Share

Bab 5

Vilia tersenyum saat membaca pesan dari Giant. Saat ini Giant dan Rian masih antri menunggu pak Pramono. "Keren... luar biasa ... hari ini semua lembur termasuk KaJurnya," gumam Vilia.

Dengan tergesa-gesa Zeni menghampiri Vilia. "Vilia kamu ada acara?"

"Ada apa Zeni? kamu kelihatan khawatir?" Vilia mencoba menelisik raut wajah Zeni.

"Aku minta tolong antar ke Stasiun ya?" pinta Zeni menunjukkan raut wajah yang memelas.

"Kamu mau kemana? Ini sudah sore lho?" selidik Vilia.

"Aku disuruh pulang sekarang, ada kepentingan mendesak?" Zeni berbicara dengan nada cemas.

"Oke, kamu mau ke kos dulu atau terus ke stasiun?" tawar Vilia.

"Terus ke stasiun saja Vil, ini aku sudah pesan tiket kereta secara online."

"Oke," jawab Vilia. Keduanya segera berjalan menuju parkiran motor di depan gedung Auditorium.

Sepeda motor metic membawa keduanya menuju stasiun yang terbesar di kota Surabaya. Lalu lintas sore ini macet sehingga membutuhkan waktu agak lama menuju ke stasiun.

"Aku antar sampai depan stasiun ya, ini sudah Maghrib nanti kemaleman sampai di rumah." ucap Vilia sembari Zeni turun dari motor.

"Oke, terima kasih Vilia. Vilia melambaikan tangannya dan mulai melajukan motornya menjauh dari stasiun.

Musholla kecil didalam area stasiun menjadi tempat istirahat setelah selesai menunaikan sholat jamak. Zeni memakan snack sisa yang masih ditasnya sembari menunggu waktu pemberangkatan kereta. Rasa lelah seharian sudah terbayar saat Zeni berhasil menyelesaikan kendala terkait persyaratan tugas pengabdian masyarakat. Dia mengeluarkan kertas dari dalam tasnya dan mulai membaca ulang terkait jadwal pelaksanaan. Tertegun Zeni saat melihat di kertas tersebut tercantum nomor ponsel.

Dahinya berkerut memikirkan kepemilikan nomor ponsel tersebut. Senyum usil tersungging dibibirnya. Tanpa menunggu waktu lama nomor ponsel tanpa nama sudah tersimpan di memori ponselnya.

Tap... tap.... tap..... suara langkah kaki Zeni terdengar di area tunggu penumpang kereta. Dia mencari kursi yang kosong untuk ditempati. "Pemberangkatan kereta masih Lima belas menit lagi," gumam Zeni dengan melihat jam dilayar ponselnya. Dia merasakan tenggorokan haus, segera dia menuju mini market yang tempatnya tak jauh dari tempat duduknya.

Dua botol air mineral sudah ditangannya. Segera dia kembali ke tempat duduk dan menghilangkan dahaga di tenggorokannya. Setengah botol air mineral sudah tandas. Frans keluar dari mini market stasiun, sorot matanya tertuju pada gadis berjilbab hitam yang sedang duduk. "Sepertinya aku pernah lihat gadis tersebut," gumam Frans sambil berjalan menuju kursi yang kosong. Terkejut Zeni melihat Frans yang berjalan menuju arahnya.

"Kamu mau kemana?" tanya Frans dengan menduduki kursi yang kosong.

"Aku mau mudik," dengan acuh Zeni menjawab pertanyaan Frans.

"Besok ada kuliah-kan? kamu juga sedang sibuk di kepanitian?" cecar Frans memperlihatkan rasa ingin tahu.

Zeni terkejut mendengar pertanyaan Frans, tadi Zeni tidak berpikir kalau dia sedang sibuk dikepanitiaan.

"Heem... tadi aku terburu-buru Frans, padahal deadline distribusi surat harus kelar Minggu ini."

"Aku bisa bantu kamu, kalau kamu ada kepentingan mendesak, tak usah sungkan," tawar Frans.

"Iya, terima kasih, maaf sudah merepotkanmu Frans, kamu mau kemana?"

"Sama kayak kamu, ke Ngawi?" jawab Frans datar.

" Kamu di gerbong berapa Zen?"

"Gerbong 10," jawab Zeni

"Beda gerbong sama aku, tapi nanti kita ketemu di stasiun pemberhentian ya, ini sudah malam," ajak Frans.

