"Hukum mati wanita jahat itu!"
"Hukum mati wanita iblis itu!""Demi Saintess, bunuh dia!"Teriakan penuh amarah memenuhi udara. Seorang gadis berpakaian lusuh dan tubuh penuh memar diseret paksa menaiki panggung di alun-alun kota. Telur busuk bahkan batu dilempar ke arahnya.Bruk!Tubuh ringkih mengempas lantai kayu. Darah mengalir dari kening si gadis, mengotori rambut peraknya. Pria bertubuh kekar yang menyeret gadis malang itu tak sedikit pun iba. Dia malah tersenyum mengejek, lalu meludahi wajah jelita yang kini penuh luka."Hari ini, kau akan menerima hukumanmu, Wanita Iblis! Aku tak akan memaafkan siapa pun yang berani melukai Lady Cherrie," desis pria berwajah dingin itu tajam.Dia tiba-tiba menghunus pedang. Cahaya matahari menerpa senjata yang dibuat dari logam terbaik itu. Kilauannya membuat si gadis pesakitan memejamkan mata. Seruan untuk mempercepat eksekusi bercampur makian semakin membahana."Matilah kau, Wanita Iblis!" seru pria berwajah dingin. Pedang dengan ukuran tulisan kuno itu diangkat tinggi-tinggi, siap memenggal kepala gadis tak berdaya di hadapannya.Alun-alun mendadak terjebak dalam keheningan. Seluruh mata terpusat ke panggung, menunggu adegan eksekusi. Ketegangan berpadu dengan euforia. Seluruh rakyat tampak tak sabar hendak menyaksikan hukuman mati terdakwa."Tunggu!" Jeritan panik memecahkan keheningan.Gerakan pedang tertahan di udara. Semua orang mengalihkan pandangan ke asal suara. Gadis berambut keemasan tergopoh-gopoh menuju alun-alun."Hentikan ini, Tuan Duke!" seru si gadis berambut keemasan. Mata sendunya tampak berkaca-kaca.Tatapan dingin pria pengeksekusi berubah hangat. Dia menghampiri gadis berambut keemasan."Lady, Anda belum sehat benar, kenapa Anda malah ke sini?" tanyanya dengan nada cemas.Gadis berambut keemasan menggeleng pelan, lalu berkata dengan suara bergetar, "Saya tak bisa membiarkan Lady Neenash dihukum dengan kejam. Dia memang bersalah, tapi saya sudah memaafkan."Pria berwajah dingin menghela napas berat."Inilah yang selalu membuat kami mengkhawatirkan Anda, Lady. Anda terlalu baik hati–""Ppptt ha ha ha, ini lucu sekali. Pertunjukan yang sangat lucu ha ha ha." Tawa gadis terdakwa memotong ucapan pria berwajah dingin."Apa yang kau tertawakan, hah?" bentak pria berwajah dingin.Matanya mendelik tajam. Gadis terdakwa malah menyeringai. Dia mendongak dan menatap nyalang."Saya hanya merasa sandiwara Lady Cherrie untuk berpura-pura baik sangatlah lucu. Saya tidak perlu dimaafkan oleh wanita licik," sahutnya.Pria berwajah dingin menggeram. "Dimaafkan pun tetap tak tahu diri! Kau benar-benar iblis!" serunya dengan pedang teracung.Namun, si terdakwa tampak tak gentar sedikit pun. Mata dengan tatapan hampanya malah seperti menantang. Bibirnya menyunggingkan senyuman sinis."Kumohon, Tuan Duke. Tak apa jika Lady Neenash menyakiti saya. Saya tak ingin ada kekejaman di sini," sergah gadis berambut keemasan tiba-tiba.Gadis terdakwa tertawa sinis. "Tak perlu berpura-pura baik, Nona Saintess. Bukankah Anda sedang merayakan detik-detik kematian saya?" ejeknya.Gadis berambut keemasan seketika terisak. Tubuhnya yang terlihat rapuh berguncang hebat. Dia tampak begitu syok sebelum akhirnya tak sadarkan diri.Alun-alun menjadi ricuh. Makian kepada terdakwa bersahutan. Pria berwajah dingin hendak menggendong sang saintess. Namun, pria berambut merah dan bermata emas tiba-tiba datang dan mendahuluinya."Lanjutkan eksekusi Lady Esbuach! Biar aku yang mengurus Lady Cherrie!" titah pria bermata emas."Baiklah, Yang Mulia Putra Mahkota," sahut pria berwajah dingin dengan takzim.Setelah sang putra mahkota membawa pergi sang saintess, eksekusi dilanjutkan. Pria berwajah dingin kembali mengangkat pedang. Sementara itu, gadis terdakwa memejamkan mata dalam kepasrahan. Peristiwa demi peristiwa penting dalam hidupnya melintas dalam benak, ingatan-ingatan buruk yang memicu eksekusi hari ini.