Share

BAB 4 BERTEMU ORANG TUA RYAN

Tania melihat ke arah Ryan dengan raut wajah terkejut, ia tidak mengira Ryan akan bersungguh-sungguh mempertemukannya dengan kedua orang tua pria itu. “Ti-tidak bisakah ditunda sampai besok? Diriku belum siap bertemu dengan mereka.”

‘Bagaimana diriku bisa sanggup bertemu kembali dengan kedua orang tua Ryan? Diriku bukanlah wanita yang mereka harapkan untuk menjadi istri Ryan,’ batin Tania.

Ryan memberikan tatapan galak kepada Tania. Dengan suara dingin ia berkata, “Kau tidak memiliki hak untuk mendebat apa yang kukatakan!”

Dengan enggan Tania bangkit dari duduknya berjalan mengikuti Ryan tepat di belakangnya.

Secara mendadak Ryan menghentikan langkah, sehingga Tania menabrak punggungnya. “Nanti ketika di rumah kedua orang tuaku kau harus berjalan di sampingku! Dan bukannya menguntit di belakangku, seperti apa yang kamu lakukan sekarang ini,” tegur Ryan galak.

Tania menganggukkan kepala dengan lemah, ia tidak memiliki kemampuan untuk menentang apa yang sudah diputuskan oleh Ryan. Sekalipun hatinya berontak, pria itu memiliki kuasa atas dirinya.

Dengan berdampingan keduanya berjalan keluar dari apartemen Ryan. Tania menggenggam erat tas tangannya, seolah benda itu mampu membantu mengusir rasa gugupnya.

Masuk mobil mewah milik Ryan, Tania memilih untuk duduk menempel pada pintu mobil. Ia mencoba menjaga jarak dari Ryan. “Apakah kau sudah memberitahukan kepada kedua orang tuamu kedatangan kita?” Tanya Tania.

Ryan mendongak dari layar ponselnya melirik Tania sekilas. “Tidak! Ini akan menjadi kejutan bagi mereka.”

Tania mendesah mendengarnya. “Tentu saja mereka akan terkejut. Terlebih lagi, begitu melihat diriku yang kau bawa sebagai calon istri.”

 Ryan menarik napas dengan keras, ia diam selama beberapa saat sebelum membuka suaranya kembali. “Di hadapan kedua orang tuaku, kamu harus bersikap santai tidak, seperti calon pengantin yang tertekan.”

Tania menyenderkan punggungnya pada sandaran jok mobil. “Bagaimana diriku bisa bersikap santai, sementara pertemuan kita sama sekali tidak kuharapkan. Dan sekarang diriku ddi hadapan pada kenyataan harus menikah denganmu.”

Ryan memilih untuk diam tidak menanggapi pernyataan dari Tania. Ia disibukkan dengan pikirannya.

Sesampainya di depan rumah dengan pilar besar berwarna putih. Ryan turun dari mobil, tetapi tidak dengan Tania yang masih setia duduk di dalam mobil. Sampai Ryan membuka pintu mobil sisi Tania dengan kasar.

“Keluarlah, Tania! Jangan buat diriku menjadi emosi,” peringat Ryan.

Tania dengan terpaksa keluar dari mobil. Ditariknya napas dalam-dalam, sambil memejamkan mata. Ia harus bersiap untuk bertemu dengan wanita yang membencinya.

Dirasakannya jemari tangannya digenggam dengan erat oleh Ryan. Ia memberikan lirikan dengan kening berkerut kepada Ryan.

“Tenang, Tania! Bertingkahlah dengan tenang kau tidak mau membuat kedua orang tuaku curiga, bukan?” Tanya Ryan dengan kesal.

Tania mencoba membuat dirinya sendiri menjadi santai. Walaupun dalam hati ia menyimpan rasa takut yang besar bertemu kembali dengan Ibu Ryan.

Seorang pelayan membukakan pintu untuk mereka berdua. “Selamat pagi, Tuan Ryan!”

“Pagi! Di mana kedua orang tuaku?” Tanya Ryan kepada pelayan itu.

“Orang tua Anda berada di ruang santai, Tuan.” Pelayan itu menyingkir ke samping, agar Ryan dan Tania bisa masuk.

Dengan bergandengan tangan keduanya menuju ruang santai. Semakin mendekati tempat orang tua Ryan berada rasa gugup Tania semakin terasa.

“Selamat pagi, Ayah dan Ibu!” sapa Ryan dengan santainya.

Ia mengajak Tania untuk berdiri ddi hadapan kedua orang tuanya. Yang melihat ke arah mereka dengan tatapan penasaran.

