Resmi menjadi istri kedua Kaivan Bastian Mahendra adalah suatu hal yang menjadi mimpi buruk bagi Krystal. Di dunia ini tidak ada yang menginginkan menjadi istri kedua. Tidak. Tepatnya Krystal hanya menjadi istri simpanan sampai dirinya bisa hamil dan melahirkan anak untuk Kaivan. Setelah Krystal melahirkan anak maka kesepakatan antara dirinya dan Kaivan berakhir. Ya, hari ini Krystal dan Kaivan telah resmi menjadi sepasang suami istri. Sungguh, air mata Krystal tak mampu tertahan kala dirinya sah menjadi istri Kaivan. Tentu Krystal menangis bukanlah air mata kebahagiaan.
Hal yang membuat Krystal tidak mampu menahan air matanya kala di ujung sana, Krystal melihat seorang wanita yang sangat cantik dengan balutan gaun berwarna maroon terus menatapnya. Sepanjang proses pernikahan wanita itu tidak henti melihat dirinya dan Kaivan. Pernikahan yang hanya disaksikan tidak lebih dari lima orang.
“Krystal, ikut aku. Aku akan mengenalkanmu pada seseorang.” Kaivan berucap tegas sontak membuat Krystal yang melamun sedikit terkejut.
Krystal menganggukan kepalanya pelan seraya menghapus sisa air matanya. Dia tidak ingin menunjukan wajah kerapuhannya pada orang lain. Sejak tadi Krystal tidak mau berucap sepatah kata pun. Dia melangkah mengikuti Kaivan. Balutan kebaya putih dengan sanggul sederhana yang Krystal kenakan tetap membuatnya terlihat sangat cantik dan anggun. Sama halnya dengan Kaivan—pria itu memakai jas formal berwarna hitam, membuat pria itu terlihat gagah dan mempesona.
“Krystal kenalkan dia Livia, istri pertamaku.” Kaivan berucap memperkenalkan sosok wanita cantik yang ada di hadapannya. Tampak raut wajah Kaivan tetap dingin dan datar kala memperkenalkan istri pertamanya.
Seketika Krystal membeku kala diperkenalkan langsung oleh istri pertama Kaivan. Tenggorokannya tercekat. Lidahnya begitu kelu. Rasanya Krystal tidak mampu berucap sedikit pun. Tampak wajah Krystal begitu gugup. Kini Krystal saling beradu pandang pada Livia. Ya, Krystal mengakui Livia, istri Kaivan sangatlah cantik. Wajahnya anggun dan begitu berkelas.
“Livia Mahendra.” Livia mengulurkan tangannya pada Krystal. Wanita itu memperkenalkan diri dengan suara yang lembut namun tersirat tegas. Pun Krystal akhirnya menyambut jabatan tangan Livia. Krystal tetap berusaha untuk memberikan sebuah senyuman.
“Krystal.” Krystal berucap pelan kala memperkenalkan dirinya. Dia hanya menyebutkan nama depannya. Meski sekarang sudah resmi menjadi istri kedua Kaivan, rasanya Krystal merasa tidak pantas jika menyebutkan nama “Mahendra” di belakang namanya. Terlebih Krystal berkenalan langsung dengan istri pertama Kaivan.
Livia tersenyum. “Terima kasih kamu menerima kesepakatan dari suamiku. Aku sangat menghargai keputusanmu, Krystal.”
Krystal terdiam sejenak mendengar kata-kata lembut Livia. Dari cara bicaranya Livia adalah wanita yang lembut dan baik. Rasanya dirinya begitu berdosa. Tentu Krystal tahu, Livia sangat terluka pada dirinya yang telah menjadi istri kedua Kaivan. Walau itu hanya demi sebuah kesepakatan. Mulut mungkin bisa berbohong mengatakan baik-baik saja. Sayangnya mata tidak pernah bisa berbohong. Krystal bisa melihat tatapan kesedihan di mata Livia. Sejak selama proses pernikahan berlangsung, Livia terus memberikan tatapan penuh arti padanya dan Kaivan.