***Musik nan indah mengalun merdu. Aroma mawar yang menghiasi aula utama Kerajaan Varyans menyegarkan penciuman. Sementara itu, semua mata tertuju ke satu titik, dua sejoli yang berdansa di tengah-tengah aula. "Lady Esbuach cantik sekali, seperti peri!" "Selain cantik, sikapnya juga anggun dan penuh etika. Sepertinya, Dewi Asteriella menurunkan seluruh karunianya untuk Lady Esbuach." "Bukankah sudah seharusnya seperti itu? Tunangan putra mahkota harus sesempurna Lady Esbuach." Gadis berambut perak dengan mata emerald itu bernama Lady Neenash Esbuach. Tak ada gadis bangsawan yang tak mengenalnya. Dia adalah putri kesayangan Marquess Arbeil Esbuach sang pahlawan perang, ratu pergaulan kelas atas, juga tunangan putra mahkota. "Putra Mahkota Seandock juga sangat tampan. Lihatlah tatapan penuh cinta beliau kepada Lady Esbuach.""Mereka benar-benar serasi."Seperti yang digosipkan para gadis bangsawan, pemuda tampan yang tengah berdansa dengan Lady Neenash adalah putra mahkota. Mata keema
Duar!Tepat lima langkah sebelum panah api mengenai tubuhnya, Lady Neenash membuat perisai es. Ledakan besar pun tak terelakkan. Beruntung, kawasan Istana Rubi dilapisi pelindung tak kasat mata yang kedap suara.Pemuda tampan yang tadi melemparkan panah api mendekat. Tawa menyebalkannya membuat Lady Neenash mendelik tajam."Sudah lama kita tidak bercanda dan bermain bersama, Neenash," celetuk si pemuda."Candaan yang tidak lucu, Sallac." Lady Neenash menyeringai, lalu membungkuk."Saya memberi salam kepada Pangeran Sallac," ucapnya dengan suara dibuat-buat hormat.Pangeran Sallac mendecakkan lidah. Dia duduk dengan kasar di bangku kayu. Lady Neenash terkekeh, lalu duduk di sebelah sahabat masa kecilnya yang dikucilkan karena dianggap terkutuk itu."Kau suka mencandaiku, tetapi tidak suka jika kucandai," gerutu Lady Neenash."Aku tak suka kauperlakukan seperti orang asing. Bukankah aku yang paling dekat denganmu?" sahut Pangeran Sallac."Ya, ya, ya, tentu saja. " Lady Neenash menatap
Belum sempat Lady Neenash menyahut, terdengar suara menggelegar diiiringi pancaran cahaya kuat dari jendela. Dia menghela napas berat, lalu bangkit dari tempat tidur. Pheriana membantu sang nona mengenakan jubah untuk menutupi pakaian tidur. Kemudian, Pheriana membukakan pintu. Seorang kesatria tampak berlutut di depan pintu kamar nonanya. Namun, Lady Neenash malah membuka jendela, membuat Pheriana dan kesatria muda mengerutkan kening. Beberapa saat kemudian Lady Neenash melompat dari jendela."Nonaaa!" seru Pheriana dan kesatria kompak. Pheriana berlari cemas menuju jendela. Dia melongok ke bawah dan seketika menghela napas lega. Lady Neenash tak terluka sedikit pun, malah berdiri anggun di bongkahan es. Selanjutnya, Lady Neenash turun dari bongkahan es, lalu mendekati Marquess Arbeil yang tengah menghancurkan taman dengan sambaran petir. Langkahnya tenang. Tak ada rasa gentar tampak di wajahnya. Begitu cukup dekat, Lady Neenash merapalkan mantra. Sambaran petir yang tadi berham
Sosok yang menabrak Lady Neenash adalah Lady Cherrie. Gadis bermata biru itu tampak gemetaran. Raut wajahnya persis seperti terpidana hukuman mati, padahal Lady Neenash tidak menunjukkan ekspresi marah sama sekali."Ada apa Lady Searaby?" tanya Lady Neenash dengan nada datar. Lady Cherrie mendadak berlutut. Air mata berlomba menuruni pipinya. Dia mulai terisak dengan suara teramat menyayat. "Saya bersalah sudah mengotori gaun Anda! Mohon ampuni saya, Lady!" jeritnya histeris. "Tenanglah, Lady Searaby. Saya tidak marah," bisik Lady Neenash. "Kenapa Anda ketakutan dan berteriak? Kita akan jadi pusat perhatian–"Ucapan Lady Neenash terhenti. Dia menyadari tatapan sinis beberapa gadis bangsawan di toko kue. Bisikan-bisikan tak sedap mendengung samar. Namun, telinga sensitif Lady Neenash bisa mendengarnya dengan jelas. "Ya ampun, bukankah hanya kotor sedikit? Kenapa Lady Esbuach harus semarah itu?""Tidakkah Lady Esbuach terlalu angkuh?""Mungkinkah Lady Esbuach masih kesal karena putr
