Seringai pria itu makin melebar ketika melihat wajah Esther tersentak dan bersemu merah. “Y—ya? Err … m—maksudku tidak begitu, tapi …ugh!” Dia menghela napas frustasi dan diam beberapa saat seolah sedang mengumpulkan kata-kata dikepalanya. Kelihatannya dia cukup jengkel lantaran dia tiba-tiba jadi gagap sendiri. “Jika kau tidak keberatan,” pungkas gadis itu pada akhirnya, terlihat agak malu-malu.Jika mengabaikan cara berpenampilan Esther, Gaara sebetulnya suka padanya karena semakin berinteraksi dia punya sisi yang … lucu? Dia memang kalah dari Elise Northway. Pembawaannya juga tidak sebersinar Nelsy sang bintang kampus. Tetapi Esther punya sesuatu yang membuat atensi Gaara terhadapnya selalu utuh.Dia suka ketika melihat bibir gadis itu bergerak ketika bicara dan gugup sendiri apalagi ketika dia gelisah. Dia bahkan menemukan dirinya turn on hanya karena menyadari gadis itu kerap membasahi bibirnya setelah menggigitnya sendiri. Seperti dia sedang mengundang Gaara untuk mencicipi bibi
Gaara mengangkat bahu. “Lalu kau sendiri bagaimana?”“Apanya yang bagaimana?” sahut Esther tidak mengerti.Gaara memutar mata mendengar jawaban gadis itu. “Hobimu.”Esther sejujurnya tidak menduga bahwa celetukan pertamanya akan benar-benar menghasilkan sebuah konversasi dua arah seperti ini. Dia bahkan tidak sama sekali berpikir bahwa Gaara akan kembali bertanya. Tetapi setitik harapan setidaknya tumbuh berkat itu, sebab sepertinya laki-laki itu menunjukan adanya sedikit ketertarikan pada pembicaraan iseng ini atau mungkin ini caranya menghargai.“Aku suka masak,” sahut Esther mengingat kegiatan yang membuat dirinya senang. Ada beberapa memang, tetapi akhir-akhir ini dia kerap kehilangan selera untuk melakukannya. “Aku juga suka seni …”Sepertinya gadis ini tipikal anak yang dicekoki banyak hal oleh orangtuanya sejak masih belia, pikir Gaara.“Ah … dan kurasa aku juga suka berenang. Sebenarnya lebih kepada aku suka dengan air,” tambah Esther lagi sambil tersenyum lemah. Untuk yang te
“Kau bilang ide yang bagus kan sebelumnya? Jadi ayo kerumahku dan berenang,” ujar pria itu lagi dengan santai.Esther hanya bisa menganga, dia menatap langit yang sudah mulai berubah warna menjadi oranye di luar sana. “Aku memang bilang kalau itu ide yang bagus, tapi bukan berarti aku mau berenang sekarang juga.”“Besok kan kau tidak ada kelas,” sahut pria itu singkat, yang sekali lagi membuat Esther hanya bisa mengerjapkan matanya.Bagaimana dia tahu soal itu?Namun sebelum dia bisa mengeluarkan suaranya lagi untuk protes, mereka sudah masuk ke dalam gerbang kediaman keluarga Maxwell yang megah. Mau menolak atau kabur juga rasanya percuma, toh laki-laki itu yang memegang setir mobilnya sekarang. Belum lagi dia jadi ingat perkataan si paman montir soal Gaara yang pemaksa. Sudah jelas keputusan pria itu menjadi sesuatu yang sifatnya mutlak.Gaara keluar lebih dulu dari mobilnya, sementara Esther masih sibuk melepas sabuk pengaman. Esther pikir laki-laki itu akan meninggalkannya, tetapi
Sebelum Esther bisa mengatakan balasan apa pun, tiba-tiba saja bibir Gaara sudah lebih dulu membungkam bibirnya. Dia pun tenggelam di dalam ciuman panas menggelora yang di penuhi oleh gairah. Esther mengerang saat lidah Gaara memaksa untuk membuka bibirnya. Tangan pria itu bahkan serta merta menurunkan pakaian renang yang dikenakan olehnya. Sambil terus saja mencumbu Esther, jari-jarinya yang sudah terlatih membelai puncak dadanya. Perut Esther secara refleks langsung menegang tatkala dia menerima sentuhan dari Gaara. Erangan keluar dari mulutnya tanpa bisa dia cegah, meskipun mulutnya masih dibungkam oleh Gaara.Esther sedikit lega ketika jemari pria itu mulai meninggalkan bagian dadanya, tetapi kelegaan itu tidak berlangsung lama lantaran Esther merasakan jari-jari yang sama membelai pangkal pahanya. Kedua mata Esther kontan terbuka dan dia tersadarkan bahwa ini sudah lebih jauh dari pada batas yang bisa dia toleransi.Kedua tangan gadis itu secara refleks langsung mendorong Gaara u
