Untuk menghindari gosip dan berita miring selanjutnya kali ini Terryn agak menjaga jarak dengan Deva di kantor atau ketika mereka sedang ada pekerjaan. Awalnya Deva merasa keberatan tapi dia tidak tega juga melihat istrinya jadi bulan-bulanan gosip. Akhirnya Deva mengalah dan membiarkan kemauan Terryn itu. Meskipun dalam hatinya merasakan tiba-tiba sunyi tanpa celoteh dan kecerewetan Terryn.
Terryn menatap lega layar laptopnya, dia sudah mengirimkan pengajuan beasiswanya ke sebuah universitas di Jerman. Gadis itu hanya butuh sebuah keberuntungan untuk bisa terbang ke sana menuntut ilmu. Dia pun melirik jam dan saatnya bagi Terryn untuk berkutat di dapur menyiapkan makan malam untuk suaminya.
“Yin, kamu mau ikut di mobil besok atau rombongan bus kantor?” tanya Deva sambil menarik kursi makannya. Terryn yang menyendokkan nasi ke piring Deva tampak berpikir sesaat.
“Ikut rombongan kantor aja yaa, Kak. Terryn gak mau ada cerita gosip lagi kalo ikut
Para karyawan Melda’s yang tiba kemarin sudah berkumpul di pendopo mereka pun sudah menikmati sarapan pagi. Karyawan eks De Sign kagum dengan cara bos Melda’s memanjakan karyawan mereka. Kini mereka sedang menunggu pengarahan untuk pekerjaan mereka yang diumumkan oleh Desta. Semua membagi diri setelah mendengar arahan Desta dan menuju kendaraan jemputan mereka masing-masing menuju lokasi. Deva menghampiri Terryn yang sedang memeriksa catatannya serta memasukkan notebooknya ke dalam tas.“Apa kau nyaman berada di sini?” tanya Deva pada istrinya itu. Terryn mendongak dan menoleh ke kanan kiri untuk memastikan tidak ada yang melihat mereka.“Iya, ketika Yin praktek lapangan dulu malah keadaannya jauh lebih sulit dari lokasi yang sekarang.” Terryn tersenyum lebar, dia masih ingat ketika dia kesusahan mendapatkan akomodasi untuk pulang pergi ke lokasi kerja prakteknya Deva membelikannya sebuah motor untuk Terryn. Walaupun di balik m
Terryn memandangi kotak makannya dan ditutupnya kembali dengan pelan-pelan. Bagas memperhatikan gerakan Terryn itu dan meletakkan kotak makanannya juga.“Kalau kamu gak jadi makan aku juga gak makan deh.” Bagas menoleh dan menatap wajah Terryn. Di mata Bagas Terryn semakin cantik dengan polesan alami dengan anak-anak rambutnya yang dimainkan angin. Tangan Bagas hendak terjulur menyentuh wajah Terryn tapi gadis itu menarik dirinya dan menjauh.“Mas Bagas mau ngapain?” Terryn bergeser dari tempat duduknya, dia semakin tidak nyaman dengan gerak gerik Bagas.“Aku tuh udah lama banget naksir sama kamu, Terryn. Jadi pacar aku yaa? Meski aku gak sekaya Deva Danuarta tapi aku bisa membuatmu bahagia.” Bagas semakin mendekati Terryn yang membuatnya merinding ketakutan dan beranjak berdiri hendak meninggalkan tempat itu.“Maaf, Mas, saya gak bisa, hati saya sudah mencintai pria lain.” Tolak Terryn, tangan kanannya meme
Sudah tiga minggu mereka ada di sini pembangunan tidak pernah jeda karena investor dari Thailand itu ingin segera resort dapat segera selesai. Namun, tenggat waktu yang diberikan dalam tempo sekian bulan tidak akan mengurangi kualitas dari bangunan tersebut.Deva tidak pernah main-main dengan proyek yang dipegangnya agar tidak merugikan klien mereka dan dirinya mendapat kepercayaan penuh partner bisnis perusahaannya.Bagi sebagian tim, mereka akan kembali tapi tidak dengan yang lainnya mereka harus di sana hingga selesai. Maka Willy lah yang dipercayakan Deva pada mega resort yang sedang mereka kerjakan itu. Willy akan tinggal bersama tim yang lain sementara Deva dan sebagian tim akan pulang karena Deva akan mengikuti lelang tender lagi.Purnama bersinar dengan sangat indah, Terryn baru saja menyelesaikan laporannya dan ingin mengistirahatkan matanya sejenak. Tak jauh dari losmen ada pantai yang kerap dikunjungi sebagai objek wisata dan langkah Terryn menuju ke sa
Terryn memandangi kotak makannya dan ditutupnya kembali dengan pelan-pelan. Bagas memperhatikan gerakan Terryn itu dan meletakkan kotak makanannya juga.“Kalau kamu gak jadi makan aku juga gak makan deh.” Bagas menoleh dan menatap wajah Terryn. Di mata Bagas Terryn semakin cantik dengan polesan alami dengan anak-anak rambutnya yang dimainkan angin. Tangan Bagas hendak terjulur menyentuh wajah Terryn tapi gadis itu menarik dirinya dan menjauh.“Mas Bagas mau ngapain?” Terryn bergeser dari tempat duduknya, dia semakin tidak nyaman dengan gerak gerik Bagas.“Aku tuh udah lama banget naksir sama kamu, Terryn. Jadi pacar aku yaa? Meski aku gak sekaya Deva Danuarta tapi aku bisa membuatmu bahagia.” Bagas semakin mendekati Terryn yang membuatnya merinding ketakutan dan beranjak berdiri hendak meninggalkan tempat itu.“Maaf, Mas, saya gak bisa, hati saya sudah mencintai pria lain.” Tolak Terryn, tangan kanannya meme
