Share

BAB 3 BERSAMA RYAN

“Pertanyaan yang tidak perlu kujawab!” sahut Ryan dengan nada suara dingin.

Secara tak terduga Ryan membopong tubuh Tania, lalu membaringkannya di atas tempat tidur dengan alas berwarna hitam.

Ryan merendahkan badannya. “Kenapa kamu takut, Tania? Apakah kamu berpikir diriku akan menyakitimu?” Bisik Ryan tepat di telinga Tania dengan suara serak.

Tania meletakkan tangan di dada Ryan bermaksud untuk mendorong pria itu menjauh. Namun, tangannya justru terasa bagai belaian di dada Ryan.

Ryan tersenyum tipis melihat wajah Tania, yang menjadi merah dadu dan denyut nadinya terlihat berdenyut dengan cepat.

Senyum Ryan semakin lebar, ketika ia mendengar suara lenguhan dari Tania. Dengan cepat ia mengangkat tubuh dari atas badan Tania. “Kamu terlihat tidak menolak sama sekali sentuhanku.”

Ryan berdiri di samping ranjang, sambil memberikan tatapan yang tidak dapat dibaca oleh Tania. Tatapan keduanya bertemu dan Ryan dapat melihat, kalau Tania terlihat kecewa.

“Kenapa kamu berhenti? Apakah itu yang membuat kamu tidak pernah menyentuh saya selama kita menikah untuk menutupi fakta, kalau kamu impoten?” Tanya Tania dengan nada suara kecewa.

Di saat ia sudah terbuai dengan cumbuan yang dilakukan Ryan kepadanya. Pria itu berhenti begitu saja, sehingga membuat Tania merasa dipermainkan.

Sontak saja Ryan menjadi marah mendengar apa yang dikatakan oleh Tania. Dilepasnya kemeja dan celana yang melekat di badan dengan cepat, kemudian ia lempar sembarangan ke lantai.

Ia kembali mendekati Tania mencakung tepat di atas badan mantan istrinya iitu. Dengan kasar dilumatnya bibir Tania, untuk menunjukkan kemarahan yang dirasakannya. Namun, ternyata Tania juga sama marahnya, seperti Ryan.

Secara tiba-tiba cumbuan Ryan berubah menjadi lembut membuat keduanya melenguh nikmat. Pada saat itulah Ryan secara perlahan menyatukan tubuh mereka berdua.

“Tolong, jangan berhenti!” ucap Tania dengan suara serak, karena hasrat yang telah dibangkitkan oleh Ryan. Dan ia takutkan, kalau Ryan kembali mempermainkan dirinya.

Ryan menganggukkan kepala, ia kembali melanjutkan percintaan mereka. Sampai keduanya meraih puncak kenikmatan bersama-sama. Setelah selesai, Ryan menggulingkan badan ke samping. Ia menggunakan kedua tangannya sebagai bantal.

“Katakan kepadaku, Tania. Apakah diriku, seperti yang kamu tuduhkan?” Tanya Ryan dengan nada suara ironi.

Tania melirik Ryan sekilas. “Maaf, kamu tidak impoten. Akan tetapi, mengapa kamu pada saat kita menikah tidak pernah menyentuhku? Ini adalah percintaan pertama kita, setelah kita bercerai.”

Ryan memiringkan badan, agar bisa menatap wajah Tania dengan jelas. “Entahlah! Diriku hanya tidak suka untuk menyentuhmu ketika itu. Mungkin, karena kamu sama sekali tidak memikat hatiku.”

Tania menjadi marah mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan. Tangannya ia kepalkan untuk memukul dada pria itu berulang kali. “Kamu masih sama jahatnya, seperti yang kuingat!”

Ryan menangkap dengan cepat tangan Tania mencegahnya untuk terus memukuli dadanya. Digenggamnya dengan kasar tangan Tania, lalu ia  letakkan di atas kepala Tania.

Ryan bangun dari berbaringnya, ia merendahkan badan. Sehingga wajahnya berada dekat dengan wajah Tania sampai embusan napas mereka terasa.

“Kau beruntung diriku yang menawarmu! Bagaimana, kalau pria asing yang bisa saja memperlakukanmu dengan buruk. Apa yang terjadi dengan dirimu, sampai kamu harus melelang dirimu, seperti ini?” Tanya Ryan, sambil memicingkan mata.

Tania mencoba untuk melepas tangan Ryan yang mencekal lengannya, tetapi Ryan bergeming. Ia justru semakin mempererat  cekalannya.

