“Hallo, siang! Mba Sri, kami dari rumah sakit XXX , Bapak Arjuna Bagaskara mengalami kecelakaan tunggal, sekarang sedang tidak sadarkan diri di rumah sakit kami.” Srikandi terkesiap mendengar berita mengejutkan itu. Dalam beberapa detik dia belum membalas apapun yang di sampaikan oleh petugas rumah sakit itu. Yang pertama kali terlintas dalam pikirannya, bagaimana nasib meeting dengan Mr. Florez siang ini?
“Apakah sudah ada keluarganya yang datang? Berikan alamat lengkapnya, Mbak.”
“Belum ada, Mbak, kami hanya menemukan kartu nama ini, tidak ada nomor orang terdekatnya yang Kami tahu.”
“Ok, di tunggu alamat lengkapnya segera, ya, Mbak, biar saya yang menghubungi keluarganya.”
Petugas rumah sakit itu kemudian menyebutkan alamat lengkap dan di ruang mana Arjuna berada sekarang. Setelah menutup telepon, Srikandi mematung. Otaknya kalut, semrawut dan bercabang. Dia mengurungkan sementara niatny
“Emily, Kamu boleh pulang, saya sudah ada mereka.” Belum sempat gadis itu menyapa tamunya. Arjuna secara halus sudah mengusirnya. Mata wanita itu membulat, merasa tidak terima.Gadis itu berjalan menghampiri Bisma dan Srikandi tanpa mengindahkan perkataan Arjuna.“Hai, Saya Emily.”“Bisma.”“Saya, Srikandi.”Mereka berjabat tangan. Namun sejurus kemudian Emily menatap Bisma dan Srikandi bergantian.“Mas Bisma sama Mbak Srikandi serasi banget, aku jadi iri,” ucapnya sambil mengulum senyum. Membuat Arjuna membuang muka.“Kami hanya rekan kerja,” tutur Srikandi. Membuat rona di wajah Bisma menghilang seketika.“Doain saja, kami ke depannya bisa lebih dari sekedar rekan kerja.” Bisma tak mau kalah menimpali Emliy. Alhasil mendapat senggolan siku dari Srikandi. Namun lelaki itu malah terkekeh dan mengangkat tangannya membuat huruf v.“Ah
Kini di ruangan itu hanya tinggal Arjuna dengan Srikandi. Lelaki itu sudah mengirimkan pesan kepada Tuan Bagaskara agar tidak ada yang menjenguknya. Arjuna hanya mengirim foto Srikandi pada papanya dan menulis dua kata. Challenge and opportunity.“Mau buah potong.” Arjuna berbicara monolog. Srikandi menatapnya.“Bapak, bicara sama saya?”“Bukan,”“Lalu?”“Sama nyamuk.”“Kok?”“Ya, sama kamu, emang ada orang lain lagi di sini?” Arjuna kembali dengan egonya meski hatinya merutukinya.Dasar bodoh, ayo bersikap lembutlah. Bisikan hati baik mengawali.Eh, jangan keliatan lemah dan cengeng, yang ada wanita akan ilfeel, tetap jaga image justru lebih keren. Bisikan sudut hati lainnya.“Pak.” Srikandi mengulangkan telapak tangan pada wajah Arjuna. Piring buah potong sudah di pegang dan di sodorkannya.
Dengan nada berat, akhirnya Arjuna menceritakan kejadian yang di saksikan sendiri dengan mata kepalanya. Malam di mana dirinya mendapati Cantika sedang bergumul dengan lelaki bejat yang kini menjadi calon tunangan sekretarisnya. Hati Srikandi gemetar, antara terkejut dan kaget luar biasa.Setelah Arjuna selesai bercerita, Srikandi berasa ada di dua alam, antara mimpi dan nyata. Dia berpindah dari tepi ranjang bos nya dan kembali ke kursi penunggu. Butuh kekuatan mental untuk menghadapi kenyataan ini. Meskipun dia belum merasakan cinta dengan lelaki itu, namun hatinya sudah mulai terbuka akan sikap sopan dan ramahnya. Apakah betul semenjijikan itu lelaki yang akan menjadi calon tunangannya?“Pak, saya permisi ke luar dulu, Pak.”Srikandi meninggalkan Arjuna tanpa menunggu persetujuan. Kini dirinya harus segera mengabari ibunya untuk menunda dulu peresmian pertunangan dengan lelaki itu. Bagaimanapun, dia tidak bisa serta merta menyelesaikan hubungan me
