Share

Malam Pertama

Bab 5

Dengan susah payah Lovita memapah pemilik tinggi 183 sentimeter itu ke kamarnya. Ralat. Ke kamar mereka maksudnya.

Sementara Leo yang sudah teler tidak tahu apa-apa lagi. Namun racauan-racauan tidak jelas terus berloncatan keluar dari mulutnya.

"Baru hari pertama lo udah bikin susah," omel Lovita yang akhirnya berhasil membawa Leo ke kamar. Dibaringkannya laki-laki itu ke tempat tidur dengan sedikit menghempaskan tubuhnya. Lovita tidak tahu entah hari-hari macam apa yang akan dilaluinya selama tiga ratus enam puluh lima hari ke depan kalau awalnya saja sudah seperti ini.

"Dasar pemabuk," kecam Lovita memerhatikan Leo yang belum berhenti meracau. Aroma alkohol yang menguar dari mulut lelaki itu membuat Lovita menutup hidung.

Lovita baru akan beranjak meneruskan niatnya untuk mandi. Namun cekalan tangan Leo di lengannya membuat maksudnya urung terjadi.

Lovita tidak yakin Leo sepenuhnya tidak sadar karena tiba-tiba saja lelaki itu memegang lehernya dan berujar pelan, "Haus ..."

"Bentar." Lovita bergerak keluar dari kamar menuju ruang belakang.

Beberapa menit kemudian dia kembali dengan segelas tinggi air putih.

"Ini," ucap Lovita sembari meletakkannya di nakas.

Leo tidak menjawab tapi tangannya menggapai-gapai dengan mata tertutup.

Lovita mengembuskan napas. Dalam keadaan seperti sekarang agak mustahil Leo bisa minum sendiri. Bahkan Lovita yakin Leo tidak akan sanggup mengambil gelas itu.

Lovita terpaksa membantu Leo duduk lalu meminumkan air putih pada laki-laki itu.

Leo meneguknya dengan cepat hingga air yang diberi Lovita tandas menyisakan gelas kosong.

"Haus banget lo ya?"

Leo hanya menggumam tidak jelas lalu merebahkan tubuhnya. Setelah lelaki itu memejamkan mata barulah Lovita bergerak ke kamar mandi sambil menahan perutnya yang lapar. Di dalam kamar mandi dia berpikir akan memakan apa nanti.

Lovita mandi asal bersih. Perutnya jauh lebih menuntut asupan dari pada tubuhnya.

Setelah selesai mandi dan tanpa sengaja melihat jam, di saat itulah Lovita sadar. Sudah pukul setengah satu malam. Dia pikir baru jam sembilanan.

Setelah berpakaian di ruang depan, bukan di kamar—Lovita tidak ingin ambil risiko dengan mengganti baju di kamar karena walau sedang mabuk tapi bisa saja Leo melihatnya—Lovita mencari makanan di belakang. Tapi tidak ada apa-apa. Begitu pun ketika dia membuka kulkas. Hanya ada beberapa bir kalengan di sana.

Lovita mengesah lelah. ‘Kalau nggak ada makanan gini, aku mau makan apa coba?’ pikirnya.

Emang biasanya si muka datar itu nggak makan apa? Masa tidak ada satu pun bahan makanan di sini?

Selama beberapa saat Lovita termenung. Sudah larut malam. Dia harus cari makanan ke mana?

‘Come on, Lov, di zaman serba daring gini lo masih bego aja,’ bisik hatinya.

Lovita kembali ke kamar untuk mengambil ponsel. Leo bergerak-gerak gelisah dalam tidurnya. Mungkin sedang mimpi buruk.

"Harusnya gue yang mimpi buruk. Hidup sama lo tuh mimpi terburuk gue," cibir Lovita.

Tangannya sedang menari lincah di layar gawai ketika tiba-tiba mendengar suara itu.

"Hueeek... Hueeek ..."

Seketika Lovita mengangkat wajah lalu mengalihkan perhatian ke tempat tidur. Leo sedang muntah di sana.

"Ya ampun!" Lovita meletakkan ponselnya sembarangan lalu menggegas langkah menghampiri tempat tidur.

"Ayo muntah di belakang." Lovita membantu Leo turun dari tempat tidur lalu memapah keluar kamar.

Laki-laki itu melingkarkan tangannya ke bahu Lovita, memberikan bobot tubuhnya sepenuhnya pada perempuan itu. Dalam keadaan normal Lovita tidak akan sudi dipegang-pegang seperti ini. Dia pastikan sudah mengata-ngatai Leo. Tapi saat ini dia tidak mungkin melakukannya.