“Apa yang terjadi denganku, setelah kita bercerai sama sekali bukanlah urusanmu!” seru Tania emosi.

Ia memiringkan badan memunggungi Ryan. Untuk menghindari menjawab pertanyaan dari mantan suaminya itu. Ia tidak akan menceritakan masalahnya kepada Ryan, kalau hanya akan mendapatkan ejekan dari pria itu.

Senyum sinis terbit di sudut bibir Ryan. Namun, ia tidak memaksa Tania untuk menjawab pertanyaan darinya. Ia beranjak dari tempat tidur berjalan menuju kamar mandi.

Suara gemericik air terdengar di telinga Tania. Ia merasa bersyukur, karena Ryan tidak mendesak dirinya untuk menjawab pertanyaan dari pria itu. Dipejamkannya mata, sambil mengatur pernapasannya dengan normal.

Ryan keluar dari kamar mandi, ia berdiri di sisi ranjang Tania berbaring. Dipandanginya wajah cantik, yang terlihat damai. “Tidurlah! Besok kita akan bertemu dengan kedua orang tuaku.”

Ryan membaringkan badan di atas ranjang di samping Tania. Dengan santainya, ia meraih Tania ke dalam pelukannya. Sementara kepalanya ia tumpangkan di pundak Tania, sehingga embusan napasnya yang hangat terasa menggelitik telinga.

“Ryan! Bagaimana diriku bisa tidur, kalau kau begini?” Tanya Tania dengan suara serak.

“Diriku hanya akan memelukmu saja tidak melakukan yang lain. Tidurlah!” perintah Ryan dengan suara tegas.

Terdengar suara tarikan napas yang berat dari Tania, tetapi ia tidak membuka suaranya kembali. Ia sudah diserang kantuk yang membuatnya dengan cepat memejamkan mata.

“Bangunlah, Tania!” Bisik sebuah suara tepat di telinga Tania.

Dengan enggan Tania membuka mata, ia merasa dirinya baru saja terlelap dalam tidurnya. Tatapan Tania jatuh pada wajah Ryan yang terlihat segar sehabis mandi. Namun, raut dingin terlihat dari tatapan mata pria itu.

“Cepatlah mandi! Kau tidak memiliki banyak waktu untuk bersantai di atas tempat tidur,” perintah Ryan.

Dengan wajah kecewa Tania menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Ia lupa dengan keadaan dirinya yang tidak memakai selembar pun pakaian.

“Apakah kau bermaksud untuk menggodaku, Tania? Diriku bersedia untuk melakukan satu percintaan singkat denganmu.” Ryan menggulung sedikit lengan kemejanya.

Tania memberikan pelototan kepada Ryan. Dengan cepat disambarnya selimut untuk membungkus tubuhnya. Hampir saja ia terjatuh kesandung ujung selimut yang dipakainya.

Sesampainya di kamar mandi Tania menyalakan air pancuran dan berdiri di bawahnya. Selang beberapa menit, kemudian Tania keluar kamar mandi dengan menggunakan bathrobe.

‘Kemana, Ryan? Ia tidak terlihat di kamar,’ batin Tania. a merasa lega, karena bisa berganti pakaian bebas dari pengamatan tatapan tajam Ryan.

Di bukanya goodiebag yang terletak di atas tempat tidur. ‘Kapan Ryan membelikan gaun untukku?’ gumam Tania.

Diambilnya gaun, tersebut, kemudian dengan cepat dipakainya, karena ia tidak tahu bisa saja sewaktu-waktu Ryan akan masuk kamar.

Selesai berpakaian Tania berjalan keluar kamar. Ia mengikuti aroma masakan yang berasal dari dapur. Benar saja dugaannya, begitu pintu dapur ia buka di sana terlihat Ryan sedang berdiri di depan kompor.

“Diriku tidak mengetahui, kalau kamu bisa memasak! Selama pernikahan singkat kita, diriku tidak pernah melihatmu menyentuh kompor.” Tania berjalan memasuki dapur.

Ryan menolehkan kepala dari wajan yang sedang digunakannya untuk menggoreng telur. “Banyak hal yang tidak kamu ketahui tentangku!”

Keduanya, kemudian duduk di depan meja bar dengan piring berisi nasi goreng yang sudah dibuat Ryan untuk sarapan mereka berdua. Mereka berdua makan dalam diam tidak ada yang membuka percakapan.

“Sekarang waktunya kita bertemu dengan kedua orang tuaku. Untuk menyampaikan rencana pernikahan kita.” Ryan bangkit dari duduknya, sembari memberikan tatapan kepada Tania untuk mengikutinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status