"Pakai ditanya lagi, aku yang mengundangnya."
"Ahh, rupanya ini alasanmu menyuruhku cepat pulang dan menjemput Jaydan dari sarangnya?"
"Mm, tapi bukan hanya itu, aku masih punya kejutan untuk kalian semua."
"Apa?" tanya Axello penuh minat, Jeya tersenyum penuh rasa bahagia ke arah suaminya.
Dia mengeluarkan sebuah kotak persegi panjang kecil dari sakunya lantas diberikan pada Axello. Pria itu membukanya, melihat kejutan apa yang ada di balik kotak misterius tersebut. mata Axello melebar, ia mematung sesaat kemudian menatap istrinya penuh binar bahagia.
"Kamu hamil?" pekik Axello membuat Emma dan Jaydan menatap cepat Jeya.
Jeya mengangguk, dia tersenyum namun air matanya sudah turun mengekspresikan rasa bahagia yang tak terbendung. Setelah empat tahun pernikahan akhirnya Tuhan mempercayakan anugerah berharga itu dalam rahim Jeya. Axello langsung memeluk istrinya erat. Mengucap syukur karena Tuhan membalas penantian dan kesabaran mereka
Yeyy... dua kali up ya hari ini, semoga sukaaa.Like, komen, vote, dan bintang limanya jangan lupa ya guys.
Selesai makan malam, Jaydan mengajak Angel untuk bicara berdua di halaman belakang rumah kakaknya. Di sana ada sebuah tempat yang teramat nyaman untuk duduk-duduk santai saat langit secerah malam ini. Angel mungkin masih tidak mengerti mengapa dia berada di tengah-tengah keluarga bahagia ini, tapi dia sangat menikmati setiap momen yang dia alami di sini. Semua orang memperlakukannya dengan baik, bahkan ketika Herlan datang, pria itu tidak ragu menyapa Angel dengan akrab. Sepertinya keluarga Jaydan adalah keluarga paling sempurna yang pernah Angel lihat. Beruntung sekali lelaki itu, begitu pikir Angel. "Angel," panggil Jaydan ragu-ragu. "Ya?" sahut Angel sambil menoleh ke arah yang memanggil. "Maaf ya karena kakakku kau jadi terjebak di sini." Angel mengangkat satu sudut bibirnya, "Tidak apa-apa, aku senang be
"Kau tidak punya mobil?" ujar Angel tampak keberatan ketika Jaydan akan mengantarnya menggunakan motor. "Naiklah," titah Jaydan enggan menanggapi protes tersirat Angel. "Aku tidak pernah naik motor." "Naik atau kutinggal?" "Pinjam mobil kak Axello saja, kau bisa menyetir, kan?" kekeh Angel belum mau menyerah. Malam-malam naik motor trail, sepertinya itu bukan ide yang bagus. Bagaimana jika Angel masuk angin? Terlebih motor itu tampaknya tidak akan nyaman jika ditumpangi dua orang. "Sampai hitungan ketiga kau tidak naik, aku serius akan meninggalkanmu." "Tapi Jaydan—" "Satu ...." "Hei!" "Dua
"Aku lihat akhir-akhir ini kak Jaydan jadi semakin dekat ya dengan kak Angel," ungkap Naina yang akhirnya memiliki kesempatan untuk mengobrolkan hal ini setelah sebelumnya mereka sibuk membahas tentang organisasi. Saat ini keduanya sedang berada di ruang sekretariat, anggota yang lain sudah pamit lebih dulu untuk mengikuti kuliah atau melakukan hal lainnya di luar ruangan tersebut. hanya tersisa Naina dan Jaydan di sana, dan sepertinya mereka tidak akan beranjak dengan cepat. "Bisa dibilang kami memang mulai akrab." "Syukurlah, aku senang mendengar hubungan Kakak dan kak Angel sudah membaik. Kehadiran kak Angel di BEM membawa banyak perubahan positif ya, Kak. Ternyata kak Angel itu tidak sejahat yang orang-orang pikirkan." Jaydan tersenyum membenarkan tanpa ragu pernyataan itu, "Dia memang keras kepala tapi sebenarnya hatinya baik. Orangnya gengsian, mungkin itu yang membuatnya terlihat angkuh." "Aku juga bisa merasakan kebaikan kak Angel seja