"Anda tidak boleh berlaku kejam seperti ini, Yang Mulia!" seru Lady Cherrie tiba-tiba. Dia mengenggam tangan Pangeran Seandock. Sorot matanya tampak memelas. Sementara Lady Neenash yang ucapannya terpotong hanya menghela napas, sudah muak dengan sandiwara dramatis itu. "Yang Mulia ... Anda dan Lady Neenash sudah bersama sejak lama. Saya tak ingin menjadi penyebab hancurnya hubungan kalian," gumam Lady Cherrie dengan mata berkaca-kaca.Ucapanya itu mengundang banyak pujian dari para tamu. Lady yang berhati amat lembut begitulah pandangan para bangsawan. Sebaliknya, mereka menatap sinis dan mengecam Lady Neenash. Pangeran Seandock tiba-tiba menatap tajam Lady Neenash. "Bersama sejak lama pun tidak menjamin kita benar-benar mengenal seseorang," sindirnya. Lady Cherrie menggeleng dengan dramatis. "Jangan begitu, Yang Mulia. Anda akan melukai perasaan Lady Neenash–"Lady Neenash berdeham. Suara manja Lady Cherrie yang membuatnya mual juga terhenti. Tamu undangan semakin melirik penuh k
Pangeran Seandock menggeram. Dia mengepalkan tangan dan menggemeletukkan gigi. Mata elangnya menyorot tajam, seperti akan menerkam Lady Neenash. "Penjaga, tangkap seluruh anggota Keluarga Esbuach dan jebloskan ke penjara bawah tanah! Duke Reinnerd, siapkan pengadilan!" titah Pangeran Seandock. Duke Thalennant membungkukkan badan. "Siap dilaksanakan, Yang Mulia."Aula kuil suci menjadi riuh. Para tamu saling berbisik mencemooh Keluarga Esbuach. Sementara itu, beberapa kesatria bergerak maju dengan pedang terhunus. Marquess Arbeil dan Sir Durio tentu tak tinggal diam. Mereka melakukan perlawanan. Pertarungan pun tak terelakkan. Bunyi besi beradu memekakkan telinga. Wanita dan anak-anak menjerit panik. Kemampuan berpedang sang pahlawan perang tentu tak sebanding dengan kesatrian biasa. Para kesatria semakin kewalahan dan babak belur. Namun, Pangeran Seandock tiba-tiba mengangkat tangan kanan dan berseru, "Atas janji setia kepada keluarga kerajaan, Keluarga Esbuach tunduklah!"Cincin
Duar! Ledakan besar meninggalkan sisa-sisa jelaga, Panggung eksekusi kini tinggal puing-puing kehitaman berbau sangit. Para penonton berlarian tunggang langgang menyelamatkan diri dan berteriak panik.Adapun Duke Thalennant terlempar sejauh 100 langkah, menubruk dinding bangunan sebuah bar. Lengan kanannya menderita luka bakar yang cukup parah. Dia menggeram, bersusah payah menggenggam kembali gagang padang dengan tangan kiri."Sial*n! Siapa yang lancang menganggu jalannya eksekusi?" teriaknya lantang."Aku! Aku yang melakukannya!" balas suara lantang dari balik asap akibat ledakan.Duke Thalennant memicingkan mata. Asap hitam perlahan tersapu angin. Tak lama kemudian, tampaklah Pangeran Sallac. Dia tengah melayang di udara sembari menggendong Lady Neenash yang tak sadarkan diri.Rakyat yang tadi berlarian semakin panik. Reputasi buruk Pangeran Sallac tentu sudah menjadi rahasia umum. Orang-orang bahkan percaya rumor kutukan bahwa seseorang yang berani bertatapan dengan Pangeran Sall
Lady Neenash menghela napas. Meskipun berat, dia telah mengambil keputusan. Bayangan kepala ayah dan kakaknya yang menggelinding di genangan darah menggoreskan luka dan mengobarkan api dendam."Ya, Sallac. Aku setuju," ucapnya penuh keyakinan.Persetan dengan harga diri. Terakhir kali, Lady Neenash menjunjung tinggi harga diri, dia malah menerima penghinaan yang semakin menjadi-jadi. Lagi pula, Pangeran Sallac adalah cinta pertama dan terakhirnya, seseorang yang selalu dimimpikannya menjadi suami."Berbaringlah lagi di ranjang dan pejamkan matamu. Ini tidak akan lama," perintah Pangeran Sallac.Lady Neenash mengangguk pelan. Dia mengatur napas sejenak, sebelum melangkah ke tempat tidur. Setelah membaringkan badan, Lady Neenash memejamkan mata dengan jantung berdetak kencang.Lady Neenash mengepalkan tangan saat mendengar langkah kaki Pangeran Sallac mendekat. Dia mencengkeram sprei ketika merasa lelaki itu telah naik ke tempat tidur. Detik-detik berlalu bagaikan belenggu yang menjerat