"Shi Fu."Zhuge Yue mengangkat wajah. Wajah seputih salju itu selalu terlihat tenang, dan kadang-kadang menyebalkan. Anehnya, Nona muda dari keluarga bangsawan, atau keluarga pejabat, banyak sekali yang menggandrungi Zhuge Yue. Lain halnya dengan Ming Yuan yang saat ini menganggap Zhuge Yue sebagai Gurunya meski gadis kecil itu menyadari Gurunya teramat tampan."Apa yang Shi Fu lakukan?" Sekarang gadis kecil itu berangsur duduk lantas bersandar pada punggung dipannya. Bola matanya sudah tidak begitu sayu lagi tapi rona merah di pipinya masih terlihat jelas.Kalau dari suara gadis kecil itu, harusnya ia sudah tidak mabuk. Hebat sekali. Mabuknya cepat, mereda nya juga cepat. Benar-benar murid Zhuge Yue."Mencuci piring." Ketus balasan Zhuge Yue.Ming Yuan terkekeh seraya menutup mulutnya dengan sebelah tangan. Jelas Zhuge Yue menjawab ngasal. Pasalnya di depan mata kepala Ming Yuan, terlihat jelas Zhuge Yue tengah membakar dupa tapi ia masih bertanya sok tidak tahu."Shi Fu, soal tangan
Jenderal Song Wei mengumpulkan seluruh penghuni kediamannya termasuk Yin Ran sendiri."Siapa yang menyebarkan rumor gila itu?" Satu yang Jenderal Song Wei tanyakan, sambil menatap mereka satu persatu secara marah. Dan hingga detik ini, tak satupun dari mereka memberi jawaban, melainkan tertunduk dalam sampai-sampai dagu mereka seolah ingin bersinggungan dada sendiri."Apa kalian tuli?" Kemarahan Jenderal Song Wei semakin jelas. Urat-urat di keningnya tampak menonjol, diikuti tatapan tajam bak singa siap menerkam mangsa.Jenderal Song Wei lantas mengambil golok panjang miliknya, yang bertahun-tahun lamanya selalu berhasil memisahkan kepala dengan tubuh, tangan dengan tubuh, kaki dengan tubuh bahkan jantung dari dada.Membayangkan darah dan anyir itu, mereka bergidik ngeri. Dan tentunya, mereka enggan menjadi korban selanjutnya. Maka dari itu, salah satu dari mereka, tak lain adalah Yin Ran sendiri, pun membuka mulut tapi tampaknya ia ragu-ragu.Jenderal Song Wei menyadari gelagat Yin
Bak sekelebat cahaya membelah dinginnya malam, membelah kabut tidak tipis tapi juga tidak pekat. Kemudian berakhir menerobos kediaman Zhuge Yue, lantas sampailah ia di kamar pribadi miliknya yang hangat tapi hawa dingin sesekali menghampiri.Gadis kecil itu berdiri tegak. Nafasnya terdengar normal. Ia dengan serius memperhatikan Zhuge Yue, yang selarut malam ini masih terjaga, bahkan pada bola matanya tidak tampak rasa kantuk, juga bahkan selarut malam ini, ia masih sanggup menikmati teh oolong.Teh oolong itu dituang hampir memenuhi cawan. Tuangan yang kesekian kalinya itu kemudian diteguk habis sekaligus, diikuti helaan nafas tenang serta pandangan terangkat sebagai isyarat. Punggung Ming Yuan menegak. "Lapor, Shi Fu! Misi selesai dan aman!"Zhuge Yue membalas, "Hum, pergilah.""Baik, Shi Fu!" Ming Yuan balik badan meninggalkan kamar pria yang menjadi penyelamat, sekaligus Gurunya itu. Ia pergi ke kamarnya sendiri, ia menanggalkan pakaian serba hitam yang entah sudah berapa shichen
Pertemuan dibubarkan. Para Prajurit kembali ke titik tugas masing-masing, dan ada pula yang kembali ke camp karena belum waktunya bertugas. Sepanjang perjalanan, bahkan sampai di lokasi berjaga, mereka terus membicarakan tentang kemarahan Kaisar.Menurut mereka, Kaisar hari ini sedang sensitif. Menurut mereka pula, Kaisar tidak mungkin sampai mengambil keputusan sejauh ini kalau masalahnya tidak kecil."Gaji kita setiap bulan hanya satu tael perak, jika itu dikoinkan setara dengan dua puluh atau dua puluh lima koin. Bagaimana nanti, kalau gaji kita benar-benar dipotong?" Pikir salah seorang Prajurit, diikuti bisik membisik Prajurit lain.Drap drap drapDerap kuda memecah. Mereka seketika menutup mulut, mereka seketika berpura-pura melihat ke arah lain dan ketika penunggang kuda itu melintas, mereka menundukan kepala tanda menghormati senior.Senior itu tak lain pastilah Jenderal Song Wei. Dengan sepasang mata tajam bagai elang nya, Jenderal dapat menemukan ekspresi mereka yang berbeda