Angel baru keluar dari perpustakaan, usai mengerjakan tugas kuliahnya dia berencana mengunjungi kedai Ibu Alessa. Keduanya sudah janjian dan berencana bertemu langsung di sana. Hari ini Alessa tidak ada jadwal kuliah, tadi dia ke kampus hanya untuk urusan di UKM Broadcasting lalu pergi lagi untuk kerja paruh waktu. Ini sudah pukul empat sore, seharusnya gadis itu sudah ada di kedai ibunya sekarang. Dalam perjalanan menuju pintu keluar, Angel tidak sengaja berpapasan dengan kedua sepupunya dan dua mantan temannya. Sejak insiden di kafetaria tempo hari, keempat orang itu memang tidak terlalu mengusik ketenangan Angel. Meski tentu saja cibiran dan ejekan tidak pernah berhenti mereka lontarkan di setiap pertemuan. "Minggir," usir Angel ketika Michelle, Austin, Hena, dan Renata menghadang jalannya secara bersamaan. "Mau ke mana sih Queen, bu
Raga Angel sedang berada di dapur kedai ibu Alessa, namun jiwanya melanglang buana entah ke mana. Gadis itu berdiri di samping sahabatnya sambil memegang pisau dan memotong daun bawang dengan tenaga yang tidak biasa—penuh emosi sampai menimbulkan suara yang sedikit menyeramkan menurut Alessa. Sejak awal kedatangannya Angel sudah memasang wajah muram. Ketika ditanya kenapa, Angel hanya menggeleng tanpa menjelaskan apa-apa. Alessa tidak memaksa, dia memberi Angel kesempatan untuk meredam emosi yang tampak menyala-nyala di matanya. Sayangnya, bukannya padam, menit demi menit berlalu tingkat emosi Angel justru kian menanjak. Tuk ... tuk ... tuk ... Pisau tajam itu dientak-entak pada talenan dengan kasarnya, mencincang daun bawang sampai tercacah mengenaskan. Jangankan menghasilkan potongan indah, bawang itu masih tersisa saja Alessa sudah bersyukur. "Mending kamu istirahat, An, aku bisa menyelesaikan semua ini sendiri." "Berdua lebih baik, Al," sa
Angel menoleh lalu muncul seringaian penuh rencana, dengan senang hati dia membantu Alessa menyiapkan makanan untuk Karel dan Hena. Setelah menyiapkan semua makanannya, Angel membantu Alessa membawakan makanan itu pada tamunya. Karel lumayan terkejut mendapati musuh bebuyutannya ada di sana. Dia menyapa Angel dengan gaya khas setengah meledek namun tak Angel pedulikan karena tujuannya ke sana bukan untuk meladeni tingkah menyebalkan Karel. "Wah, kejutan apa ini, kau bekerja di sini Angel?" "Seperti yang kau lihat." Angel membantu Alessa menyajikan makanan itu di meja Karel dan Hena. "Kau tidak mencampurkan sesuatu di makananku, kan?" todong Karel curiga. "Makan saja, kalau kau mati artinya aku memasukkan racun dalam makananmu." "Wah, se
"Kakak sedang banyak pikiran?" "Hah, oh, tidak. Kenapa memang?" "Tidak apa-apa, aku hanya merasa sejak tadi Kakak lebih banyak melamun. Seperti sedang memikirkan sesuatu. Apa ada masalah? Cerita saja, siapa tahu aku bisa bantu." "Aku baik-baik saja, tidak ada masalah apa-apa." "Lalu pas nonton tadi kenapa Kakak sering tidak fokus. Tidak suka filmnya?" "Biasa saja, Nai, aku memang tidak terlalu suka nonton tapi tadi filmnya cukup seru." "Syukurlah, aku pikir Kakak tidak suka. Aku jadi tidak enak karena sudah mengajak Kakak nonton film tadi." "Tidak apa, santai saja." "Setelah ini kita lanjut makan ya, Kak?" "Boleh, tapi bukannya
"Kau apakan fotoku tadi?" Interogasi Angel semakin curiga karena ia tak menemukan postingan apa pun di akun sosial media Karel. "Ada, lah, nanti kau pasti senang. Kurang baik apa coba aku, jadi musuh tapi sering menolongmu." "Aku tidak pernah minta bantuanmu." "Ck, Alessa demi Tuhan kenapa kau mau berteman dengan manusia sepertinya?" geram Karel yang ujung-ujungnya merajuk pada Alessa. Begitu saja terus sejak tadi, ketika dia kalah omong dari Angel maka Karel akan beralih mengajak Alessa bicara. Meski sering berdebat dan saling mengejek, Alessa melihat keakraban yang tulus di antara Karel dan Angel. Mereka tidak benar-benar saling membenci, hanya gengsi saja jika dibilang menjalin pertemanan. "Kamu tidak akan pulang, Rel?" tanya Alessa hati-hati. "Kau mengusirku?" "Bukan begitu, aku hanya bertanya." "Aku sedang menunggu orang, kalian sendiri kenapa belum balik ke asrama? Gerbangnya keburu tutup, loh." "Malam ini