Perjalanan mereka kembali ke kampus lebih banyak diisi oleh kebisuan. Gaara menyetir dalam diam, pun juga dengan Esther yang lebih memilih bungkam sambil mengawasi pemandangan di luar kaca mobil dengan ekspresi wajah yang muram. Karena tidak ada percakapan sama sekali, entah mengapa perjalanan kali ini terasa jadi jauh lebih lama daripada yang sebelumnya.Tetapi untung saja, dengan kepiawaian Gaara dalam berkendara mereka kini telah sampai di parkiran kampus. Esther segera turun dari mobil dan memberikan pria itu sebuah salam terakhir.“Terima kasih,” katanya dengan suara pelan sambil membawa tubuhnya menjauh. Dia memang sengaja tidak ingin berlama-lama dan tidak mau banyak berinteraksi dengan Gaara. Dia tidak mau tahu apa yang pria itu katakan sebagai jawabannya. Tetapi …“Hei Esther!”Esther mau tidak mau menghentikan langkahnya tatkala mendengar namanya dipanggil dari arah belakang. Dia mendapati Gaara yang berlari kecil mendekat padanya dengan ekspresi wajah yang tidak mudah diteb
Satu hal yang dipastikan akan terjadi adalah Gaara sudah pasti akan murka terhadapnya. Dan Esther merasa bahwa bila kemarahan telah mendominasi pria itu maka dia tidak akan ragu-ragu untuk melakukan apa saja, sama seperti cerita yang pria itu bagi padanya saat di taman kota. Tentang bagaimana dia mengirim kakak tingkat yang menipunya ke rumah sakit. Esther rasa nasib serupa akan dia dapatkan bila si Vinson bajingan ini tiba-tiba saja buka mulut. Tubuh gadis itu mendadak merinding karena pemikirannya sendiri.“Kalau kau memberitahu dia perjanjian kita batal.”“Oh? Jadi kau sangat peduli terhadap pendapat Gaara juga ya? Aku kira kau sama kejamnya seperti sepupumu.” Vinson mengucapkan kata terakhirnya dengan penuh nada kebencian. Sudah bukan rahasia umum bahwa Elson dan Vinson adalah musuh bebuyutan. Mereka tidak pernah akur, dan Esther tahu kebencian yang mereka miliki untuk masing-masing. “Tapi karena kau tidak sama dengan sepupumu, maka aku akan memberimu sedikit keringanan. Permainan
Esther menyipitkan kedua matanya, rasanya agak aneh saat ayahnya mengajak keluar untuk sekadar makan malam dan yang membuat kecurigaannya makin meningkat levelnya adalah fakta bahwa sang ayah ingin membawa Esther untuk makan malam bersama seorang kolega. Lagipula keberadaan Esther tidak diperlukan bila hanya untuk makan malam bisnis. Esther mencium sesuatu yang tidak beres dari itu.“Aku harap ini bukan salah satu usaha Ayah untuk menjodohkanku lagi seperti saat itu. Ayah tahu betul kalau aku belum tertarik untuk menikah,” ungkap Esther diplomatis.Dia masih cukup mengingat kesan pertamanya saat ikut makan malam bersama sang ayah saat masih SMA dan bisa dibilang itu adalah pengalaman yang agak traumatis untuknya.“Kenapa kau bisa langsung menyimpulkan begitu? tapi ya, Ayah dengar anak dari kolega bisnis ayah ini seumuran denganmu, dia laki-laki dan kalian kuliah di kampus yang sama. Jadi kami bermaksud untuk saling memperkenalkan anak kami berdua dalam acara makan malam tersebut.”Est
Sepasang mata Esther langsung menajam secara otomatis, buat gadis itu apa yang Gaara lakukan sekarang sudah terlanjur menyentuh hal yang tidak seharusnya pria itu ketahui. Dia telah melewati batasnya sebagai seorang kenalan. Lagipula Gaara tidak punya hak untuk tahu terlalu banyak. Mau Esther berkendara ke kampus atau tidak itu bukan ranahnya untuk dia bicara. Terlebih pria itu juga malah menyeruak kenangan yang terbilang sensitif bagi Esther. Gadis itu paling tidak suka ketika seseorang mengingatkan dia tentang kejadian yang menghancurkan hatinya tersebut.“Terus terang aku tersanjung dengan kepedulianmu yang entah datang dari mana itu, tetapi aku sama sekali tidak melihat adanya keuntungan yang bisa kau dapatkan dari jawabanku.”Gaara tidak langsung mundur, pria itu malah membalas pandangan mata gadis itu dengan tatapan yang sama tajamnya. “Aku hanya sedang mencoba menjadi lebih baik padamu, Esther,” sahutnya dengan sedikit mendesis. Apa pula yang gadis itu lakukan sekarang? Disini
