Krystal mengembuskan napas panjang. Dia menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Tampak raut wajah Krystal begitu cemas. Ya, jelas Krystal cemas. Sejak Maya—teman sesama Ballerina memergokinya bersama Kaivan, membuat Krystal khawatir. Sudah lama rasanya Krystal tidak pernah dekat dengan seorang pria. Dan belakangan ini, Krystal hanya fokus pada pekerjaannya saja. Kepergian kedua orang tuanya membuat Krystal harus semakin giat dalam mencari uang. Dia pun bukan hanya membiayai dirinya, tetapi dia juga harus membiyai sekolah adiknya.“Kamu memikirkan tentang temanmu yang tadi bertemu dengan kita?” Kaivan bertanya kala melihat Krystal sejak tadi terlihat begitu cemas.Krystal mengangguk pelan. “Iya, Kaivan. Apa kamu tidak cemas sama sekali?”Kaivan mengangkat bahunya tak acuh. “Tidak. Aku lihat temanmu itu wanita yang baik. Aku yakin dia tidak mungkin menggosipkanmu di belakangmu. Jika nanti dia kembali bertanya, kamu bisa menjawab dengan tenang seperti yang kamu katakan tadi. Aku adalah teman adikm
“Krystal, berani-beraninya kamu melakukan ini padaku. Apa kamu mencoba merayuku?”Wajah Krystal menegang mendengar ucapan Kaivan. Bahkan jarak di antara keduanya begitu dekat. Embusan napas Kaivan membelai kulit lehernya. Membuat tubuh Krystal meremang.“A-Apa m-maksudmu, Kaivan? Siapa yang menggodamu?” ucap Krystal gugup dan takut. Degup jantungnya berpacu semakin kencang kala jarak mereka begitu dekat dan intim.“Lihatlah tubuhmu,” bisik Kaivan tepat di telinga Krystal.Krystal mengerjap mendengar ucapan Kaivan. Didetik selanjutnya, Krystal menurunkan pandangannya. Menatap tubuhnya sendiri. Ya, Krystal langsung merutuki kecerobohannya. Dia lupa kalau memakai baju berwarna putih. Jelas saja tubuh bagian depannya akan tembus pandang.“A-Aku akan mengganti pakaianku sebentar.” Krystal langsung mengambil bathrobe dan handuk yang ada di sofa. Lalu berjalan terburu-buru masuk ke dalam kamar mandi. Sedangkan Kaivan tersenyum samar melihat Krystal yang lari terburu-buru persis seperti seora
Kaivan duduk di kursi kebesaraannya seraya menyandarkan punggungnya. Pagi ini Kaivan berangkat ke kantor lebih awal. Kondisi kesehatan Krystal sudah berangsur membaik. Setelah pulang dari hotel, Kaivan memang memanggil dokter pribadinya untuk memeriksakan keadaan Krystal. Beruntung Krystal tidak demam lama. Ya, tidak dipungkiri Kaivan hampir jarang merawat orang sakit semalaman. Selama berumah tangga bersama dengan Livia; Kaivan biasanya selalu memanggil dokter pribadi jika Livia sakit. Pun yang merawat Livia biasanya adalah pelayan bukan dirinya. Namun, bukan berarti Kaivan tidak peduli sama sekali. Jika Livia sakit, Kaivan masih tetap memperhatikan. Walau itu adalah sebuah perhatian kecil.“Apa aku mengganggumu, Kaivan Bastian Mahendra?” Suara bariton memasuki ruang kerja Kaivan.Kaivan sedikit terkejut kala ada suara yang menerobos masuk ke dalam ruang kerjanya. Seketika raut wajah Kaivan berubah, menatap sosok Aryan—sahabatnya yang sudah cukup lama meninggalkan Jakarta kini berada
“Kaivan, hari ini aku ingin latihan balet. Aku sudah tiga hari tidak latihan balet. Aku Tidak enak pada teman-temanku jika tidak latihan lagi, Kai.”Krystal berucap pelan di tengah-tengah sarapannya bersama dengan Kaivan. Ya, sudah tiga hari ini Kaivan meminta Krystal untuk beristirahat di rumah memulihkan kesehatannya. Tentu Kaivan akan selalu mengatakan tidak ingin Krystal sakit karena tidak mau disusahkan oleh wanita itu. Well… Perkataan pedas Kaivanlah yang membuat Krystal menurut dan tidak membantah. Pun Krystal tidak ingin menyusahkan Kaivan.“Memangnya tubuhmu sudah membaik?” Suara Kaivan bertanya dengan nada dingin dan raut wajah datar.Krystal mengangguk pelan. “Sudah. Aku sudah membaik.”Kaivan mengambil kopi yang diantar oleh sang pelayan dan menyesapnya perlahan. “Bersiaplah. Aku akan mengantarmu ke tempat latihan baletmu.”Krystal tampak terkejut. “Kamu mau mengantarku, Kai? Tidak, lebih baik jangan. Nanti banyak teman-temanku yang melihat. Maya saja sudah pernah memergok
