"Heh..." Nadine langsung menahan bibir Aliando yang hendak mendarat di bibirnya dengan jari telunjuknya."Bentar...aku mau tanya-tanya dulu sama kamu..." Dengus Nadine. Aliando menghela nafas, lantas tersenyum. "Mau tanya apa?" Aliando semakin mengetatkan pelukan pada tubuh istrinya. Menatap lekat wajah sang istri. Nadine lalu menaruh kedua tangannya di kedua bahu Aliando, kemudian tangan itu bergerak menelusuri leher dan berpindah ke pipinya.Keduanya terdiam sejenak. "Terus, rencananya kamu mau minjam uang sama siapa? Sama David lagi?" Tebak Nadine. Aliando baru akan membuka mulut, hendak menjawab, tapi Nadine sudah menyambarnya duluan. "Tapi, bukannya kamu juga masih punya hutang sama David? Apa kira-kira David mau meminjami lagi?" Nadine memicingkan pandangan. Aliando mengatupkan rahang. Bagai mikir. "Kalau aku bilang uang itu adalah uang aku sendiri...apa kamu percaya? Kalau saat ini aku udah punya uangnya, apa...kamu percaya?" Aliando malah balik bertanya.Mata Nadine m
"D-apat uang dari mana kamu, Al?" Tanya Dion dengan suara tergagap sambil menunjuk Aliando. Suaranya tercekat tertinggal di tenggorokan. Jangan tanya. Tenggorokannya kering. Dia sampai harus menelan ludah untuk membasahinya. Kini keadaan muka Dion telah pucat pasi. Bibir dan suaranya bergetar. Kepalanya juga terasa pening bukan main. Seperti sedang ditimpa benda yang sangat berat. Tapi Aliando malah tersenyum, menatap wajah-wajah yang kini sedang dilanda kebingungan itu. Lucu sekali. "Iya. Dapat uang dari mana kamu, Aliando?!" Reno menimpali setelahnya dengan pandangan yang berkunang-kunang sambil langsung bangkit berdiri. Menatap Aliando. Kemudian, disusul Arjuna. Kini ruangan jadi sunyi senyap. Semua orang yang ada di situ tengah kompak menatap ke arah Aliando. Bingung. Terpelongo. Menunggu jawaban dari lelaki yang selama ini terkenal menyusahkan yang tinggal menumpang di keluarga Arjuna.Aliando menghela nafas. "Kalau saya bilang...uang itu adalah milik saya. Pasti kalian sem
Ucapan Aliando benar-benar menohok mereka. Membuat mereka tidak bisa berkutik. Sebenarnya mereka tidak rela jika membiarkan mereka tidur bersama.Tapi mereka kalah taruhan, sementara Aliando menang.Sebelumnya, mereka nampak santai beberapa hari yang lalu, merayakan kemenangan, sudah mulai berandai-andai memikirkan masa depan Nadine setelah si sampah itu keluar dari rumah ini.Mereka juga setiap hari menyindir Aliando yang akan bercerai dengan Nadine.Namun hari ini. Semua angan-angan itu mendadak terhempas bagaikan diterpa badai lebat.Tentu saja mereka butuh waktu yang lama untuk dapat mencerna keadaan yang justru malah terjadi sebaliknya. ARGH!!!Arjuna dan Kinanti merutuki dengan apa yang tengah terjadi. Mereka sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi kalau sudah begini. Mereka nampak kesal bukan main karena masih tidak percaya saja sampai saat ini jika menantu mereka bisa mengalahkannya kali ini. Kedua orang tua itu terdiam agak lama. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Aliando
Nadine mendadak memikirkan soal Aliando yang bisa membeli mobil Lamborghini seharga 23 miliar. Pastinya itu uangnya Aliando sendiri. Tapi dari mana Aliando mendapatkan uang itu? Apa mungkin Aliando juga meminjam uang kepada David? Tapi sepertinya tidak mungkin jika David akan percaya begitu saja meminjamkan uang dalam jumlah yang sangat besar kepada Aliando. Walau mereka adalah seorang sahabat sekali pun.Kini Nadine jadi semakin pusing dan bingung saja saat memikirkannya. Maka, dia pun buru-buru mengenyahkan hal itu dari pikirannya. Karena yang penting untuk sekarang ini adalah dirinya yang sudah tidur sekamar dengan suaminya lagi. Tentu saja Nadine tidak akan mengindahkan apa kata Mamanya tadi. Dia sudah mencintai Aliando. Maka, dia akan melakukan hubungan suami istri dengan Aliando. Toh, mereka berdua juga sudah terlanjur mendayung asmara. Bertempur di atas ranjang. Sudah beberapa kali melakukanya malahan. Tentunya secara sembunyi-sembunyi.Nadine juga jadi berfikir jika mungk
