Aira kini tengah berada di ruang makan bersama sang ibu dan sang ayah untuk menikmati santap pagi bersama. Beberapa hari ini terasa menyenangkan sekali baginya karena ia merasa hubungannya dengan Saga semakin dekat. Terlihat dari sikap Saga yang sejauh ini selalu bersikap baik dan sudah mau bercerita banyak hal. Lidia senang sekali melihat kebahagian yang terpancar dari wajah buah hatinya itu. "Gimana sama Saga? Lancar ya?"Aira coba tahan senyum. Hanya saja semua sudah terlihat jelas betapa kebahagian yang ia rasakan ini karena Saga. "Ya, lumayan Mi. Saga udah mau ngomong banyak ke aku. Tadinya kan dia cuek banget. Susah buat diajak ngomong."Tuan Har menatap ke arah sang istri. Di dalam hatinya merasa senang juga karena putri semata wayangnya yang terlihat begitu bahagia. "Bagus deh kalau gitu. jadi pernikahan kalian bisa dipercepat. Papi pingin gendong cucu."Mendengar ucapan sang suami membuat Lidia juga bersemangat karena ia ingin memiliki cucu juga. Hanya saja hal yang sebalikn
Malam hari Reres tengah merebahkan tubuhnya yang lelah. Sementara Saga kini sibuk dengan Aira, sejak sore tadi. Pulang daru kantor, ia masih menghabiskan waktu dengan Aira. Kali ini lebih lama, sesuai dengan perjanjiannya dengan Reres kalau ia akan menuruti permintaan Aira. Setiap harinya jadi semakin cepat lelah, seolah semua tenaganya terserap. Tak bisa terlalu aktif lagi, jadi sering mual. Kalau seperti ini terus, Saga sepertinya akan mengetahui kehamilannya. Reres kini tengah sibuk membaca artikel kehamilan, juga aneka tulisan mengenai kelahiran. Rasanya menyenangkan membayangkan ketika si kembar nanti lahir. Akan seperti apa? Seperti Saga atau dirinya? jadi senang sendiri dan gemas membayangkan itu.Saat itu pintu terbuka, Saga. "Hai,' sapanya.Reres terkejut karena Saga sudah mandi dan berganti pakaian. Pria itu kini menutup pintu dan menguncinya, lalu berjalan mendekati Reres dan duduk di tepian tempat tidur. Tepat di samping gadis itu. "Kok ditutup?" tanya Reres.Saga pinda
Sabtu pagi ini Reres sudah rapi. Hari ini akan menuju panti asuhan seperti biasanya. Sudah cukup lama beres tak datang ke sana. Belakangan hanya mengirimkan uang melalui rekening ke ibu panti dan itu jelas membuat ia rindu berbagi secara langsung. Setelah berpakaian rapi ia kemudian berniat membangunkan Saga seperti biasanya, pekerjaan yang memang telah menjadi kewajibannya. Membawa pakaian bersih dari lantai bawah, kemudian menatanya di lemari. Ia membiarkan sahabatnya itu tertidur setelah semalam Reres membuat Saga kebingungan setengah mati karena tiba-tiba saja menangis. Setelah selesai membereskan pakaian, Reres kemudian berjalan mendekati Saga, duduk di sisi tempat tidur dan membangunkan sahabatnya itu. Reres membuka selimut Saga, kemudian menepuk pelan pipi Saga. "Ga, bangun yuk." Suara Reres itu bagai alarm buat Saga. Mendengar sekali saja sudah pasti ia akan terbangun dan segera membuka matanya. "Bangun Yuk, udah pagi ini. Bentar lagi sarapan sama Ibu Nindi sama Eyang Ayu.