“Sialan!” Gaara tiba-tiba terjaga dari tidurnya. Dada pemuda itu naik turun dengan cepat dengan napas yang tersenggal. Kaosnya basah oleh keringat dan secara spontan langsung melemparkan selimutnya beserta membuka kaos yang dia kenakan untuk kemudian dia lemparkan secara sembarangan.Setelah mendapatkan ketenangannya kembali, Gaara lantas segera menuju ke laci lemari di dekat closet pakaiannya. Mengeluarkan sebuah kotak dan dibawanya kotak tersebut ke jendela besar yang sengaja tirainya tidak dia tutup. Dari kotak itu dia mengeluarkan ganja dan melintingnya menjadi rokok. Dengan pematik yang sudah tersedia dia kemudian membakar ujungnya dan menghisap benda itu secara mendalam.Ini adalah malam kedua Gaara mengalami mimpi buruk yang memutar memori masa kecilnya. Dan jika sudah seperti ini dia akan menggunakan jalan pintas untuk menghilangkan seluruh rasa yang terbawa dari mimpi itu menggunakan hisapan rokoknya. Setidaknya itu lebih baik ketimbang menjadi gila karena rasa bersalah.Dia
Awal Minggu tidak pernah menjadi hari yang baik bagi semua orang. Hal itu juga berlaku untuk Esther yang paling malas menjalani harinya di kampus pada Senin pagi. Tubuh gadis itu masih melingkar dalam selimut, menolak untuk melepaskan kehangatannya barang sejenak. Dari semua suara-suara di luar kediamannya, dia tahu sebagian tetangganya mungkin telah memulai aktivitas. Dia pun seharusnya begitu, karena dia punya kelas pagi, hari ini.Tapi Demi Tuhan! Esther sangat ingin bolos hari itu.Semuanya makin rumit dan memenuhi kepala sampai dia mendengar seseorang mengetuk pintu. Esther bergegas turun dari ranjang dan membasuh mukanya dengan air sebelum bertatap muka dengan siapa pun pelakunya. Agak mengherankan sebab dia tidak pernah disatroni siapa pun di pagi hari.“Paket,” seru orang tersebut dari luar.“Ya, sebentar,” sahut Esther yang langsung membuka pintu untuk bertatap muka dengan sang kurir yang telah menyambutnya dengan senyum hangat beserta sebuah buket bunga ditangannya.“Esther
“Ya, karena dibuat oleh tangan professional.”Gaara menyeringai mendengarnya. Gadis itu cukup berani, dan to the point. Sepertinya dia baru saja melakukan yang benar. Perempuan ini suka bunga, dan pengetahuannya sebagai pria gentleman membantunya sedikit walaupun tidak cukup untuk meredakan kemarahan gadis ini.“Lalu kau tidak berterima kasih?”“Aku tidak minta diberi bunga.”Gaara merasa dirinya seakan-akan terhipnotis. Ketajaman mata gadis itu dan pembawaannya yang penuh dengan amarah entah kenapa terlihat dua kali lipat jauh lebih seksi. Itu terlihat lebih baik dari pada sebuah senyuman menggoda yang biasa Gaara terima dari gadis-gadis lain. Sesuatu seperti itu jarang dia terima dari orang lain.Mestinya dia merasa terganggu atau paling tidak marah karena diperlakukan seperti ini. Tetapi kenyataannya Gaara malah terdorong untuk merengkuh gadis itu dan memberinya sebuah ciuman penuh gairah. Tapi tentu saja dia tidak segila itu, dan masih bisa menahan dirinya. Dia tahu betul bahwa ha
“Kenapa kau menyeretku dalam hal ini?” protes Esther untuk kesekian kalinya.Saat ini mereka sudah berada di dalam Range Rover-nya Gaara yang sudah melaju di jalan raya, dan rasanya sudah sangat terlambat baginya untuk terus menerus memprotes apa yang Gaara perbuat. Esther tidak tahu kemana pria itu akan membawanya, tetapi jelas di lubuk hatinya bila pria itu bermaksud untuk membawanya ke tempat yang mencurigakan Esther bersumpah akan menghadiahi pria itu satu bogem mentah di wajahnya dan menendang tulang keringnya hingga geser.“Tidak bisakah kau terima kenyataan saja kalau aku hanya ingin bolos bersamamu hari ini?”Esther langsung bungkam, tetapi sekarang yang jadi kegelisahannya adalah ayahnya. Dia terlalu takut untuk menebak bagaimana reaksi ayahnya jika sampai tahu putri sulungnya berbuat aneh-aneh macam bolos kuliah dengan seorang berandalan macam Gaara Maxwell.“Berhentilah terus melirik ke layar handphonemu! Itu mengesalkan! Kau membuatku gila!” Akibat terlalu fokus pada Esthe