Baru beberapa langkah Leo kembali memuntahkan isi perutnya. Kali ini ke arah Lovita hingga mengenai tangan dan bajunya.

Lovita terperanjat, lalu dengan refleks melepaskan Leo dari papahannya. Leo hampir saja tumbang ke lantai karena kehilangan keseimbangan. Lelaki itu terhuyung. Sebelum benar-benar jatuh dengan cepat Lovita meraihnya lalu membawa Leo ke kamar mandi.

Di sana lelaki itu memuntahkan isi perutnya. Tanpa disadari Lovita memijit-mijit tengkuk Leo.

Lovita kini berpikir bagaimana Leo menolong dirinya sendiri saat berada dalam keadaan yang sama sedangkan lelaki itu hanya tinggal sendiri di apartemennya? Siapa yang membantunya? Siapa yang memapahnya berjalan? Bagaimana kalau dia jatuh dan lebih gawatnya membentur benda-benda tajam atau apa pun yang membahayakan dirinya sendiri?

Ngapain juga aku mikir sampai sejauh itu? Toh selama ini dia baik-baik saja, bisik hati Lovita.

Setelah Leo selesai dengan urusan muntahnya Lovita membawa lelaki itu ke kamar dan membaringkannya ke kasur. Demi apa pun dia tidak akan mau melakukan ini kalau tidak terpaksa.

Dan dia belum bisa tenang saat melihat baju Leo basah kena muntahnya tadi. Dia tidak mungkin membiarkan Leo tidur dengan baju itu.

"Baju lo mana, Le?" tanya Lovita.

Leo merespon dengan gumaman kecil.

"Gue ambil baju lo di lemari."

Lovita kemudian berinisiatif untuk mencari baju Leo di dalam lemari. Iya dia tahu tempatnya di sana. Tapi dia merasa hanya perlu berhati-hati dalam bertindak. Dia tidak mau besok pagi saat bangun lelaki itu akan menuduhnya mencuri karena membuka-buka lemarinya tanpa izin.

Lovita menarik sehelai kaos oblong hitam dari lipatan teratas kemudian kembali ke tempat tidur.

"Le, duduk bentar, ganti baju lo dulu. Baju lo basah kena muntah, ntar lo masuk angin."

Leo menggeliat dengan mata tertutup. Lovita berdecak. Mana mungkin Leo memahami instruksinya dalam keadaan seperti sekarang.

Akhirnya Lovita melakukannya sendiri. Dia cukup kesulitan melakukannya.

"Nggak ada yang ngelarang lo mabuk tapi ya nggak nyusahin orang juga," gerutunya.

Setelah mengganti baju Leo Lovita baru menyadari keadaannya sendiri. Bajunya juga kotor kena muntah Leo tadi. Perempuan itu berdecak lalu mengganti dengan pakaian bersih. Setelahnya Lovita memesan makanan. Untung saja masih ada yang buka sampai jam segini dan menyediakan layanan online.

Setelah perutnya kenyang Lovita termenung. Harus tidur di mana malam ini? Dia tidak mungkin tidur di sofa kan? Bukan masalah tidak nyaman, tapi sofa itu terlalu pendek untuk postur tubuhnya.

Lovita memutuskan kembali ke kamar. Dia menghela napas sejenak sembari matanya memindai setiap penjuru kamar. Hanya ada satu tempat tidur berukuran sedang di sana. Yang artinya dia harus tidur di tempat yang sama dengan Leo.

Lovita tidak punya pilihan lain. Dia kemudian bergabung dengan Leo yang tampaknya sudah pulas. Diletakkannya guling di tengah-tengah sebagai pagar pembatas mereka. Lovita mulai memejamkan matanya. Baru beberapa detik perempuan itu terkesiap ketika Leo bergerak dan melingkarkan tangannya ke tubuh Lovita. Detik itu juga mata Lovita terbuka lebar. Terkejut mendapati Leo yang tengah menatapnya dengan sendu sekaligus seduktif.

Dengan cepat Lovita menyingkirkan tangan Leo dari tubuhnya. Tapi upayanya gagal. Belitan Leo terlalu keras. Bahkan kini kaki lelaki itu juga membelit pinggang Lovita.

"Leo, lepasin gue! Lo mau apa?" sergah Lovita keras.

"Gue mau lo sekarang," seringai lelaki itu yang membuat Lovita bergidik ketakutan.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status