Sebelum ke panti asuhan seperti biasanya, Reres membeli aneka Snack di mini market, membeli beberapa hadiah di toko mainan, juga memesan aneka sembako yang berada tak jauh dari panti. Hari ini memberikan sembako untuk 3 panti asuhan dan seperti biasa Panti Asuhan Welas Asih, tempat ia biasa memberi dan berinteraksi langsung. Tentu saja selama semua kegiatan, Saga mengikuti, memerhatikan, mengamati. Reres jadi semakin menawan, bahkan tak masalah melihat ia bersama Haris dan memilih ini dan itu. Saga merasa tak ada hati untuk Haris. Semua yang Reres lakukan berdasarkan perasaan sebagai teman saja. Lihat Reres memilih mainan, mengamati sesuatu, berbicara dengan penjual, semua buat Saga terpesona. Karena kemarin-kemarin hanya bisa lihat Reres di rumah, mengurusnya. Kini lihat Reres seperti ini berbeda sekali. Ramah, terlihat perhatian, interaksi dengan orang lain tan yang luwes. Saga sengaja hanya mengamati. Suka melihat gadis kesayangannya seperti ini. Reres sesekali mengamati Saga, m
Haris masuk ke dalam rumah dengan gontai. Ia kemudian duduk dengan malas di sofa ruang depan. Lalu Ais berjalan mendekat melihat sang putra yang terlihat lesu. Ia menepuk punggung Haris seraya menatap ke arah putranya itu."Kenapa kamu lemes gitu?" tanya Ais.Haris menatap sang ibu sambil tersenyum. "Haris sepertinya gagal masuk ke dalam hati perempuan yang Haris sayang Bu."Ais menghela napas, kemudian tersenyum pada putranya itu. "Belum jodoh Ris. Namanya jodoh itu ada di tangan Tuhan. Dan kamu juga enggak bisa memaksakan perasaan kamu. Tapi, kalau memang dia jodoh kamu, kalian tetap akan bertemu, lalu bersama-sama. Tuhan sering kali punya rencana yang unik untuk setiap hambanya. tantu saja yang terbaik."Haris menganggukan kepalanya setuju dengan apa yang dikatakan oleh sang ibu. Masih sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Reres. Pria itu kemudian bersandar pada badan sofa, seraya memijat pangkal tulang hidungnya. Sementara saat ini Reres tengah berada di kamar Saga. Set
"Yey! Saga keren!" Reres bersorak saat mobil itu terhenti tepat di pinggir pantai. Sementara Saga merebahkan kepalanya ke kemudi mobil. Tangannya bergetar hebat, jantungnya berdetak cepat, bahkan keringat menetes dari keningnya. Takut, takut sekali kalau ada sesuatu yang buruk terjadi. Meski jelas ia kini telah berhasil membawa gadis yang ia sayangi dengan selamat. Reres menoleh, ia mendekati Saga lalu mengusap-usap punggung pria itu. napas saga terengah sejak perjalanan tadi ia coba mengendalikan kepanikannya. Takut kalau panik sesuatu yang tak ia inginkan terjadi. "Ga? Okay?"Saga menoleh ke arah Reres, kesal, menatap dengan marah. "Kalau sesuatu terjadi sama lo, gue enggak bakal maafin diri gue seumur hidup! Please jangan minta macem-macem gini. Lo enggak tau gimana dan apa yang gu--"Reres mencium bibir Saga, kemudian melepaskan dan memegangi wajah Saga. "Saga bisa kok. Lihat, kita sampai di sini dan baik-baik aja. Hmm?"Tubuh Saga yang tegang seketika meleyot saat Reres melepa
Terdengar suara Reres dari balik telepon. Gadis itu masih menyalakan ponselnya. Mendnegar suar wanita yang begitu ia sayangi membuat Saga merasa sedikit lega. "Res, oh God thanks. Kamu bakal balik 'kan?" tanya pria itu."Ga, aku pernah bilang 'kan? Kalau aku mau punya kehidupan sendiri." jawab Reres mencoba untuk membuat Saga bisa menerima keputusannya. Saga mengacak rambutnya, frustrasi. "Boleh pergi Love, silahkan. Kamu boleh kemanapun kamu mau. Tapi .., kembali ke aku ya? Hmm?"Saga masih berharap kalau Reres akan kembali. Tak peduli kapan dan entah berapa lama. Asalkan tujuan pulangnya adalah bersama dirinya, Saga tak masalah. Saga akan menunggu sampai gadis itu mau untuk kembali bersama dirinya. "Sorry Ga," sahut Reres meminta maaf karena tak mungkin baginya untuk kembali."Res, please, please, aku mohon. Hmm? Res, mau apa? Mau sama haris? Hmm? Enggak apa-apa kamu sama siapa. Enggak masalah kamu jatuh hati sama siapa. Asal tetap sama aku, ya? Aku enggak akan maksa perasaan aku
Haris tengah bersiap untuk berangkat bekerja. Kemarin ia tak memiliki bnayak pekerjaan karena Saga yang tak masuk kerja. Semalam juga coba terus menghubungi Reres, hanya saja nomer telepon gadis itu tak aktif. Haris cemas, takut sesuatu terjadi. Akhirnya semalam menghampiri rumah Saga dan terkejut setelah mendapatkan kabar kalau Reres ternyata tak lagi berada di sana.Haris tak mengetahui apapun tentang hubungan keduanya. Dan agaknya ia mulai sibuk memikirkan apa yang terjadi saat ini antara Reres dan Saga. Namun, sampai saat ini, pria itu tak pernah memikirkan sejauh apa hubungan di antara keduanya selain sebagai sahabat dekat yang sudah mengenal sejak kecil. Saat itu ponsel Haris berdering. Panggilan dari Reres, tentu saja dengan cepat ia menerima panggilan tersebut."Res? Kamu ada di mana?" Haris bertanya dengan cepat karena terlalu cemas."Mas, aku nggak bisa kasih tahu aku gimana. Aku titip Saga ya, aku mungkin nggak akan kembali. Atau mungkin akan kembali dengan bawa sebuah ke