Gaara melempar atasan yang dia kenakan ke lantai sebelum melemparkan dirinya yang bertelanjang dada ke atas ranjang dengan lengan menutup mata. “Perempuan sialan …,” ujarnya mengumpat pada udara yang ada di sekitarnya.Gaara teramat benci atas fakta bahwa perempuan itu berhasil membuat perasaannya menjadi kacau balau seperti ini. Sebelum ini tidak ada yang bisa membuatnya merasakan perasaan seperti ini kecuali ibunya. Semua kejadian di kampus berputar ulang secara otomatis, dan hal itu membuat moodnya berubah seratus delapan puluh derajat sore ini.Dia tidak tahu apa yang salah dengan pertemuan mereka. Awalnya mereka bisa bersikap seperti biasa, tapi tiba-tiba saja perempuan itu berubah defensif seakan-akan Gaara akan melakukan hal buruk terhadapnya. Belum pernah ada perempuan yang berani bersikap demikian kepadanya, sehingga sekali lagi dia merasa Esther baru saja menginjak harga dirinya. Mengingat ekspresi wajah Esther yang menantang membuat darah Gaara kontan mendidih dengan sendir
“Lupakan soal dia,” ungkap Gaara tiba-tiba. Esther Rodrigo, hanya menambah penat beban pikirannya saja dan dia tidak mau menebak-nebak kerumitan gadis itu yang sudah seperti labirin buatnya. Jika terus dipikirkan yang ada dia merasa makin tersesat. “Apa sebenarnya tujuanmu datang kemari, Amber?”“Oh iya, aku benar-benar hampir lupa!” Amber bersertu sambil menepuk dahinya sendiri. Kemudian dia terkekeh sendiri, membuat Gaara bingung dengan hal lucu macam apa yang perempuan itu tertawakan. “Untung kau ingatkan, kalau tidak bisa berabe.” Wanita itu kemudian berdiri dari kursinya dan berjalan ke arah kloset pakaian adik bungsunya, memilah sesuatu dari sana dengan menggeser-geser isinya. “Kau harus bersiap dan memakai setelan terbaikmu untuk makan malam kita hari ini.”“Kenapa?”“Ayah bilang dia punya janji dengan teman lamanya tempo hari, dan dia ingin mengajak serta anaknya untuk bertemu dengan orang itu lagi. Katanya adu kebanggaan, childish sekali bukan ayah kita?”“Memang.” Salah satu
“Grace?”Dimasa lalu, saat Gara pertama kali menginjakan kakinya selepas SMA di Australia dan masuk ke kampus. Saat itu pula dia langsung menjadi pusat perhatian semua mahasiswi disana. Tetapi hanya satu orang gadis saja yang berhasil membuat hatinya tertambat.Dan dari semua kemungkinan dia tidak mengira bahwa gadis dari masa lalu itu kini tengah duduk disampingnya dalam rangka acara makan malam keluarga. Kalau takdir itu manusia yang membuatnya, sudah pasti Gaara tidak akan mau berada disini. Tetapi apa mau dikata, ini diluar pengetahuannya sebagai seorang manusia yang memiliki keterbatasan.“Aku masih tidak percaya kalau ternyata Ibuku punya relasi sebagai rekan kerja dengan ayahmu,” tutur gadis itu setelah mereka mulai makan malam.“Ya, mungkin kalau dulu kau memberitahu ibumu tentang hubungan kita, situasi ini tidak akan jadi sesuatu yang mengejutkan,” sahut Gaara acuh tidak acuh.Meskipun penampilan luarnya terlihat seperti model yang baru keluar dari sampul depan majalah fashio
Sejak kecil Esther dididik bukan untuk menjadi seorang wanita yang ekspresif, dia dilatih sedemikian rupa untuk dapat menjaga mimik wajah dan mengatur ekspresi saat sedang bercengkrama. Makanya tidak heran, ketika dia mengenali pasangan yang ditunjuk oleh Derek adalah salah satu orang yang dia kenal di kampus, secepat kilat Esther mencoba bersikap setenang mungkin. Berbeda dengan Derek yang langsung menghampiri mereka, Esther justru menggunakan moment tersebut untuk kabur dari sana. Keberadaannya yang terlalu menarik perhatian karena pakaian yang dia kenakan pasti akan cepat di sadari oleh Gaara. Jadi Esther memutuskan untuk pergi ke toilet wanita alih-alih pergi ke bar sesuai dengan pesan sang ayah kepadanya saat memutuskan pergi bersama Derek.Esther menarik napas dalam-dalam, dia tahu akan sangat bodoh bila dia pergi ke bar begitu saja tanpa Derek. Orangtua mereka pasti akan bertanya soal keberadaan pemuda itu, dan Esther malas sekali ditanyai.Selepas keluar dari toilet dan melepa