Sudah tiga minggu mereka ada di sini pembangunan tidak pernah jeda karena investor dari Thailand itu ingin segera resort dapat segera selesai. Namun, tenggat waktu yang diberikan dalam tempo sekian bulan tidak akan mengurangi kualitas dari bangunan tersebut.Deva tidak pernah main-main dengan proyek yang dipegangnya agar tidak merugikan klien mereka dan dirinya mendapat kepercayaan penuh partner bisnis perusahaannya.Bagi sebagian tim, mereka akan kembali tapi tidak dengan yang lainnya mereka harus di sana hingga selesai. Maka Willy lah yang dipercayakan Deva pada mega resort yang sedang mereka kerjakan itu. Willy akan tinggal bersama tim yang lain sementara Deva dan sebagian tim akan pulang karena Deva akan mengikuti lelang tender lagi.Purnama bersinar dengan sangat indah, Terryn baru saja menyelesaikan laporannya dan ingin mengistirahatkan matanya sejenak. Tak jauh dari losmen ada pantai yang kerap dikunjungi sebagai objek wisata dan langkah Terryn menuju ke sa
Dian masih mengamati layar ponselnya sambil tersenyum-senyum, dia tidak memperhatikan jalan sehingga menabrak seseorang di depannya. Dian sangat terkejut hingga ponselnya terjatuh, sosok yang ditabraknya sama sekali tidak bergerak untuk membantunya malah menatapnya curiga.Dian segera memungut benda itu dan membersihkannya dari pasir.“Berikan ponselmu, aku ingin lihat apa yang kau rekam di pantai tadi.” Desta mengulurkan tangannya meminta ponsel Dian. Suara dingin Desta yang tidak biasanya membuat sedikit nyali Dian menciut.“Sa-saya gak rekam apa-apa Mas Desta, lagi pula ini ponsel saya, privasi saya kenapa saya harus berikan sama Mas Desta?” gadis itu tampak sangat keberatan Desta mencampuri urusan pribadinya.“Apa yang kau rencanakan pada Terryn, hah?” Desta mencondongkan badannya agak maju mendekat pada Dian, gadis itu pun mundur. Tenggorokannya mendadak terasa kering, beberapa kali ia harus menelan ludah kar
Terryn, Desta dan Deva duduk bertiga dalam kamar losmen Deva yang luas. Suara pendingin udara terdengar agak kasar dan menemani kebisuan ketiganya. Di waktu yang sama Bagas dan Willy menghilang. Willy beralasan ke kota untuk menjenguk ibunya yang mendadak masuk rumah sakit.Bagas sama sekali tidak bisa dihubungi, dia menghilang ketika jam makan siang. Mereka bertiga sengaja pulang lebih cepat agar bisa membahas masalah bangunan ini dengan lebih privasi dan tenang.“Menurut pengakuan mandor cottage utara, rancangan ini diberikan oleh Willy sendiri tapi, Va, aku gak percaya Willy berkhianat seperti itu. Kita udah sama-sama sejak semester awal masuk kampus lho. Suka duka Melda’s kita bertiga tanggung sama-sama.” Desta menghela napas, dia berjalan menuju kulkas mini di sudut kamar dan mengambil sekaleng minuman soda.“Aku juga mikirnya gitu Des, mana mungkin Willy berkhianat sama kita. Aku curiganya sama si kutu kupret Bagas ini.” Deva
Deva mengirimkan pesan singkat pada Desta yang tadi masih ada di kamar Deva. Dia meminta Desta untuk menghubungi polisi dan ketika sahabatnya itu menerima lokasi yang akan dibagikan Deva sesampainya mereka menemukan Terryn dan Bagas.Deva sangat khawatir, jika dulu dia berusaha menenangkan tuan Rama saat istrinya diculik kini gilirannya merasakan kecemasan luar biasa yang sama. Entah apa yang akan diinginkan Bagas nanti atas penculikan Terryn ini.Willy memacu motornya karena dia bisa melihat mobil Bagas dan yakin jika dia tidak akan kehilangan jejak laki-laki itu. Wajah Willy pun sama cemasnya, sekilas matanya berkabut dengan suatu perasaan yang meremas dadanya.“Va! Lu liat mobil biru di depan sana? Itu mobil Bagas, mudah-mudahan kita gak kena lampu merah supaya bisa terkejar!” seru Willy dengan setengah berteriak agar Deva mendengarnya. Deva menjulurkan kepalanya dan dia juga bisa melihat sebuah sedan berwarna biru melaju dengan kencang menyalip k