat.

Ryan melepaskan kukungannya pada Tania, ia berjalan menjauh menuju meja di mana terdapat beberapa macam botol berisi minuman. Ryan menuang botol anggur ke gelas, kemudian menyesap isinya sampai tandas.

“Mengapa? Kamu hadir di saat yang tepat dan kamu tidak dapat menolak apapun yang akan kutawarkan kepadamu, kecuali kamu bisa mengganti uang 500 juta yang sudah kukeluarkan untuk membelimu.” Ryan meletakkan dengan kasar gelas yang ada di tangannya.

Tania memejamkan mata, ia menarik napas dengan keras, lalu mengembuskannya dengan kasar. Ia berjalan untuk mengambil botol anggur yang ada di atas meja, lalu menenggak isinya langsung dari botol itu.

Ia memerlukan minuman itu untuk menaikkan keberaniannya menghadapi Ryan. Ia hanya bisa pasrah saja dengan apa yang akan ditawarkan oleh Ryan kepadanya. Ia tidak memiliki banyak uang untuk bisa mengganti uang yang telah dikeluarkan oleh Ryan untuknya. Ia mengabaikan tawa sinis yang terlontar dari bibir Ray, karena caranya meminum anggur, tersebut.

“Sekarang, katakanlah apa rencanamu kepadaku? Jangan buat diriku bertanya-tanya.” Tania menatap Ryan dengan wajah yang terlihat tegang.

Ryan tidak langsung menjawab Tania, ia terlihat lebih suka mempermainkan perasaan mantan istrinya itu. Ia tidak merasa perlu buru-buru menuntaskan rasa penasaran Tania. Dan membiarkan mantan istrinya tidak tenang, walaupun hanya beberapa saat.

Tania menahan umpatan yang hendak terlontar dari bibirnya, tetapi ia harus menahan diri. Bagaimanapun juga, Ryanlah yang memegang kartu as dan ia hanyalah pion yang harus menerima apa yang akan dilakukan oleh Ryan kepadanya.

Ryan berjalan mendekati Tania, lalu berdiri tepat di hadapannya. “Saya memerlukan seorang istri dan kamulah kandidat yang tepat untuk menjadi istriku!” tegas Ryan.

Sontak saja mata Tania membelalak menatap tidak percaya kepada Ryan. “Kita pernah menikah, walau hanya beberapa minggu. Dan itu tidak berhasil untuk kita,” sahut Tania dengan suara lemah.

Ryan memegang pundak Tania dengan kasar. Tatapan matanya dipenuhi dengan kebulatan tekad akan apa yang dikatakannya.

“Kau tidak dalam keadaan menolak tawaran dariku! Besok pagi kita akan bertemu dengan kedua orang tuaku dan menikah secepatnya!” tegas Ryan.

Tenggorokan Tania mendadak terasa kering dan lidahnya menjadi kelu. Ia sudah menduga, kalau berada dekat dengan pria itu hidupnya tidaklah akan tenang.

“Mengapa kamu tidak menikah dengan wanita lain saja, Ryan?” Tanya Tania, sambil menghela napas.

Ryan mendorong pundak Tania menjauh darinya dengan kasar, ia berjalan menuju jendela kaca apartemennya dengan pemandangan jalanan yang mulai lengang, karena hari yang semakin larut.

“Terima saja nasibmu, Tania! Kau seharusnya merasa senang, karena akan menjadi istriku kembali dan kau tidak akan mendapat kesulitan ekonomi, apapun alasan yang membuatmu menjual diri!” sindir Ryan.

Tania memejamkan mata tubuhnya mendadak terasa lemas. Ia masih takut untuk bertemu dengan kedua orang tua Ryan, setelah semua yang terjadi.

“Bisakah kita tidak bertemu dengan kedua orang tuamu?”  Tanya Tania dengan suara yang hampir tidak terdengar.

Ryan tertawa dengan keras mendengarnya. Senyum miring terbit di sudut bibir membuat Ryan terlihat begitu tampan di mata Tania. Namun, sayangnya wajah yang tampan itu menorehkan luka di hati Tania.

“Tidak ada kata menawar! Hidupmu berada di tanganku,  kamu hanyalah bidak yang harus tunduk dan menerima apa yang kukatakan dan lakukan kepadamu!” tandas Ryan.

Tania memilih kedua tangannya di depan badan, sambil memijat-mijatnya dengan kasar. “Bagaimana dengan cinta? Akankah kau mencintaiku?” Tanya Tania dengan suara terbata.

Ryan memejamkan mata, disisirnya rambut yang memakai pomade menggunakan tangan. Sehingga rambut itu menjadi berantakkan.

Ryan mengangkat pundak dengan sikap acuh, yang membuat Tania merasa gatal hendak mengguncang badan Ryan menggunakan kedua tangan sekuat tenaga.

Dalam dua langkah lebar Ryan berjalan kembali mendekati Tania.  Dengan suara mendesis menahan emosi ia berkata, “Diriku tidak peduli dengan cinta! Diriku tidak percaya dengan adanya cinta!”

Mata Tania berkabut dengan bulir-bulir air mata yang siap tumpah membasahi wajahnya. Apakah sudah takdirnya harus menikah untuk yang kedua kali, dengan pria yang sama tanpa cinta?

Melihat mata Tania yang hendak menangis Ryan mengumpat dengan kasar. “Sialan, Tania! Kau pikir air matamu akan membuatku berubah pikiran dan menyatakan cinta kepadamu? Jangan naif! Pernikahan kita, bukanlah pernikahan romantis.”

Tania menarik napas dalam-dalam dengan cepat diusapnya air mata yang mulai turun membasahi wajah.

Dicobanya untuk mengusir rasa sakit, karena apa yang dikatakan oleh Ryan. Akan tetapi, setidaknya pria itu berkata jujur sedari awal kepadanya.

Setelah dirinya merasa tenang kembali, Tania memberanikan diri untuk menatap tepat mata Ryan. “Apakah kau akan setia selama pernikahan, kita?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status