Hari ke-30, musim gugur. Jamuan makan ala Kekaisaran telah dilangsungkan. Para tamu berdatangan, memasuki aula utama lalu mereka dibimbing duduk pada tempat-tempat yang telah disediakan. Para pejabat rata-rata mendapat barisan kedua, sedang pada barisan pertama diisi Pangeran, Tuan Putri, Keponakan Kaisar, Jenderal, Komandan, Menteri senior.Setelah seluruh kursi terisi penuh. Kaisar dan Ratu HongYe memasuki aula melalui pintu samping dikawal Kasim Li.Sebelum Kaisar dan Ratu HongYe duduk pada singgasananya, seluruh hadirin berdiri, membungkuk memberi hormat terkecuali Zhuge Yue."Kami memberi salam pada Paduka, kami memberi salam pada Yang Mulia Ratu. Semoga Paduka panjang umur, semoga Yang Mulia Ratu panjang umur. Semoga Paduka bahagia, semoga Yang Mulia Ratu bahagia."Kaisar duduk, disusul Ratu HongYe. Arah pandang mereka lantas tertuju pada Zhuge Yue yang tenang dan santai.Kaisar tidak marah, berbeda dengan Ratu HongYe yang merasa terluka harga dirinya, karena Zhuge Yue tidak m
Pertanyaan Perdana Menteri Keadilan tidak Zhuge Yue hiraukan. Pria itu dengan tenangnya meneguk arak lalu mencicip tumis kacang panjang buatan juru masak istana.Menurut Zhuge Yue rasa masakan kacang panjang itu hambar. Ia menyingkirkannya, dan mengambil makanan lain seperti daging ayam cincang juga daging daging ayam potong dadu campur potongan wortel dan brokoli.Perdana Menteri sangat memahami karakter Zhuge Yue. Toh, pria itu salah satu yang mendukungnya membalaskan dendam meski ia tidak ikut andil dalam perihal apapun, terkecuali Pasukan besar yang mungkin suatu saat akan diserahkan pada Zhuge Yue."Pangeran."Selain Perdana Menteri Keadilan, istrinya pula ikut menyapa Zhuge Yue. Kali ini, barulah Zhuge Yue menoleh sekaligus tersenyum hangat, mengingat istri dari Perdana Menteri Keadilan merupakan satu-satunya wanita yang sudi menolong Zhuge Yue kala ia kelaparan di usia tujuh atau delapan tahun. "Bibi." Zhuge Yue menyebutnya Bibi.Nyonya Menteri Keadilan mengeluarkan sesuatu da
Sekarang wanita angkuh berstatus Ratu itu berjalan mondar-mandir. Otaknya selalu dipenuhi kelicikan, tetapi kali ini sepertinya ia kehilangan akal sehat, sehingga untuk bernafas saja sulit, bagaimana mungkin ia bisa memiliki ide bagus.Sialan, wanita angkuh itu mengumpat dalam hati.Tidaklah lama, mungkin sekitar satu atau dua dupa kemudian, penjaga kediamannya melaporkan kalau Jenderal Song Wei datang setelah mendengar kabar mayat menggantung itu.Wanita angkuh itu semakin kalang kabut. Bibir bawahannya digigit kuat-kuat sampai meninggalkan setitik darah segar, yang terasa asin juga sedikit manis."Ya ampun, baru kali ini aku hampir gila." Wanita angkuh itu bicara sendiri. Pelayan yang biasa mendampinginya, kini ada di luar, menyambut kedatangan Jenderal Song Wei.Jenderal Song Wei melirik pintu kamar Ratu HongYe sekilas. Meski pria itu selalu bersikap baik padanya, tetapi tak menutup kemungkinan kalau ia sebenarnya tidak terlalu suka pada Ratu angkuh itu."Apa Yang Mulia Ratu ada di
Jenderal Song baru saja keluar dari barak setelah setengah shichen lalu berhasil mendiskusikan masalah penemuan mayat di kediaman Ratu HongYe, juga permasalahan pemotongan gaji bulanan para Prajurit yang malam itu berjaga di aula pribadi; bersama Kaisar. Dari diskusi itu, Kaisar meminta Jenderal Song menyerahkan tanggung jawab penyelidikan mayat pada pihak lain. Tentunya masih dibawah posisi Jenderal Song, sehingga Jenderal Song masih bisa ikut andil tapi tidak secara langsung. Jenderal Song tidak punya wewenang membantah. Pria itu hanya bisa setuju meski sebenarnya ia sangat ingin mengungkap dalang yang selalu melibatkan Ratu HongYe dalam masalah.Satu lagi, Jenderal Song diberi tahu Kaisar, bahwa ia telah kehilangan barang paling berharganya, tetapi ketika Jenderal Song bertanya barang berharga apa yang hilang, Kaisar enggan menjawab.Semua membingungkan.Jenderal Song tidak mau terlihat ikut campur. Pikirnya, mungkin yang hilang adalah barang pribadi Kaisar, jadi Jenderal Song mel