POV AnggaKedatangan Pak Handoko membuatku semakin bingung dengan tingkah ibu. Ibu nampak sangat membencinya. Sampai segitunya ibu kalap. Melempar apapun yang ada di sekitarnya. Ada cerita apa mereka di masa lalu?Tapi ada baiknya juga dengan hadirnya Pak Handoko. Beliau memberiku pekerjaan. Tentu di luar sepengetahuan ibu. Tapi beliau juga belum menjelaskan apapun padaku. Aku harus mencari tahu. Siapa sebenarnya Pak Handoko?“Oe, Mak Angga!!!” teriakan suara membuyarkan lamunanku. Kayaknya suara Mak Wesi. Apa dia mau menanyakan hutangnya lagi. Sudah tujuh hari kah? Cepat sekali. Aku beranjak, melangkah menghampiri pintu dengan hati yang tak menentu.“Eh, Mak Wesi. Masuk, Mak!” aku mempersilahkan basa basi.“Nggak perlu!” jawabnya singkat. Membuatku mengatur irama detak jantung yang kian tak berirama.“Ini mau b
POV AnggaUcapan Pak Handoko kemarin sangat mengganggu fikiranku. Aku harus bicara sama ibu. untuk mengetahui semua kebenarannya. Kuberanjak dari kasurku, melangkah menemui ibu. Ternyata ibu ada di ruang tamu.“Bu.” Sapaku.“Iya.” Jawabnya tanpa memandangku.“Boleh tanya sesuatu?” ucapku pelan. Kemudian Ibu memandangku.“Soal Handoko?” tebak ibu, membuatku gelagapan. Aku hanya bisa menjawab dengan anggukkan.“Ibu sebenarnya kecewa sama kamu, Ga. Kenapa kamu mau mendengarkan penjelasannya!” ucap ibu lagi. membuatku merasa bersalah. Karena semenjak ketemu Pak Handoko ibu selalu bilang, jangan percaya apapun yang akan dia sampaikan. Tapi nyatanya hati kecilku mempercayai ucapannya.“Maaf, Bu. Tapi Angga penasaran,” jawabku memandang ibu. wajah ibu nampak kusut setelah be
Benalu part 30Hari ini hidupku terasa kacau, belum sempat hilang rasa penasaranku tentang sosok Rizka, kini di tambah dengan kehadiran Mas Angga. Mas Angga datang dengan tujuan ingin rujuk. Hati ingin memaafkan tapi kuurungkan dengan hadirnya ibu yang kayak jailangkung. Semakin naik darah tinggiku dengan ibu membahas harta goni gini. Nggak tahu malu? Apa memang nggak punya malu?“Benar yang di katakan Angga, Intan! Kamu tak bisa menghukumnya dengan ke egoisanmu,” tiba-tiba terdengar suara Pak Handoko, yang berada tepat di belakang Ibu. Semua mata mengarah padanya.“Maafkan saya Heru, datang ke sini tiba-tiba. Niatnya mau ke rumah kontrakannya Intan, tapi melihat gelagat mencurigakan, akhirnya saya memutuskan mengikutinya,” ucap Pak Handoko lagi.“Owh, ya, masuk dulu!” Om Heru tampak salah tingkah.“Nggak perlu!!! saya nggak a
“Apa? Ucapkan sekali lagi?” tanya Mas Angga serasa tak percaya dengan ucapanku. Kuatur nafasku yang memburu. Aku takut melihat wajah Mas Angga.“Dewi!!! ucapkan sekali lagi!!!” bentak Mas Angga, membuatku tersentak. Hatiku bergemuruh, air mata terus menerus mengalir tak bisa di hentikan. Kuusap wajahku dengan punggung tangan kiriku. Karena tangan kananku, dipegang erat oleh Mas Angga. Bibir terasa kelu untuk menjawab. Bibir terasa bergetar, aku benar-benar takut dengan Mas Angga. Suara riuh orang-orang sekitar membuatku semakin down.“DEWI!!!” teriaknya lagi.“I – i – yaa – ki – kita – ruuu – juuk,” gelagapku penuh ketakutan.“Dewi!!! susuk apa yang kamu pakai sehingga anak saya tergila-gila sama kamu?” teriak ibu menyudutkanku. Seakan ibu tak terima anaknya terlihat mengemis cinta denganku. Tak ku h
