POV HADI***Aku meninggalkan ruangan Azzam dengan perasaan gusar. Bukannya mendapat info tentang Nadia, lelaki tak tahu diri itu malah mengata-ngataiku. Dia pikir dia siapa bisa merebut Nadia semudah itu?Tak terasa sudah seharian aku mencari Nadia. Sempat aku pulang ke rumah, menunggu beberapa waktu, barangkali dia datang tiba-tiba. Nihil, menjelang Ashar tidak ada tanda-tanda jika wanita itu akan datang. Begitu pun ponselnya yang masih saja belum aktif saat dihubungi. Merasa waktu terbuang percuma, aku kembali melajukan mobil tanpa tujuan. Berharap berjumpa Nadia di jalan dan mau untuk diajak pulang. Di rumah, Tiara ikut mendiamkanku. Wanita itu melarangku untuk mencari Nadia."Nanti juga pulang. Untuk apa sibuk-sibuk dicari. Bisa besar kepala dia."Aku menghentikan mobil di pinggir jalan. Jika Nadia tidak sakit, aku tidak akan sesibuk ini mencarinya. Namun, tatapan sendunya masih terbayang jelas di ingatan, bahwa dia sedang tidak baik-baik saja.Atau mungkin Nadia kesal karena Tia
POV HADI***"Aku ikut!" seru Tiara.Bukannya menunggu, aku segera berlalu meninggalkan wanita itu sendirian. Pikiranku dipenuhi oleh Nadia. Bagaimana kondisinya sekarang? Kenapa tidak terpikirkan olehku untuk mencari Nadia di setiap penginapan yang ada?TIIIIIIIIITTTT!Suara klakson bertalu dari arah berlawanan. Aku segera memutar setir ke arah kiri dan menghentikan laju mobil di pinggir jalan. Menghindari sebuah mobil yang hampir saja kuserempet."Hampir saja," ujarku sambil beristigfar. Setelah mengatur napas dan agak sedikit tenang, kembali aku melajukan mobil dengan hati-hati. Tidak lagi mengebut seperti tadi.Tak sabar rasanya ingin segera tiba. Semoga Nadia baik-baik saja. Ah! Dia memang keras kepala.Beberapa saat kemudian, aku tiba penginapan yang dimaksud. Setelah memarkirkan mobil, aku bergegas berlari menuju meja resepsionis. Tanpa menunggu lama, salah satu dari mereka membawakanku ke kamar Nadia.Lelaki yang mengantarkanku itu segera membuka pintu kamar. Di sana aku melih
POV NADIA***Setelah menikmati sarapan yang dibelikan oleh seorang cleaning service penginapan, bukannya membaik, rasa mual malah semakin menyiksa. Tak sampai setengah jam, aku kembali memuntahkan semua makanan yang telah masuk ke perut.Aku hampir ambruk. Untung saja tanganku cepat menggenggam handel pintu kamar mandi. Mata berkunang-kunang, aku lemah tak bertenaga.Perlahan kuseret langkah mendekati tempat tidur hingga terlelap. Tak lama, rasa mual kembali mengocok perut. Terpaksa kembalu menuju kamar mandi. Entah berapa lama aku bolak-balik tempat tidur kamar mandi. Hingga akhirnya aku terkapar di depan pintu. Tak sanggup lagi menggerakkan tubuh selangkah pun."Ya, Tuhan. Tolong!"Aku mendengar suara teriakan seorang perempuan. Tak lama, aku merasakan tubuhku diangkat oleh beberapa orang. "Ini Mba Nadia, ya. Aduh, kenapa ini?" tanya seorang pria."Iya, Mba Nadia. Yang masuk tadi malam. Tadi pagi aku lihat juga minta tolong Mba Wati untuk dibeliin sarapan," jawab seorang wanita ya
POV HADI***"Ibu!" seru Hadi.Aku yakin, semua pasti kaget. Baik dari pihak Ibu yang baru saja tiba, begitu juga dari pihak kami. Aku merasakan panas dingin di sekujur tubuh. Mengingat kondisi tubuh serta penyakit yang diidapnya, sama sekali tidak menginginkan sesuatu menimpa Ibu, aku mendoakan agar ia baik-baik saja."Ibu, masuk." Kulihat Hadi tergopoh menghampiri Ibu. Menyambut kedatangan Ayah serta Ibu seperti biasa. Seolah tak terjadi apa-apa.PLAK!Ternyata? Ayah menyerang Hadi bertubi. Layaknya duel dua orang laki-laki, tetapi tidK seimbang. Karena hanya satu pihak yang menyerang, sementara pihak satunya lagi memilih diam dan berusaha untuk melindungi tubuh menggunakan kedua tangannya."Tidak tau diri! Kamu lihat istrimu itu. Dia terbaring lemah. Tapi kalian berdua? Malah melakukan perbuatan tak senonoh di depannya. Suami macam apa kamu?"Ayah menghajar Hadi hingga babak belur. Tidak ada yang berusaha untuk meleraikan, Ibu sendiri masih menyandarkan diri di dinding kamar. Sebel