"Aku dijemput saudara di stasiun Frans, kamu serius mau membantuku dikepanitiaan? kita kan beda jurusan?

"Iya, aku serius Zen? apa yang bisa aku bantu,? tawar Frans

"Aku mudik tiga hari, boleh minta tolong untuk mengantarkan surat ini ke kajur?" sembari menunjukkan 4 amplop yang didalamnya berisi surat kepanitian.

"Tentu saja, apa hanya ini? kamu bilang deadline Minggu ini selesai, kamu juga mudik tiga hari?"

"Heem... itu ada satu surat lagi tapi bukan diJurusan, harus diantar ke Gedung Rektorat?" ucap Zeni

"Kebetulan Jumat aku ke Auditorium, sekalian ke Rektorat, mana suratnya?"

Zeni mengambil kembali satu buah surat dan menyerahkan kepada Frans.

"Kereta Parahyangan sudah tiba di stasiun, kepada para penumpang diharapkan untuk memasuki gerbong sesuai tiket Kereta, sekian dan terima kasih," pengumuman dari petugas Kereta api menghentikan percakapan keduanya. Bergegas Frans dan Zeni memasuki kereta sesuai gerbong masing-masing.

Setelah mendapatkan tempat duduk sesuai tiket, Zeni mulai merehatkan badannya. Seharian ini cukup menguras tenaga, beruntung tubuhnya prima jadi bisa tetap beraktivitas tanpa gangguan. Laju kereta api malam dari Kota Surabaya menuju Ngawi menghabiskan waktu 3 jam 40 menit, membuat mata Zeni perlahan tertutup berkelana ke alam mimpi.

Ritme suara telepon terdengar didalam tas Zeni, membuat refleks gerakan kecil tangannya untuk mulai mengambil benda pipih tersebut.

"Assalamu'alaikum," Suara Zeni terdengar parau saat menjawab telepon.

"Wa'alaikumussalam... Zeni kamu sudah naik kereta? Nanti terus ke rumah sakit kota ya, jangan pulang ke rumah dulu." Suara tante Dinta mengagetkan Zeni.

"Memang ada apa Tante? Siapa yang sakit?" Cecar Zeni

"Nanti tante kabari lagi ya," terdengar suara tangis diujung telepon diiringi dengan terputusnya suara tante Dinta.

Hati Zeni mendadak kacau bercampur cemas. "Ada apa gerangan? Tadi sore disuruh pulang mendadak karena Tante Dinta besok ditemani check up rutin? tapi kenapa sekarang di rumah sakit?" gumam Zeni dengan memijit pelipisnya.

Sepanjang perjalanan di kereta Zeni hanya bisa menghilangkan perasaan cemas dengan berdoa. Tak lupa bibirnya senantiasa basah mengagungkan penciptanya. Waktupun dirasa berputar terasa lambat membuat Zeni berkeinginan untuk segera menuju ke rumah sakit.

Kereta sampai di Stasiun Ngawi. Bergegas Zeni mengemasi barang bawaannya di tas dan mulai berjalan menuju pintu gerbong.

Terlihat Frans berdiri tepat didepan gerbong 10.

Zeni turun dari kereta dan berjalan menuju Frans.

"Kamu sudah dikabari saudara yang menjemputmu Zen?" Aku sudah dijemput supir, kalau mau bareng saja tak antar.

Dahi Zeni berkerut, dia mulai penasaran akan kedatangan Frans yang bersama ke kota Ngawi.

"Kamu punya saudara di Ngawi Frans?"

"Aku mau ke rumah sakit kota, ada saudara Ayah yang mengalami masalah dan dia tidak bisa datang. Makanya aku bergegas ke Ngawi." jelas Frans

"Saudara Ayahmu tinggal di kota ini?" selidik Zeni

"Dia kerja di kota ini, ada proyek yang harus ditangani, namun saat ini Om Ayas harus ke Kalimantan ada proyek yang failed, ayo Zen, kamu mau pulang ke rumahkan? Sekalian bareng, ini sudah malam.

"Aku tadi dapat telepon disuruh ke rumah sakit kota segera," jawab Zeni

Wajah Frans seketika berubah pucat mendengar jawaban dari Zeni. "Apa? kamu mau ke rumah sakit kota?" pekik Frans

Terkejut Zeni melihat ekspresi Frans yang tiba-tiba berubah drastis. "Kamu ada masalah Frans?"

"Eemmm.... emmm ti... ti.... dak... " jawab Frans gelagapan sambil mengusap peluh yang muncul di dahinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status