Vino’s Restaurant...Seorang lelaki berkaca mata hitam turun dari mobil sedan miliknya, kemudian ia berjalan memasuki sebuah restoran yang sudah cukup lama tak ia kunjungi. Restoran tersebut adalah milik sahabatnya semasa mereka kuliah dulu, dan sejak 2 bulan setelah kembalinya dari luar negeri ia bertemu dengan sahabat yang ternyata adalah pemilik restoran ini. Sejak saat itu restoran Vino menjadi salah satu tempat makan yang paling sering ia kunjungi setiap bulannya selama setahun ini pria itu berada di Indonesia.“Iyan, akhirnya kamu datang juga. Mau pesan seperti biasa?” tanya Vino setelah bersalaman dengan sahabatnya itu.Adrian melepas kaca matanya. “Yes, seperti biasanya ya. Thank’s bro,” sahutnya antusias.Iyan begitulah panggilan akrab Adrian di kalangan orang-orang terdekatnya. “Makin sukses saja sekarang, perusahaan semakin banyak ya di mana-mana,” puji Vino seraya berbincang dengan Adrian di salah satu meja.“Apa sih, tidak juga. Justru kamu ini yang restorannya sem
“Dia di sini?” tanya Adrian mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru restoran namun tak menemukan siapa pun selain Thalita dan Daniel yang berjalan ke arah mereka.“Iya, itu dia kemari,” tunjuk Vino pada Thalita. “Dia adikku, namanya Thalita. Bagaimana menurutmu?”“Jadi ... Thalita itu... dia adikmu?” tanya Adrian memastikan bahwa ia tidak salah dengar.“Iya Thalita adik kami,” timpal Dara yang baru datang. “Cantik bukan?” godanya.“Kalau Thalita adik kalian, lalu anak kecil itu—““Mommy!” seru Daniel seraya berlari memeluk Dara.“Ini yang sejak tadi kamu minta, sudah puas Sayangku?” tanya Thalita memberikan es krim pada Daniel seraya mencubit gemas pipi keponakannya itu.“Aku kira anak ini anaknya, karena tadi dia memanggil Thalita mama,” kata Adrian yang membuat semua tertawa dengan pernyataan polosnya.Thalita menatap tajam pada Adrian. “Memang tampang saya seperti ibu-ibu ya sampai Bapak kira sudah punya anak,” kesalnya.“Maaf, habis wajah kalian juga mirip hehe. Maaf ya,
Thalita’s POV Sejak kepergian Diko 1 tahun yang lalu, duniaku terasa berhenti berputar bersamaan dengan hancurnya hatiku karena ditinggal pergi olehnya begitu saja hanya melalui sebuah surat yang ia titipkan pada penjaga di rumahnya. Ingin rasanya aku berteriak, meluapkan segala amarah serta rasa kecewaku yang teramat dalam pada Diko. Kalau saja tidak ingat dengan kondisi ayahku, mungkin aku akan pergi menyusulnya ke London dan meminta penjelasan langsung darinya. Tapi setelah aku pikir kembali, untuk apa? Untuk apa aku harus mengejar cinta lelaki yang tidak pernah menghargaiku dan keluargaku. Aku berusaha memaafkan kesalahan keluarganya di masa lalu karena telah membuat aku kehilangan bundaku untuk selama-lamanya. Membuatku tidak bisa merasakan kasih sayang tulus seorang ibu seperti yang anak lain rasakan pada umumnya. Aku menemukan sosok seorang ibu yang selama ini aku rindukan pada kasih sayang yang diberikan oleh mama Diko, namun apakah itu semua tulus? Entahlah, mereka sama sa
Diko’s POV1 tahun berlalu, setiap detik yang aku lalui tanpanya terasa begitu menyiksa. Memang aku yang memutuskan hubungan kami dan akulah yang sekarang menderita karena kebodohanku melepas wanita yang sangat aku cintai demi mengejar karier untuk menyelamatkan perusahaanku dari kebangkrutan.Aku tersiksa tanpanya, hatiku pun hancur ketika harus memutuskannya hanya melalui sebuah surat yang aku titipkan pada penjaga rumahku. Mungkin sekarang dia membenciku, juga keluarganya pasti akan menganggap aku sebagai lelaki pengecut yang hanya bisa lari dari masalah.Aku terpaksa melakukan semua ini, menuruti keinginan orang tuaku untuk pindah ke London. Mereka memintaku untuk memutuskan hubungan dengan kekasihku, Thalita. Mereka bilang agar aku bisa lebih fokus dalam merintis usaha di sini tanpa memikirkan masalah percintaan.Aku sangat yakin, keluarga Thalita saat ini sangat membenci keluargaku. Baru saja mereka mau memaafkan kesalahan papa di masa lalu, namun sekarang kami malah menyaki
