Thalita kembali ke kantor saat menjelang jam makan siang hampir tiba, segera Cya menghampirinya untuk menyampaikan beberapa hal yang telah Thalita lewatkan karena mengantar Diko ke bandara tadi.“Thalita ... kamu itu dari mana saja? Kamu tahu tidak banyak hal yang kamu lewatkan seharian ini,” cecar Cya begitu Thalita baru memasuki ruangan kerjanya.Thalita duduk di kursinya lalu melepas syal dan meletakkan tas serta syal tadi di tempatnya. “Memangnya ada apa?” tanyanya setenang mungkin.“Kamu tahu tidak, Joe sudah ditangkap oleh polisi karena kasus pencurian data perusahaan. Ternyata selama ini dia mendekati kamu ada tujuan tertentu ya, secara kamu sekretaris CEO,” celoteh Cya.Thalita merasa bahwa itu bukan berita besar untuknya. “Lalu, apa lagi?”“Lalu ... kalau aku tidak salah dengar tadi kamu di cari sama CEO yang baru. Yang tampannya beda tipis dengan pak Diko itu loh, hehe” goda Cya seraya terkekeh pelan.Thalita melirik jam di pergelangan tangannya. “Pantas saja, dia kan
Tak terasa jam kerja telah usai, waktunya para karyawan untuk pulang. Tapi tidak untuk Thalita, apa lagi kini ia harus merangkap sebagai asisten pribadi Adrian yang membuatnya semakin sibuk.Karena terlalu lelah, tak terasa Thalita sampai tertidur di atas meja kerjanya dengan menjadikan kedua tangannya sebagai bantal. Adrian mengetuk pintu ruangan Thalita beberapa kali. Merasa tak ada jawaban dari pemilik ruangan, Adrian masuk begitu saja ke dalam ruangan wanita itu dan mendapatinya sedang tertidur dengan sangat lelap.“Pantas saja tidak dijawab, dia sedang tidur rupanya,” batin Adrian sambil berjalan perlahan mendekat ke meja Thalita.Memperhatikan Thalita yang sedang terlelap membuat hatinya tersentuh, seharian ini ia telah banyak membuat wanita itu sangat kerepotan dengan berbagai permintaannya. Ia pun menyadari itu, semua memang ia lakukan untuk mengetahui seberapa layak gadis itu menjadi asisten pribadi sekaligus sekretaris yang akan mendampinginya untuk bisa membuat perusahaa
#Dear My Lovely Thalita, Sayang, saat kamu membaca surat ini, aku sudah berada di London. Mungkin aku terlalu lemah karena harus mengatakan semua ini melalui sebuah surat. Tahukah kamu betapa aku sangat mencintaimu? Ya, aku sangat-sangat mencintai kamu melebihi diriku sendiri. Aku bahkan rela memberikan apa pun yang aku miliki agar kamu bisa bahagia meski itu nanti bukan denganku. Berat rasanya mengatakan hal ini, aku bahkan tak mampu mengatakannya saat percakapan kita di taman sebelum aku berangkat ke London, aku tidak sanggup mengucapkannya padamu. Aku ingin mengatakan bahwa kita harus mengakhiri hubungan ini, bukan karena aku tidak mencintaimu. Tapi karena aku tidak ingin membuat kamu menunggu ketidak pastian dariku. Aku ingin kamu menemukan pria yang lebih baik dariku, setia, dan bukannya pengecut sepertiku yang selalu membuat hatimu kecewa. Maaf... hanya itu yang bisa aku katakan dan aku ingin kamu tahu meski hubungan kita harus berakhir seperti ini aku tidak akan pernah melu
Vino’s Restaurant...Seorang lelaki berkaca mata hitam turun dari mobil sedan miliknya, kemudian ia berjalan memasuki sebuah restoran yang sudah cukup lama tak ia kunjungi. Restoran tersebut adalah milik sahabatnya semasa mereka kuliah dulu, dan sejak 2 bulan setelah kembalinya dari luar negeri ia bertemu dengan sahabat yang ternyata adalah pemilik restoran ini. Sejak saat itu restoran Vino menjadi salah satu tempat makan yang paling sering ia kunjungi setiap bulannya selama setahun ini pria itu berada di Indonesia.“Iyan, akhirnya kamu datang juga. Mau pesan seperti biasa?” tanya Vino setelah bersalaman dengan sahabatnya itu.Adrian melepas kaca matanya. “Yes, seperti biasanya ya. Thank’s bro,” sahutnya antusias.Iyan begitulah panggilan akrab Adrian di kalangan orang-orang terdekatnya. “Makin sukses saja sekarang, perusahaan semakin banyak ya di mana-mana,” puji Vino seraya berbincang dengan Adrian di salah satu meja.“Apa sih, tidak juga. Justru kamu ini yang restorannya sem
