"Kamu masih ingat dengan Aya?" tanya Tiara pada Keysa yang hari ini menjenguk suaminya yang sedang dirawat. "Oh adik kelas kita yang sekarang menjadi jurnalis itu," kata Keysa lupa-lupa ingat. "Yup siapa lagi, menurutmu apa dia bisa dipercaya?" Keysa langsung mengerutkan keningnya dengan bingung. "Kamu mau apa? mantan madumu itu bukan artis jadi tidak akan menarik perhatian Aya, lagi pula dia itu jurnalis untuk televisi lokal." "Aku tahu, aku bukan ingin dia menulis tentang Karin untuk tempat kerjanya." "Lalu, aku hanya ingin dia membantuku memuat berita di media onine." Keysa makin terbelalak dengan ide gila Tiara. Seingatnya Tiara bukan orang yang suka dengan publlikasi, bahkan saat sekolah dulu Tiara jarang sekali ikut kegiatan, yah karena dia lebih suka menekuri buku-buku yang dia punya dari pada mengikuti kegiatan sekolah yang membuatnya dikenal banyak orang. "Kamu yakin? maksudku setahuku Aya cukup handal dalam menulis sebuah berita dan namanya juga dikenal sebagai ju
"Mungkin aku akan memakai ide itu jika memang aku sudah tidak mampu untuk bertindak lebih," kata Tiara akhirnya. "Tapi sebelum itu aku ingin menemui Aya dulu dan meminta bantuannya untuk menulis ceritaku, dulu dia cukup feminis dan aku harap sampai sekarang, ini untuk berjaga-jaga saja." Keysa menatap Tiara sejenak, dia memang belum pernah menikah dan belum tahu rumitnya pemikiran sahabatnya ini, tapi yang dia tahu Tiara sangat tidak ingin kehilangan suami dan anak-anaknya, meski dia telah disakiti. "Ra, andai saja Farhan kali ini tetap kukuh dengan pendapatnya dan lebih condong pada wanita itu dan anak mereka, apa kamu akan tetap bertahan?" tanya Keysa sendu. "Aku memang mencintai mas Farhan dan anak-anak tapi aku juga tidak buta, Key. aku bertahan untuk kebahagiaanku dan anak-anak, jika itu tidak bisa aku dapatkan aku akan memilih melepaskan." Tanpa sadar Keysa menghela napas lega. Terlibat diantara o
Tiara hanya diam menatap ponselnya yang sudah berdering dua kali. “Kamu tidak mau mengangkatnya?” tanya Keysa yang ikut menatap panggilan yang lagi-lagi tak terangkat. Tiara menghela napas dan menatap Keysa. “Dia menawarkan bantuan tapi membuatku ketakutan.” “Atasan yang kamu ceritakan itu?” Tiara mengangguk. “Tapi aku juga tidak yakin mau menerima bantuannya, orang kaya seperti mereka-“ “Jangan terlalu berburuk sangka dulu, siapa tahu tujuannya memang bukan untuk meminta imbalan darimu tapi memang ada dendam dengan si Karin itu.” Tiara yang dari tadi menatap ponselnya mengangkat kepala, belum ada panggilan lagi dari Ilham setelah panggilan kedua tidak dia angkat. “Apa kamu tahu sesuatu?” tanyanya. Keysa bukan orang kuper seperti dirinya yang hanya berteman dengan buku saja, apalagi sekarang dia punya keluarga yang harus dia urusi. “Enggak sih tapi aku hanya menebak saja, aku setuju dengan kamu kalau di
“Pak Ilham, maaf tadi saya tidak bisa mengangkat telepon dari bapak,” kata Tiara setelah mengucap salam. “Bukan masalah, saya tahu anda pasti menghubungi saya kalau sudah senggang. Ini memang sudah malam tapi apa bisa kita berbicara secara langsung?” Tepat seperti yang diinginkan Tiara. “Tentu, tapi saya tidak bisa meninggalkan rumah sakit terlalu lama.” Tiara menunggu dengan jantung berdebar saat Ilham di ujung sana terdiam, ada rasa takut dan juga harapan saat dia berbicara dengan laki-laki ini. “Baiklah setau saya di depan rumah sakit ada cafe, kurasa kita bertemu di sana, saya akan datang lima belas menit lagi.” Tanpa sadar Tiara mengangguk, antara lega juga takut. Tapi dia sadar kalau Ilham sama sekali tidak bisa melihat anggukannya. “Baiik, Pak.” Begitu telepon dimatikan Tiara bersandar lemas di dinding, pandangannya tertuju pada lorong yang menghubungkannya dengan kamar sang suami, entah bagaimana keadaan F