"Mama dan Papa enggak mau menyinggung soal perjodohan diantara aku dan Nadine lagi sama Om Arjuna?" Handoko dan Erna (istrinya) agak tersentak, kemudian saling pandang. "Loh? Bukannya Nadine sudah menikah? Sudah punya suami?" Tanya Erna. "Iya. Tapi kan. Om Arjuna dan Tante Kinanti itu tidak merestui hubungan mereka. Om Arjuna dan Tante Kinanti itu ingin memisahkan mereka berdua!"Rahang Handoko mengeras, bagai mikir. "Arjuna memang pernah cerita sih sama Papa kalau dia itu mau menceraikan Aliando dan Nadine." "Nah...makanya itu, Ma, Pa. Undang saja lah mereka makan malam untuk membicarakan hal itu!" Sambar Alex begitu bersemangat. "Boleh juga tuh, Pa. Kita harus bertindak dengan cepat, sebelum Nadine dinikahkan dengan laki-laki lain setelah bercerai dengan suaminya yang miskin itu." Erna, sang istri memberi saran. Handoko mangguk-mangguk. Sebelum akhirnya setuju. "Oke...besok malam Papa akan mengundang mereka makan malam ke sini dan membicarakan masalah perjodohanmu dengan N
"Mau ke mana kamu miskin? Buru-buru amat. Mukanya juga kenapa kelihatan kusut sekali sih. Kasihan. Ckck." Sapa Dimas sambil geleng-geleng kepala. Mendecakan lidahnya.Mukanya terlihat menjengkelkan sekali dan nada suaranya juga terdengar tidak enak di telinga, membuat emosi saja. Aliando terpaksa menghentikan langkah, menghela nafas lebih dulu, sudah mencium bau-bau Dimas yang hendak mencari gara-gara dengannya. "Bukan urusanmu." Jawab Aliando dengan nada dingin setelah terdiam untuk beberapa saat. Kini Dimas sudah berada tepat di hadapannya."Ckck...kamu lagi kenapa sih? Lagi sedih ya? Lagi kesal? Kok ditanya baik-bajk, jawabannya malah enggak sopan begitu." Aliando mengabaikan kalimat Dimas yang tentu saja dapat mengundang emosi itu. Dimas memiringkan kepala, menyipit, dia kembali menghisap rokoknya, seketika asap langsung mengepul keluar dari dalam mulutnya dan asapnya sengaja diarahkan ke wajah Aliando. Menerpanya. Aliando memejamkan mata, terdiam di tempat, membiarkan Dimas
Satpam rumah lah yang berseru, kini dia tengah bergegas menghampiri mereka berdua sambil menudingkan tongkat besi di tangannya. "Hajar dia, Pak! Karna dia barusan memukulku!" Dimas segera mengadu kepada satpam rumah. Sekaligus memberi perintah kepadanya untuk menghajar Aliando. Satpam itu mengangguk. Dia memang akan memberi pelajaran kepada Aliando karena telah berani memukul Dimas. "Baik, Den. Saya akan hajar menantu sampah itu! Saya akan membalaskan perbuatan dia pada Den Dimas barusan!"Kemudian, Satpam rumah buru-buru memperhatikan kondisi tubuh Dimas, lalu bertanya. "Den Dimas baik-baik saja, kan?" Satpam rumah hendak memastikan keadaan Dimas lebih dulu. Dimas mendengus, terlihat tak suka saat mendapat pertanyaan seperti itu. Jelas saja akan terlihat menyedihkan di mata Aliando. "Aku enggak apa-apa!" Jawab Dimas sedikit kesal."Cepat! Hajar dia, Pak!" Dimas kembali memerintah dengan suara keras. Tak sabaran. Satpam itu buru-buru mengangguk, lalu menatap Aliando dengan raha
Namun, serangan ke dua kali ini juga sia-sia, hasilnya sama saja seperti sebelumnya, Dimas tetap kalah.Padahal, dia merasa sudah mengerahkan seluruh tenaganya untuk membuat Aliando jatuh, membuat Aliando pingsan, membuat Aliando babak belur.Tapi naas. Dia yang malah mengalami hal itu. Buk! Buk! Aliando menghantamkan tinju dan tendangan telak pada tubuh lelaki sombong itu saat dia sudah terdesak. Tendangan susulan mendarat di punggung Dimas setelahnya, Aliando memberikan dorongan kuat pada kakinya dan membuat Dimas tersungkur di tanah. ARGHHH!!! "Bajingan kamu, Al!" Dimas langsung berteriak kencang sekali bersamaan dengan rasa sakit yang seketika itu menjalar di sekujur tubuhnya."Anjing kamu, Al!!! Bangsat kamu!!!" Dimas memaki-maki. Kini kedua tubuh tengah terkapar di tanah. Belum kunjung berdiri. Mungkin butuh waktu lama mereka akan seperti itu. Tentu saja dengan rasa sakit yang menemaninya. Aliando melemaskan tinju, mengatur nafas dan mengusap peluh."Sudah ya. Jangan pad