Tiba-tiba pandangannya teralihkan pada gawainya yang masih menyala. Ternyata ada beberapa kali dialling number ke nomor sekretarisnya. Dia mengerutkan dahi dan mengaitkan satu kejadian. Nama yang muncul pada layar ponsel sekretarisnya tadi apakah dari nomornya.“Iron Man?”“Iron Man?”Arjuna dengan susah payah menurunkan tubuhnya. Dia mendorong kembali tiang infus. Dengan terpincang, kini dia sudah berada dekat tempat tidur srikandi. Arjuna mengambil gawainya dan menekan nomor telepon sekretarisnya.Iron Man.Sontak Arjuna berjengkit merasa kesal. Kenapa namanya ditulis seperti itu. Namun rasa geram dan kesalnya dia luluh ketika menatap wajah lelah yang tengah terlelap itu. Arjuna menatapnya sambil tersenyum-senyum sendiri. Reflek, tangannya menyibakkan rambut-rambut halus yang berjatuhan pada wajah Srikandi.Gadis itu menepis tanpa sadar dan hanya menggeliat. Kemudian melanjutkan kembali den
Pagi akhirnya menjelang. Suster sudah datang untuk memeriksa kondisi Arjuna. Mereka dengan telaten mengecek kondisi pasiennya tersebut sekalian mencuri-curi pandang wajah rupawan yang jarang tersenyum itu. Meski terkesan dingin dan angkuh, namun parasnya membuat semua orang betah berlama-lama memandangnya.“Ehm ....” Arjuna berdehem ketika menyadari sejak tadi suster itu tidak fokus.“M-mari, Pak, permisi ... setelah sarapan, obatnya jangan lupa diminum, ya.” Seorang suster menepuk bahu temannya yang terlihat masih terkesima.Kemudian keduanya pergi sambil mengangguk. Namun sesekali masih saja suster itu mencuri pandang dengan sudut matanya.Srikandi baru saja ke luar dari kamar mandi. Dia mengikat rambutnya yang tergerai. Kini blezer yang sejak kemarin di kenakan sudah di lepasnya. Gadis itu hanya memakai kemeja lengan pendek dan terlihat lebih santai. Dia mengambil gawainya dan mengirim pesan pada seseorang.[
“Apa kamu tidak tanya papa saya? Saya tidak suka siapapun menjenguk saya saat ini. Lebih baik kamu pulang,” ucapnya dingin. Mata Emily menatapnya dengan berkaca-kaca. Hatinya ternyata tidak sekuat yang dia pikirkan.Emily tidak menjawab apapun. Bagaimanapun, hati lembutnya akan terluka karena tidak terbiasa dengan penolakan. Setelah beberapa saat terdiam dia berdiri dan berjalan tergesa.“Aku ke sini cuma ngasihin titipan mama, dia khawatir mendengar kabar Kak Juna, kecelakaan tapi belum sempat jenguk. Aku pergi kalau emang kedatanganku hanya mengganggu.”Emily mengambil tas dan berjalan tergesa sambil menunduk. Punggung tangannya dipakai untuk menyeka genangan air mata yang tiba-tiba berjatuhan tanpa komando. Dibukanya sekuat tenaga pintu ruangan melampiaskan kekesalan.“Awww!” Suaranya di iringi oleh suara orang terjatuh dan barang pecah. Arjuna menoleh.Terlihat olehnya Bisma dan Emily sedang terduduk di lanta
BAB 36 - Bisma lagiMalam akhirnya menjelang. Srikandi sudah menyelesaikan makan malamnya ketika gawainya beruntun menerima notifikasi pesan masuk. Srikandi baru mengaktifkan lagi gawainya setelah tadi sibuk membantu menyiapkan keperluan Arjuna. Setelah meminum obat, Srikandi membantu memapahnya ke kamar mandi dan menyiapkan handuk kecil dan sabun cair. Setelah selesai membersihkan diri, Srikandi menghubungi suster untuk mengganti perban di tangan bosnya.[Sri, met malem.][Sri, kamu sibuk banget, ya?][Besok siang kita ketemuan makan siang, yuck.][Bales dong Sri, aku berasa ada yang kurang ketika nggak berkomunikasi sama kamu, aku butuh kamu. Kita akan saling berbagi sampai tua nanti, ya!]Srikandi membaca pesan itu, sambil meremas kotak stereoform beserta plastiknya dengan penuh kekesalan. Lelaki tidak tahu diri itu,
Bab 37 - Rebahan“Jun, kok Lu?”“Gue masih hidup, emang keliatan kayak setan?”Arjuna menjawab pertanyaan Bisma dengan jutek. Sementara itu Srikandi membuka pintu belakang mobil dan mendaratkan tubuhnya di sana. Bisma menoleh.“Rute mana dulu, Sri?” tanyanya tanpa menghiraukan Arjuna.“Aku langsung pulang aja, Mas pengen tidur,” ucapnya. Memang terlihat jelas dari wajahnya jika dia kurang tidur.“Ok, tapi ntar sore jadi, ya?” Bisma melirik ke kaca penumpang, mulai melajukan mobilnya.“Okeee.” Srikandi membuat lingkaran antara telunjuk dengan jempolnya sambil tersenyum.Alphard putih itu mulai meninggalkan area parkiran rumah sakit. Setelah memberikan uang selembar sepuluh ribuan kepada penjaga parkir, Bisma melajukakan mobilnya, perlahan membelah keramaian.Tidak ada percakapan yang terjadi, Bisma benar-benar merasa tergan