Hingga kemudian, Krystal hanya memberikan senyuman hangat merespon ucapan Livia. Dia tidak tahu harus menjawab apa ucapan Livia.
“Aku tidak bisa berlama-lama di sini. Kamu pulanglah, Livia. Sopir akan mengantarmu,” ucap Kaivan dingin dengan raut wajah tanpa ekpresi pada Livia.
Setelah mengatakan itu, Kaivan langsung merengkuh bahu Krystal membawanya meninggalkan Livia yang masih bergeming dari tempatnya. Tatapan Livia terus menatap punggung Kaivan yang mulai menghilang dari pandangannya.
***
Krystal melangkahkan kakinya memasuki sebuah kamar megah. Kamar yang bahkan sepuluh kali lipat lebih besar dari kamar pribadinya di rumahnya. Sesaat raut wajah Krystal tampak begitu gugup. Beberapa kali Krystal menelan salivanya susah payah kala memasuki kamar itu.
Kaivan membuka jasnya, dan dengan santai Kaivan meletakan jas yang tadi dia pakai ke sofa yang tak jauh dari mereka. “Apa kamu tidak mau ganti pakaianmu?” tanyanya dingin dengan raut wajah datar.
“T-Tuan, saya—”
“Tuan?” Alis Kaivan terangkat kala Krystal memanggilnya masih dengan sebutan “Tuan” Gadis di hadapannya itu bahkan telah resmi menjadi istrinya, tapi masih saja memanggilnya dengan sebutan itu. “Kenapa kamu masih berbicara formal denganku? Aku rasa kamu tidak lupa ingatan. Kita telah resmi menjadi suami istri. Kamu cukup panggil namaku. Dan berhenti berbicara formal denganku.”
Krystal menelan salivanya susah payah. “Iya, Tuan. M-Maaf. Maksudku Kaivan,” ucapnya terbata-bata. Ini pertama kali Krystal memanggil nama Kaivan hanya dengan sebutan nama. Rasanya sangat aneh. Dia belum terbiasa akan itu.
Kaivan membuka kancing kemeja di pergelangan tangannya. Dia melangkah mendekat pada Krystal yang wajahnya tampak pucat itu. “Kamu gugup karena ini malam pertama kita?” tanyanya dengan tatapan tak lepas menatap mata Krystal.
Wajah Krystal kian pucat kala Kaivan kembali mengingatkan dirinya bahwa malam ini adalah malam pertamanya. Degup jantung Krystal berpacu kencang saat Kaivan melangkah mendekat ke arahnya.
“A-Aku—”
“Rileks, Krystal.” Kaivan membelai sedikit kasar pipi Krystal. Membuat Krystal semakin gugup. “Kapan terakhir kamu tidur dengan mantan pacarmu?” tanyanya yang sontak membuat Krystal terkejut.
Raut wajah Krystal tampak kian gugup dan bingung menjawab pertanyaan Kaivan. Didetik selanjutnya, Krystal menggelengkan kepalanya dan menjawab pelan, “A-Aku belum pernah.”
Alis Kaivan bertautan, menatap lekat Krystal. Wajah dingin dan arogannya tetap diam, namun tersirat keterkejutan. “Apa maksudmu belum pernah?”
Krystal menelan salivanya susah payah. “Aku belum pernah melakukannya.”
Sepasang iris mata cokelat gelap Kaivan tampak semakin terkejut. Dia tetap diam, menatap lekat Krystal. Tersirat mata Kaivan menunjukan tatapan tak percaya. Pasalnya, Krystal sudah lebih dari 20 tahun. Bahkan saat dulu Kaivan menikah dengan Livia, istri pertamanya itu sudah tidak lagi perawan. Bagaimana mungkin di jaman seperti ini masih ada wanita yang perawan? Rasanya itu benar-benar mustahil.