“Dia di sini?” tanya Adrian mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru restoran namun tak menemukan siapa pun selain Thalita dan Daniel yang berjalan ke arah mereka.“Iya, itu dia kemari,” tunjuk Vino pada Thalita. “Dia adikku, namanya Thalita. Bagaimana menurutmu?”“Jadi ... Thalita itu... dia adikmu?” tanya Adrian memastikan bahwa ia tidak salah dengar.“Iya Thalita adik kami,” timpal Dara yang baru datang. “Cantik bukan?” godanya.“Kalau Thalita adik kalian, lalu anak kecil itu—““Mommy!” seru Daniel seraya berlari memeluk Dara.“Ini yang sejak tadi kamu minta, sudah puas Sayangku?” tanya Thalita memberikan es krim pada Daniel seraya mencubit gemas pipi keponakannya itu.“Aku kira anak ini anaknya, karena tadi dia memanggil Thalita mama,” kata Adrian yang membuat semua tertawa dengan pernyataan polosnya.Thalita menatap tajam pada Adrian. “Memang tampang saya seperti ibu-ibu ya sampai Bapak kira sudah punya anak,” kesalnya.“Maaf, habis wajah kalian juga mirip hehe. Maaf ya,
Thalita’s POV Sejak kepergian Diko 1 tahun yang lalu, duniaku terasa berhenti berputar bersamaan dengan hancurnya hatiku karena ditinggal pergi olehnya begitu saja hanya melalui sebuah surat yang ia titipkan pada penjaga di rumahnya. Ingin rasanya aku berteriak, meluapkan segala amarah serta rasa kecewaku yang teramat dalam pada Diko. Kalau saja tidak ingat dengan kondisi ayahku, mungkin aku akan pergi menyusulnya ke London dan meminta penjelasan langsung darinya. Tapi setelah aku pikir kembali, untuk apa? Untuk apa aku harus mengejar cinta lelaki yang tidak pernah menghargaiku dan keluargaku. Aku berusaha memaafkan kesalahan keluarganya di masa lalu karena telah membuat aku kehilangan bundaku untuk selama-lamanya. Membuatku tidak bisa merasakan kasih sayang tulus seorang ibu seperti yang anak lain rasakan pada umumnya. Aku menemukan sosok seorang ibu yang selama ini aku rindukan pada kasih sayang yang diberikan oleh mama Diko, namun apakah itu semua tulus? Entahlah, mereka sama sa
Diko’s POV1 tahun berlalu, setiap detik yang aku lalui tanpanya terasa begitu menyiksa. Memang aku yang memutuskan hubungan kami dan akulah yang sekarang menderita karena kebodohanku melepas wanita yang sangat aku cintai demi mengejar karier untuk menyelamatkan perusahaanku dari kebangkrutan.Aku tersiksa tanpanya, hatiku pun hancur ketika harus memutuskannya hanya melalui sebuah surat yang aku titipkan pada penjaga rumahku. Mungkin sekarang dia membenciku, juga keluarganya pasti akan menganggap aku sebagai lelaki pengecut yang hanya bisa lari dari masalah.Aku terpaksa melakukan semua ini, menuruti keinginan orang tuaku untuk pindah ke London. Mereka memintaku untuk memutuskan hubungan dengan kekasihku, Thalita. Mereka bilang agar aku bisa lebih fokus dalam merintis usaha di sini tanpa memikirkan masalah percintaan.Aku sangat yakin, keluarga Thalita saat ini sangat membenci keluargaku. Baru saja mereka mau memaafkan kesalahan papa di masa lalu, namun sekarang kami malah menyaki
Thalita sedang memasak makanan untuk Adrian di dapur restoran milik kakaknya, Vino. Ia baru saja mempelajari sebuah resep langsung dengan dibimbing oleh seorang chef handal yang menjadi kepala koki di restoran ini.Chef tersebut meninggalkan Thalita sendiri di dapur karena tugasnya untuk mengajari wanita itu dan juga jam kerjanya telah selesai sejak 15 menit yang lalu. Thalita sedang menghias makanan yang telah ia masak khusus untuk calon tunangannya, kemudian sebuah tangan melingkar dengan sempurna di pinggangnya. Ternyata Adrian yang memeluk Thalita dari belakang, membuatnya sedikit tersentak lalu menoleh sekilas untuk memastikan siapa pemilik tangan itu.“Mas, kenapa ke sini? Kan aku suruh tunggu di meja depan saja,” ujarnya lalu kembali sibuk menghias masakannya.“Bosan sendirian di depan, makanya ke sini temani kamu,” ujar Adrian yang kini menyandarkan dagunya di bahu Thalita dengan tangan yang masih setia melingkar di pinggang wanita itu. “Kenapa sih repot-repot memasak sendi