Thalita sedang memasak makanan untuk Adrian di dapur restoran milik kakaknya, Vino. Ia baru saja mempelajari sebuah resep langsung dengan dibimbing oleh seorang chef handal yang menjadi kepala koki di restoran ini.Chef tersebut meninggalkan Thalita sendiri di dapur karena tugasnya untuk mengajari wanita itu dan juga jam kerjanya telah selesai sejak 15 menit yang lalu. Thalita sedang menghias makanan yang telah ia masak khusus untuk calon tunangannya, kemudian sebuah tangan melingkar dengan sempurna di pinggangnya. Ternyata Adrian yang memeluk Thalita dari belakang, membuatnya sedikit tersentak lalu menoleh sekilas untuk memastikan siapa pemilik tangan itu.“Mas, kenapa ke sini? Kan aku suruh tunggu di meja depan saja,” ujarnya lalu kembali sibuk menghias masakannya.“Bosan sendirian di depan, makanya ke sini temani kamu,” ujar Adrian yang kini menyandarkan dagunya di bahu Thalita dengan tangan yang masih setia melingkar di pinggang wanita itu. “Kenapa sih repot-repot memasak sendi
Cya memeluk Thalita sambil mengusap punggungnya. “Aku mengerti perasaanmu sekarang, saranku cobalah kamu relakan Diko. Kamu sendiri kan yang bilang pada keluargamu begitu, kamu harus bangkit jangan terpuruk terus hanya karena Diko. Ingatlah selalu ada pak Adrian yang selalu ada di samping kamu, membantu kamu untuk kembali bersemangat menjalani kehidupan ini. Hargailah usahanya kamu harus move on, buka hatimu sepenuhnya untuk cinta yang baru dan buang jauh-jauh semua hal tentang Diko. Aku harap dengan begitu kamu bisa menerima pak Adrian sepenuh hati kamu,” tuturnya.Thalita mengangguk pelan lalu mengusap air matanya, mengingat setiap nasihat yang diberikan oleh sahabatnya itu. Hatinya sedikit lega telah mencurahkan perasaan yang selama ini hanya bisa ia pendam sendiri.“Terima kasih ya Cy, kamu mau jadi pendengar dan penasihat yang baik untukku,” ucap Thalita tulus.“Itulah gunanya sahabat, sudah jangan bersedih terus ya. Sekarang kamu temui pak Adrian dan tunjukkan rasa cinta kamu
Thalita tersenyum getir mendengar perkataan Diko. “Apa masih pantas kamu berkata seperti itu? Apa kamu lupa dengan surat yang kamu tulis sendiri? Satu tahun Diko, satu tahun! Kamu tinggalkan aku hanya melalui sebuah surat, kamu minta aku melupakanmu. Dan sekarang kamu kembali tanpa merasa bersalah, lalu kamu bilang merindukanku? Apa pantas kamu berkata seperti itu hah!” bentaknya seraya mendorong Diko sedikit keras.Diko hanya bisa menunduk, ia sangat tahu dirinya telah bersalah karena telah memutuskan hubungan mereka namun rasa cintanya yang begitu besar telah menyingkirkan egonya untuk tetap kembali mengharap cinta dari Thalita.“Maafkan aku,” lirih Diko, lidahnya terasa kelu dan hanya kata itu yang dapat keluar dari mulutnya.“Lebih baik kamu pergi Diko, jangan pernah temui aku lagi,” ujar Thalita lalu membalikkan badannya memunggungi Diko.Diko memberanikan diri memeluk Thalita dari belakang, air mata yang sedari tadi ditahan Thalita jatuh begitu saja tanpa dapat ia bendung la
Pagi itu, rapat darurat digelar. Dengan dihadiri oleh para pemegang saham dan petinggi perusahaan, mereka akan membahas penawaran dari perusahaan Diko yaitu Arga Corporation yang ingin merger dengan perusahaan ARGA Advertising.“Kami sangat setuju Pak Adrian, apa lagi perusahaan itu telah membuktikan bahwa mereka bisa bersaing di kancah internasional. Di tambah dengan perusahaan Bapak sebelumnya Xander Corporation, kami yakin jika perusahaan kita setuju untuk merger maka bukan tak mungkin kita akan menjadi perusahaan nomor satu, Pak,” ujar Pak Alvin, mewakili rekan-rekannya dari para pemegang saham.Adrian mengangguk setuju. “Saya tampung masukan dari kalian. Bagaimana dengan petinggi perusahaan?”“Kami juga sangat setuju Pak untuk menerima penawaran merger dari perusahaan pak Diko, apa lagi beliau sudah sangat mengenal perusahaan kita sebelumnya. Jadi kami rasa akan sangat mudah untuk kita bekerja sama lagi dengannya, apa lagi beliau memiliki dedikasi yang sangat tinggi untuk peke