“Maksudmu, kamu masih perawan?” Kaivan bertanya dengan nada dingin dan tatapan yang tak lepas menatap Krystal. Dia mulai melangkahkan kakinya mendekat pada Krystal.
Krystal mengangguk dalam wajah yang panik kala Kaivan semakin mendekat padanya. Dengan pelan, Krystal melangkahkan kakinya mundur ketika Kaivan terus mendekat ke arahnya.
Seringai di wajah Kaivan terlukis melihat anggukan kepala Krystal. Dia langsung mendorong tubuh Krystal ke ranjang luas. “Kalau begitu aku akan menunjukannya padamu, Krystal.”
Wajah Krystal semakin pucat. Dia mencengkram kuat sprei. Berkali-kali Krystal menelan salivanya susah payah saat dirinya sudah terbaring di ranjang megah itu.
“Rileks, Krystal. Aku tidak akan menyakitimu.” Kaivan berbisik kala dirinya sudah memenjarakan Krystal di bawah tubuhnya, di atas hamparan ranjang yang megah itu.
Sudut mata Krystal mengeluarkan air matanya. Dia hendak membuang wajahnya kala Kaivan mulai melucuti pakaiannya. Sayangnya, Kaivan tidak membiarkan itu. Pria itu menarik dagu Krystal memaksa gadis itu untuk melihatnya.
Hingga saat tubuh keduanya telah polos tanpa sehelai benang pun, terdengar suara jeritan Krystal memenuhi kamar megah itu. Krystal merasakan pusat tubuhnya terbelah. Dia mencengkram kuat sprei. Bulir air matanya tak henti berlinang.
Ya, pada akhirnya Krystal menjatuhkan dirinya pada sosok pria yang memberikan sebuah kesepakatan. Kesepakatan yang Krystal tahu kelak dirinya akan menyesali semua ini. Namun, Krystal menyadari tidak ada jalan untuknya kembali.
“Kaivan…” Suara Krystal begitu lembut di telinga Kaivan. Pria itu hanya tersenyum samar melihat gadis yang ada di bawahnya hanya pasrah dan tak berdaya.
Pelupuk mata Krystal bergerak kala merasakan silau matahari menyentuh wajahnya. Dia mengerjap beberapa kali dan menggeliat. Tepat di saat mata Krystal terbuka, dia merasakan tubuhnya begitu remuk. Krystal merintih kesakitan kala inti tubuh bagian bawahnya terasa begitu perih.“Kenapa ini sakit sekali,” rintih Krystal seraya meringis kesakitan. Diderik selanjutnya, Krystal mulai mengedarkan pandangannya. Sebuah kamar megah itu sukses membuat Krystal terdiam. Seketika ingatan Krystal mengingat kejadian tadi malam. Sentuhan Kaivan. Untuk pertama kalinya Krystal merasakan sentuhan seorang pria. Bahkan Kaivan terus memintanya lagi dan lagi. Pria itu baru membiarkan Krystal tidur ketika menjelang dini hari. Sungguh, bayangan Kaivan menyentuhnya terus menyerang benak Krystal.Namun, tiba-tiba raut wajah Krystal terlihat muram. Dia tidak pernah menyangka dirinya akan menjadi istri simpanan. Bahkan dia menyerahkan sesuatu yang berharga dalam dirinya hanya demi uang. Namun, Krystal tidak ingin
Krystal duduk di sofa empuk di kamarnya. Dia baru saja mendapatkan telepon dari rumah sakit yang memberitahu operasi adiknya berjalan dengan lancar. Saat ini adiknya sudah dipindahkan di ruang ICU. Pun korban kecelakaan yang meninggal akibat tertabrak motor adik Krystal sudah diurus. Ya, semua itu sudah diselesaikan oleh asisten Kaivan. Kemarin, saat adiknya di operasi—Krystal tidak bisa menemani adiknya itu. Mengingat kemarin adalah hari pernikahannya, tentu Krystal tidak mungkin bisa menemani sang adik.Krystal menghela napas panjang. Tatapannya menatap hujan deras yang sejak tadi membasahi bumi. Tidak ada bintang dan bulan. Cuaca malam itu begitu dingin. Sudah sejak sore hujan turun tapi tak kunjung reda. Krystal mengalihkan pandangannya pada jam dinding—waktu menunjukan hampir pukul sebelas malam tapi hingga detik ini Krystal masih belum juga mengantuk.“Lebih baik aku membuat teh jahe saja,” gumam Krystal seraya bangkit berdiri. Cuaca yang begitu dingin membuat Krystal memutuskan