Hari ini sidang pertamaku. Di temani Om Heru, Tante Tika dan juga Rama sebagai kuasa hukum. Hatiku merasa berdegub tak menentu, ketika menginjakan kaki di pengadilan agama.“Karena ini sidang pertama, Angga harus dateng,” ucap Om Heru. Di balas anggukkan oleh Rama.“Angga sudah dikabari?” tanya Tante Tika.“Sudah, Papa sudah nelpon dia,” jawab Om Heru.“Yang penting Bu Intan nggak buat gaduh saja, syukur-syukur dia nggak dateng,” ucap Tante Tika. Aku hanya bisa menyimak ucapan mereka. Nggak tau harus bagaimana. Yang jelas aku lagi berperang dengan hatiku.Tak berselang lama, aku melihat sosok Mas Angga dan Ibu. Wajahnya sayu, di sekeliling matanya menghitam seakan kurang tidur. Ketika mata kami bertemu, mata itu tetap sama, masih jelas terpancar cinta untukku. Tapi hatiku? Entahlah, kejadian kemarin membuatku
“Angga, kamu itu apa-apaan? Bikin malu aja ngemis cinta kayak gitu?” bentak Ibu kepada Mas Angga. Mas angga masih memelukku. Seketika aku terdiam karena bingung. Mataku masih memandang ke arah Rama yang sudah ada di motornya dan berlalu pergi.“Angaa!!!” bentak ibu lagi menarik lengan anaknya membuat pelukan itu terlepas. Mas Angga menutup wajahnya dan berteriak sekencang-kencangnya. Aarrrghhh...“Ibu!!! bisa nggak ibu itu nggak usah ikut campur urusan rumah tanggaku? Aku bisa gila tanpa Dewi! ibu mau aku gila? Hah???” bentak Mas Angga. Ibunya nampak terkejut. Bukan hanya ibu tapi kami semua di sini terkejut melihat tingkah Mas Angga kepada ibunya. Tak seperti biasanya. Dia terlihat benar-benar marah.“Kamu sudah kelewatan Angga. Berani-beraninya kamu bentak ibumu?” sungut Ibu.“Ibu yang sudah kelewatan!!!” bentak Mas Angga lagi. Badanku ter
“Heran dengan gaya ngeyelnya Bu Intan!” ucap Tante Tika memulai pembicaraan. Kami ada di dalam mobil sekarang. Aku duduk di belakang. Tante Tika di depan dekat sopir. Om Heru yang mengemudi.“Iya, sama. Papa juga heran!” jawab Om Heru.“Maunya menang sendiri. Terpojokpun, seakan ingin terlihat tak terpojok.” Ucap Tante Tika.“Kamu gimana, Wi? Kasihan nggak, lihat mantan mertuamu itu masuk penjara?” tanya Tante Tika, seakan ingin mengetahui reaksiku. Karena dari tadi aku memang diam. Kutarik nafasku kuat dan melepaskannya pelan. Terasa sesak dadaku.“Dewi, sebenarnya kasihan juga dengan Ibu. Kasihan juga dengan Mas Angga. Tapi Ibu juga sudah kelewatan. Dewi pasrah aja sama Om dan Tante,” jawabku. otakku lagi tak bisa berfikir jernih. Memikirkan senyum getir Rama, saat melihatku di peluk Mas Angga tadi, juga membuat konsentrasiku terpecah. Uca
POV IbuHari ini rasanya darah tinggi kumat, pusing kepalaku mendengar ocehan Bu Tika. Seandainya nggak ada dia, aku akan semakin leluasa manfaatin Dewi. Semenjak ada dia, semua rencanaku berantakan. Dewi juga, ngapain ngajak mereka tinggal serumah? Bikin aku nggak bisa leluasa bergerak.Mereka mau ngelaporin aku ke polisi? Aku yakin mereka cuma menggertak saja. Dewi juga nggak bekal tega ngelaporin aku. Dia pasti akan menyesal telah menggugat anakku Angga, yang gantengnya kayak waktu mudanya Anjas Mara.Semuanya menyebalkan. Tak ada yang bisa mengerti aku. Angga juga sudah tak seide lagi denganku. Entahlah, semua orang serasa membantah dan ingin menggagalkan semua rencana cantik yang sudah aku susun.“Intan, aku tak bisa menikahimu, aku belum siap untuk menikah? Aku masih terlalu muda untuk menikah. Aku harap kamu bisa mengerti, lagian kamu juga tidak ha