“Saya datang ke sini untuk memberitahukan kepada kalian, kalau Saya dan Tania akan menikah kembali, besok!” tegas Ryan.

“Apa!” seru orang tua Ryan terkejut.

“Mengapa terburu-buru? Apakah wanita itu sedang hamil anakmu?” Ibu Ryan melihat ke arah Tania dengan senyum sinis yang terbit di sudut bibirnya.

Tania membelalakkan mata mendengarnya. “Tidak, Nyonya! Saya tidak sedang hamil.”

Ryan duduk di atas sofa yang ada di ruangan tersebut. Diikuti oleh Tania duduk di sampingnya. Ia mengangkat jemari Tania ke arah bibirnya. lalu mengecup dengan rasa sayang.

“Kami berdua tidak memerlukan waktu lama untuk saling mengenal. Pernikahan kami akan dilakukan secara sederhana saja, tanpa perlu pesta meriah.” Ryan mengambil gelas berisi air mineral dan meminum isinya sampai tersisa separuh.

Ayah Ryan menatap putranya itu dengan tatapan penuh selidik. Ia curiga, kalau pernikahan dadakan Ryan ini dikarenakan ultimatum yang diberikannya.

“Baiklah! Kami akan merestui pernikahanmu dan kami tidak mengharapkan adanya perceraian. Kalian berdua harus segera memberikan cucu untuk kami!” Ayah Ryan memberikan tatapan tajam kepada Ryan.

“Tidak masalah! Kami tidak akan bercerai dan kami akan segera memberikan cucu untuk kalian!” tegas Ryan.

Dalam hati Tania mengutuk Ryan, karena sekarang ia baru menyadari motif Ryan menjadilkan dirinya seorang istri. Ia hanya akan dijadikan, sebagai alat untuk mendapatkan warisannya.

Pelayan yang tadi membukakan pintu memasuki ruang santai. Dengan membawa nampan berisikan minuman hangat dan kue-kue. Ia meletakkannya di atas meja kaca panjang, setelahnya ia berlalu dari ruangan tersebut.

Beberapa jam, kemudian Tania dan Ryan sudah keluar dari rumah tersebut. Keduanya duduk nyaman dalam mobil menuju apartemen Ryan.

“Bagaimana, dengan surat-surat ijin pernikahan kita?” Tanya Tania, setelah beberapa saat diam.

Ryan melirik Tania sekilas dengan dingin ia berkata, “Sudah ada orang kepercayaanku yang mengurusnya. Soal cincin kita tidak perlu membeli baru cincin pernikahan kita yang lama bisa dipakai.”

Tania memiringkan badan, agar ia bisa melihat Ryan dengan jelas. “Apakah kau masih menyimpannya? Kupikir kau sudah membuangnya, karena kamu yang menginginkan perceraian itu.”

Ryan merogoh saku jas yang dipakainya, kemudian ia menyerahkan kotak perhiasan ke tangan Tania. “Apakah kau kecewa, aku tidak membelikanmu cincin kawin yang baru?”

Senyum tipis tersungging di bibir Tania. Ia menggelengkan kepala. Diamatinya cincin kawin dengan model sederhana yang ada di tangannya.

Dengan suara lemah ia mengatakan, kalau dirinya tidak memiliki masalah memakai cincin pernikahan yang sama.

***

Tania berdiri di depan cermin besar dengan tatapan sedih memandang pantulan wajahnya, melalui cermin besar yang ada di kamar apartemen, tersebut.

‘Hari ini diriku akan menikah dengan Ryan, tetapi mengapa tidak ada rasa bahagia di dalam hatiku?’ Tanya Tania dengan suara pelan.

Ia menjadi terkejut, ketika terdengar suara berat dari arah belakang menimpalinya, “Anggap saja kamu sedang bermain peran! Cobalah untuk santai dan menerima nasibmu menjadi istriku. Menikah denganku, bukanlah sesuatu yang mengerikan.”

Suara helaan napas terlontar dari bibir Tania. Dibalikkannya badan, sehingga ia langsung berhadapan dengan Ryan, yang sudah terlihat gagah dan tampan dalam balutan jas.

“Menikah kembali denganmu, bukanlah sesuatu yang kubayangkan.” Tania berjalan melewati Ryan. Namun, lengannya dicekal Ryan.

“Apakah kamu pikir saya senang menikah kembali denganmu? Pernikahan ini tidak untuk selamanya, setelah kau melahirkan seorang pewaris untukku. Kita akan bercerai dan kau bebas pergi kemana saja.” Ryan menggandeng tangan Tania keluar kamar menemui penghulu yang sudah datang untuk menikahkan mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status