Saat pagi menyapa, Krystal sudah sibuk di dapur mengolah bahan-bahan makanan menjadi sebuah masakan. Sejak tadi Krystal menolak para pelayan yang hendak ingin membantunya memasak. Krsytal tidak suka ada yang membantunya jika dirinya tengah memasak. Dia memang terbiasa menyiapkan sarapan untuk dirinya dan adiknya sebelum beraktivitas. Kepergian kedua orang tuanya, membuat Krystal menjadi sosok yang mandiri.“Kurang asin,” gumam Krystal kala mencoba nasi goreng kepiting buatannya. Dia mengambil bumbu penyedap masakan—lalu menuangkannya sedikit. Kini Krystal kembali mengaduk nasi goreng buatannya itu agar bumbu-bumbu menyatu.Namun, Krystal tak menyadari kehadian Kaivan. Pria itu berdiri di ambang pintu menatap Krystal yang sibuk memasak. Tampak Kaivan hanya terdiam memperhatikan Krystal lekat. Tubuh Krystal terbalut apron berwarna kuning menarik perhatian Kaivan.“Selesai.” Dengan wajah riang, Krystal memindahkan nasi goreng ke dua piring kosong Kemudian Krystal berbalik—seketika Krysta
“Kaivan, aku ingin latihan balet.” Suara Krystal berucap dengan pelan kala Kaivan baru saja selesai melakukan panggilan telepon dengan Livia.“Kamu ingin latihan balet?” ulang Kaivan memastikan seraya menatap Krystal.Krystal mengangguk. “Iya, aku ingin latihan balet. Aku tidak enak karena sudah beberapa kali aku tidak latihan.”“Baiklah. Aku akan mengantarmu,” jawab Kaivan dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Jangan, Kaivan. Nanti akan banyak orang yang melihat. Aku tidak ingin menjadi pusat perhatian karena diantar mobil mewahmu. Biar aku naik taksi saja,” ucap Krystal pelan. Ya, selama ini teman-temannya tidak pernah melihat Krystal diantar oleh mobil. Dulu, saat orang tuanya masih ada memang Krystal memiliki mobil. Namun, setelah kepergian kedua orang tuanya—dia harus menjual mobil demi dirinya dan adiknya bertahan hidup.Kaivan terdiam sejenak mendengar permintaan Krystal. Tampak Kaivan terlihat berpikir. Hingga didetik selanjutnya Kaivan mengangguk singkat. “Aku akan memint
“Tuan Kaivan?” sapa sang pelayan menyambut Kaivan yang baru saja pulang.“Di mana Livia?” Kaivan bertanya dengan nada dingin dan raut wajah tanpa ekspresi. Ya, kini dia tengah berada di rumah Livia. Tepatnya saat Kaivan meeting, dia lelah mendengar permintaan Livia yang terus-terusan memintanya untuk pulang. Tidak ingin pusing, Kaivan pun akhirnya menyetujui permintaan Livia untuk pulang.“Nyonya ada di dalam, Tuan,” jawab sang pelayan dengan sopan dan ramah.Kaivan mengangguk singkat. Kemudian, dia melangkah masuk kedalam rumah. Saat Kaivan memasuki rumah, tatapan Kaivan melihat Livia menuruni tangga. Dengan cepat Livia langsung menghamburkan tubuhnya ke dalam pelukan Kaivan.“Kaivan, akhirnya kamu pulang. Aku merindukanmu,” ucap Livia seraya terus memeluk erat Kaivan. Sedangkan Kaivan hanya diam dan tidak membalas pelukan Livia.“Kamu tahu tadi aku sedang meeting, Livia. Kenapa kamu terus memintaku untuk pulang?” seru Kaivan seraya melepas pelukan Livia. Tatapannya menatap sang istr