“Nyonya Krystal?” Seorang pelayan menyapa Krystal yang berbalik arah tidak jadi masuk ke dalam ruang makan.“Eh? Iya?” Krystal terkejut kala pelayan melangkah menghampirinya. Krystal menjadi salah tingkah. Dia pun terlihat sedikit panik.“Nyonya mau ke mana? Tuan sudah menunggu di ruang makan. Beliau meminta Anda untuk sarapan,” ujar sang pelayan memberitahu.“I-Iya, nanti aku ke sana. Sebentar aku ingin membalas pesan temanku,” kata Krystal yang mencari alasan. Wajahnya mengulas senyuman kaku.“Baik, Nyonya. Kalau begitu saya permisi.” Sang pelayan menundukan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Krystal.Krystal mendesah lega kala sang pelayan yang sudah pergi. Ya, sejak tadi malam di mana Kaivan memergoki dirinya yang menonton film membuat Krystal sungguh malu. Rasanya Krystal ingin sekali melarikan diri ke kutub utara dan tidak lagi bertemu siapa pun. Untungnya tadi malam Kaivan tidak menyerangnya. Pria itu malah tidak henti tersenyum-senyum sepanjang malam karena memergok
“Masih ada aku.”Seketika Krystal terperangah terkejut mendengar ucapan Kaivan. Lidahnya bahkan nyaris tidak mampu mengeluarkan kata-kata. Bersamaan dengan debaran jantungnya yang berpacu keras.“M-Maksudmu?” tanya Krystal yang memberanikan diri untuk bertanya.“Maksudku masih ada aku yang akan membantu hidupmu sampai kontrak pernikahan ini selesai. Jadi kamu tidak usah khawatir,” jawab Kaivan dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.Raut wajah Krystal berubah. Ya, tentu saja Krystal tahu bahwa ada Kaivan yang akan membantu kehidupannya ‘Selama Kontrak Pernikahan ini Selesai’ Krystal menyadari akan hal itu. Meski hanya sementara tapi Krystal tetap bersyukur akan hal itu.Kini Krystal hanya diam kala Kaivan menjawab itu. Dia tidak lagi berucap sepatah kata pun. Hanya raut wajah wanita itu terlihat berbeda dari yang sebelumnya.Suara ketuk pintu terdengar menghentikan keheningan yang membentang di ruang rawat itu. Baik Kaivan dan Krystal langsung mengalihkan pandangan mereka ke arah pin
“Aku berangkat. Kamu istirahatlah. Lebih baik tidak perlu latihan balet. Di rumah saja.”Kaivan berucap seraya memasang aroloji di pergelangan tangannya. Tatapannya mulai teralih pada Krystal yang tengah duduk di sofa kamar seraya menikmati teh madu hangat yang baru saja diantarkan oleh pelayan.“Apa hari ini kamu akan pulang malam, Kai?” tanya Krystal pelan.“I think so. Hari ini aku memiliki banyak meeting,” jawab Kaivan datar.Krystal mengangguk pelan. “Oh, ya. Apa kamu sudah menghubungi Livia? Maksudku bagaimana kabarnya sekarang?” tanyanya lembut yang ingin tahu kabar Livia.“Baik. Dia baik,” jawab Kaivan dengan nada yang masih sama. Datar dan dingin seolah enggan bicara. Namun, Kaivan memang seperti itu. Intonasi bicaranya seperti tengah berbicara dengan musuhnya sendiri.Ya, Kaivan memang selalu mendapatkan kabar dari Livia. Meski terkadang Kaivan tidak menjawab telepon dari Livia namun Livia tetap memberikannya sebuah pesan. Kaivan bukan bermaksud tidak ingin menjawab telepon
“Kai, hari ini kamu pulang malam sekali. Apa di kantor sangat sibuk?” Krystal bertanya pelan kala melihat Kaivan baru saja selesai membersihkan diri dan kini berbaring di sampingnya. Ya, malam ini Kaivan pulang begitu larut. Bahkan Krystal yang tadinya sempat tertidur pulas langsung terbangun kala mendengar suara pintu terbuka. Krystal memang mudah terbangun jika mendengar suara-suara.“Aku meeting dengan temanku yang baru pulang dari Melbourne,” jawab Kaivan datar.Krystal menganggukan kepalanya pelan. Kemudian, dia mendongakan kepalanya menatap manik mata cokelat gelap Kaivan. “Oh, ya, Kai. Boleh aku bertanya padamu?”“Katakan.” Kaivan mengalihkan pandangannya, menatap wajah polos Krystal yang tanpa memakai polesan make up sedikit pun. Hanya ada sedikit mengkilap di bibir merah muda Krystal. Setiap malam Krystal memang selalu memakai lip balm. Dan bibir Krystal salah satu objek yang tak luput dari pandangan Kaivan. Tatapan yang tersirat memuja. Namun, sayangnya orang lain tidak akan