Share

Sebatang Kara

Rembulan menerjang rombongan orang-orang setelah ia bersusah payah mencari tahu di mana keluarganya dimakamkan. Ia mengayuh sepeda walau bahunya sakit. Sedangkan Anderson mengikutinya sambil berlari, tentu saja tubuh lelaki berambut pirang itu basah keringat.

“Bulan, kau seharusnya beristirahat.” Paman Ahmad memegang tangan keponakannya.

“Bulan ingin mengujungi mereka untuk yang terakhir kali, Paman,” ucapnya perlahan setelah kelelahan.

“Baik, Paman akan menunggumu. Setelah itu kau ikut Paman tinggal di rumah, kau tidak aman tinggal sendirian.”

“Baik, Paman.”

“Dan mungkin kau akan Paman nikahkan, walau bukan bersama Angkasa.” Ahmad mengambil keputusan sendirian. Bulan hanya diam saja sebab belum ada memikirkan apa pun sama sekali.

Di depan lima makam yang baru dibuat dan ternyata masih di halaman rumahnya sendiri, Bulan terduduk sesaat. Ia menangis, tapi tak lupa juga doa-doa dikirimkan. Gadis itu menatap batu nisan dengan bola mata abu-abunya dan berjanji suatu hari nanti akan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status