Hari demi hari Krystal menjalani kehidupannya sebagai istri kedua Kaivan Bastian Mahendra. Lebih tepatnya mungkin hanya istri simpanan. Selama ini tidak ada yang tahu bahwa dirinya adalah istri Kaivan. Bahkan Krystal pun tidak memberitahukan tentang dirinya yang menikah diam-diam dengan Kaivan pada kedua temannya. Yang tahu Krystal adalah istri Kaivan hanya pelayan dan sopir di rumah ini. Ya, Krystal tidak pernah menyangka hidupnya akan seperti ini. Kepergian kedua orang tuanya, telah membuat hidup Krystal benar-benar terpuruk. Dia berjuang bersama dengan sang adik untuk tetap bisa bertahan hidup. Namun, kenyataannya takdir membawa Krystal hanya menjadi istri simpanan.Tadi malam Krystal pun tidur sendirian tanpa ada Kaivan di sampingnya. Kesepian. Itu yang Krystal alami. Tetapi Krystal tidak bisa melakukan apa pun. Dia menyadari posisinya hanya sebagai istri simpanan. Kelak jika dirinya mengandung dan melahirkan maka dirinya akan berpisah dengan Kaivan.Kini Krystal tengah mematut ce
Krystal melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi. Kini tubuhnya sudah terbalut oleh gaun tidur tipis dengan model tali spaghetti. Sepulang dari pementasan, Krystal langsung membersihkan tubuhnya. Tampak wanita itu begitu kelelahan.Krystal terdiam sejenak kala tiba di depan cermin. Dia mematut cemin itu dan melihat wajahnya sudah terlihat segar. Namun, tidak dipungkiri sorot mata Krystal tampak menunjukan sebuah hal yang terbendung dalam diri. Hal yang tak mampu diluapkan.Ceklek.Suara pintu terbuka. Krystal langsung mengalihkan pandanganya ke arah pintu. Seketika raut wajah Krystal berubah tampak terkejut melihat Kaivan masuk ke dalam kamar.“K-Kaivan? K-Kamu pulang?” Krystal melangkah mundur kala Kaivan semakin mendekat padanya. Dia menelan salivanya susah payah ketika melihat Kaivan melepas jasnya. Tubuh maskulin pria itu terbalut oleh kemeja putih. Lengan kekarnya terbungkus pas dengan kemeja putih membuatnya tampak begitu gagah.Kaivan tidak langsung menjawab. Dia semakin me
“Aku akan berangkat lebih awal. Aku harus mengantar Livia.”Suara Kaivan berucap seraya memasang dasi kala Krystal membuka kedua matanya. Dia melirik Krystal sebentar—wanita itu masih mengerjapkan mata beberapa kali.“Kamu ingin mengantar Livia? Maaf aku bangun terlambat,” kata Krystal dengan nada yang merasa tidak enak. Pasalnya, Kaivan sudah rapi sedangkan dirinya masih baru bangun.“Ya, aku akan mengantar Livia,” jawab Kaivan dingin dan datar.Krystal sedikit menundukan tubuhnya—melihat tubuhnya masih polos tanpa sehelai benang pun yang melekat di tubuhnya itu. Hanya selimut tebal yang membalut menutupi tubuhnya. Bayangan Krystal langsung mengingat tentang tadi malam. Di mana dirinya dan Kaivan kembali melakukan pergulatan panas. Jika raut wajah Krystal sedikit malu. Lain halnya dengan Kaivan yang terlihat tidak memedulikan itu. Kaivan hanya memasang dasi dan terlihat begitu acuh.“Krystal,” panggil Kaivan dengan nada pelan dan tersirat tegas.“Ya, Kaivan?” jawab Krystal seraya men