Untuk ukuran cafe yang letaknya berada di depan rumah sakit dan kemungkinan besar para pelanggannya adalah para pegawai rumah sakit juga para penunggu pasien cafe ini cukup untuk melepas lelah. Dekorasi di tata dengan sangat elok, banyak tanaman hidup yang mengisi ruangan, meski begitu tak membuat cafe ini terlihat sumpek. “Bu Tiara mau pesan apa?” tanya Ilham sambil membuka buku menu. Tiara sedang tidak ingin makan apapun, siapa juga yang bisa makan dengan tenang kalau suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja, belum lagi keselamatannya dan anak-anak juga terancam, tapi tak enak juga jika menolak kebaikan Ilham. “Saya jus alpukat saja terima kasih.” Ilham mengangguk dan menuliskan pesanan mereka. Makan berdua ditemani dengan music lembut mendayu membuat Tiara merasa sedang melakukan dosa besar, apalagi dia meninggalkan suaminya yang sama sekali keberatan dia melakukan hal ini. Tiara hanya bisa berdo’a semua langkahnya ini benar adanya, banyak konsekuensi yang harus dia tanggu
“Jadi kamu lebih memilih makan malam dengan laki-laki itu dari pada menemani suamimu yang sakit.” Kata sambutan itu diucapkan Farhan saat Tiara membuka pintu ruang rawat suaminya, tidak ada dua orang perawat yang tadi dia minta untuk menjaga suaminya. “Perawat yang aku minta bantu, Mas tadi kemana?” tanya Tiara tanpa mengacuhkan pertanyaan suaminya. Seingatnya ini bukan jam pergantian perawat yang biasanya mereka infokan. “Mereka bukan istriku jadi untuk apa mereka disini,” kata Farhan ketus.Bayi besarnya ngambek ternyata dan mengusir dua orang perawat itu. Kalau ingin menuruti emosi Tiara akan berteriak kalau ini juga salah Farhan yang tidak pernah mempercayainya dan selalu main rahasia, tapi nyatanya dia malah menghancurkan kedamaian keluarga mereka, jadi jangan salahkan Tiara kalau mencari solusi lain. “Oh baiklah, apa kamu menginginkan sesuatu, ke kamar mandi atau makan?” tan
Luka yang diderita Farhan memang cukup parah. Akan tetapi karena ketelatenan Tiara salah satunya dan tim dokter yang sangat kompeten laki-laki itu sembuh dengan cepat, tidak sampai lima hati Farhan sudah diperbolehkan untuk pulang dan disinilah kejutan yang akan dia terima. Pagi tadi Tiara datang dengan membawa koper besar, membuat Farhan langsung panik kalau wanita yang telah membersamainya bertahun-tahun ini akan pergi meninggalkannya. “Aku cuma bawa baju kita saja, kalau tidak bawa koper memang mau ditaruh di kantong keresek,” kata Tiara menanggapi kepanikan suaminya.“Baju kita? Kenapa kita harus membawa banyak baju kalau aku bisa pulang hari ini?” “Karena kita akan pulang ke rumah mama untuk sementara waktu,” kata Tiara lempeng. Tiara bisa melihat pandangan Farhan yang menyipit curiga padanya, tapi dia tidak peduli. Setelah berpikir dengan matang dan juga berunding dengan Fariz dan orang tua Farhan yang tentunya tanpa m
“Ini tidak benar.” “Hah!” Tiara menatap suaminya dengan wajah terkejut juga marah. Jadi kamu benar-benar tak terima kalau jalang itu buruk di mata orang lain, padahal jelas-jelas dia sudah mencelakainya, meski tujuannya untuk mencelakai Tiara. Tak ingin terjadi pertengkaran lagi dengan Farhan, Tiara memilih melanjutkan acara beres-beresnya. “Tiara apa kamu juga terlibat, kita akan kesulitan kalau benar seperti itu.” Kemarahan yang tadi coba diredam Tiara kali ini tak bisa dibendung lagi. “Aku penasaran kenapa kamu waktu itu langsung memelukku, bukannya akan lebih mudah kalau aku yang terluka, apapun yang kamu rencanakan aku tidak bisa menghalangi,” katanya dingin. “Kamu tahu alasannya dengan baik, kamu istriku dan aku mencintaimu, apa alasan itu tidak cukup untukmu.” “Tapi kamu selalu saja membela wanita yang jelas-jelas ingin mencelakaiku, apa sebenarnya yang kamu inginkan, Mas?