[Nadia, jika aku melanjutkan hubungan pernikahan dengan Tiara, Ibu dan Ayah pasti tidak setuju. Dan aku pasti akan kehilangan kamu. Jadi keputusanku adalah berpisah dengan Tiara.]***Hampir dua jam aku mengabaikan pesan dari Hadi. Lelah berpikir apa yang harus kulakukan demi kelangsungan rumah tangga kami. Apakah menceraikan Tiara adalah satu-satunya jalan keluar?Aku menarik napas berat dan mengembusnya kasar. Layar ponsel masih menyala. Aku sudah mengambil keputusan, jawaban seperti apa yang akan kuberikan pada Hadi.[Bismillah! Aku minta maaf yang sebesar-besarnya. Aku tau jika pernikahan kita banyak membawa kesusahan untukmu dan Tiara. Namun, demi Tuhan, aku selalu berusaha menjadi istri yang baik. Berusaha menumbuhkan cinta untukmu. Berusaha melupakan manisnya masa lalu bersama Azzam. Tiara tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Aku sudah mengambil keputusan, pertahankanlah Tiara.]Pesan kukirim setelah mengetik panjang lebar. Semua sudah kupertimbangkan dengan matang. Mengenyampingk
Kenapa Tiara harus ikut juga? Bukankah Hadi ingin bertemu denganku? "Kamu mau ngobrol sama aku, 'kan? Kenapa Tiara harus ikut?" tanyaku heran."Dia memaksa untuk ikut. Aku tidak punya pilihan."Aku kesal mendengar jawabannya. Hal sepele begini saja Hadi sulit untuk bersikap tegas."Aku mau kita hanya bicara empat mata, tanpa Tiara. Jika bisa aku ikut. Jika tidak bisa, antarkan lagi aku pulang!" seruku ketus pada lelaki itu.Bagaimana ingin berpoligami? Jika seorang pemimpin rumah tangga masih belum punya akar yang kuat tentang hal tersebut. Bagaimana ingin berpoligami? Jika adil dalam hal seperti ini saja dia belum bisa. Bagaimana ingin berpoligami? Jika belum bisa merangkul kedua istrinya dengan baik.Poligami memang hal yang dibolehkan oleh Allah, akan tetapi tidak mudah dalam menerapkannya. Banyak hal yang harus dipelajari dan diamalkan. Bukan sekadar banyak uang serta nafkah tercukupi, tetapi tidak terdapat kemashlahatan di dalamnya. Sanggupkah aku menjalani rumah tangga seperti
POV HADI***BUGH!Sebuah pukulan mendarat keras di pipiku. Tiba-tiba seorang lelaki datang menyerangku dari arah depan.Aku melihat ke arahnya sambil memegangi pipi yang berdenyut nyeri. Ada rasa asin yang telah bercampur dengan air liur. Aku meludah sembarang. Ternyata bercampur darah. Sudut bibirku seperti pecah, hingga meninggalkan rasa perih yang menyiksa.Lelaki di depanku berdiri tegap. Matanya menyorotkan amarah yang membara. Tunggu, aku seperti mengenalnya, tapi di mana? Ah! Bagaimana aku bisa lupa. Dia adalah kekasih lama Nadia, Azzam.Setelah mengambil ancang-ancang, aku pun maju mendekat. Berusaha membalas pukulan yang ia daratkan tadi. Kepalan tinju kuarahkan ke wajahnya. Namun, dalam gerakan yang begitu cepat, Azzam mengelak ke samping. Aku meninju angin.SRRRTTPLAKBUGHAku meringis sembari menekan perut. Gerakan Azzam begitu cepat. Dia berhasil memelintir tangan kiriku. Sebuah tendangan keras juga ia singgahkan di perutku."Apa maumu sialan?" tanyaku sambil meringis k
POV HADI"Jangan bertingkah b0d0h, Tiara! Bukan seperti ini cara mencari perhatian!" Aku berseru panik bercampur kesal. Baju kemeja milikku sebagian telah berubah warna bercampur merah. Aku masih menekan kuat sayatan di pergelangan Tiara menggunakan telapak tangan. Wanita itu meringis dan mengaduh perlahan."Sakit, Di.""Makanya jangan konyol! Kamu pikir dengan begini akan menyelesaikan masalah? Malah akan menimbulkan masalah baru yang akan membuatku semakin pusing.""Bukan ini yang sakit!" Wanita bermata bulat itu menunjuk tangannya."Lalu?" tanyaku mengernyitkan dahi."Ini!" serunya lagi sambil meletakkan tangannya di dada."Coba kamu bersikap sedikit lebih bijak dan dewasa seperti Nadia."Kalimat yang tanpa kusengaja mengalir begitu saja dari mulutku. Tiara menatapku tajam. Tatapannya menusuk dan penuh amarah."Jangan pernah samakan aku dengan dia. Katakan kalau kamu tidak mencintainya!" Paksa Tiara penuh tekanan.Aku memilih diam dan masih menyibukkan diri dengan luka Tiara. Perla