Bab 63. Deva Dibakar Cemburu
===========
Deru mobil lain terdengar lagi berhenti di depan rumah.
“Lho, itu siapa lagi?” Intan ikut bingung.
“Itu, itu pasti Mas Ardho! Dia yang nelpon tadi, kukira mas Ardho yang datang di awal tadi. Rupanya Pak Deva. Gawat! Kedua laki-laki itu telah ada di depan,” ceracau Alisya panik.
“Apa? Mereka berdua ngapain datang ke sini?” sergah Intan ikut panik.
“Mau jemput kita, Ntan!”
Bab 64. Pertengkaran Kecil Alisya dan Deva=============“Untung Intan dan Rena ada di situ, kalau tidak, mungkin sudah kubakar rumah itu!”“Apa maksud Bapak?”“Kamu nanya apa maksudku? Bagaimana bisa kamu janjian dengan Ardho, lalu kau menyambutnya hanya dengan tubuh berbalut handuk? Apakah itu sudah biasa kau lakukan, ha! Perempuan apa yang membukakan pintu untuk tamu dengan tubuh telanja*g?”Deva berteriak kencang. Teriakan itu memancing perhatian beberapa pengunjung pengadilan yang kebetulan melintas di areal parkir.
Bab 65. Ancaman Deva===========Deva masih sangat kesal ketika Alisya melangkah turun dari mobil. Pembicaraan mereka belum selesai. Deva masih butuh penjelasan. Dia sangat percaya, Alisya tak mungkin sengaja membukakan pintu buat Ardho hanya dengan balutan handuk di tubuh indahnya. Dia sangat yakin Alisya wanita baik-baik. Namun, dia masih saja dibakar api cemburu.Lelaki itu berjalan gontai memasuki ruang sidang. Lalu mencari posisi di sudut belakang, jauh dari posisi Alisya. Deva terkejut saat rombongan Fajar memasuki ruangan. Wanita dewas
Bab 66. Kehebohan di Ruang Sidang===============“Kalau begitu, kita impas, dong! Anda juga tidak lebih baik dari saya! Tetapi, saya akan menutup skandal Anda ini. Dengan catatan, Anda juga pura-pura tak tahu mengenai hubungan saya dengan Fajar, kekasih saya. Gimana Anda setuju, bukan?” usul Dara merasa menang.“Hebat sekali tawaran Anda, Nyonya! Cukup menggiurkan. Sayang sekali, saya tidak tertarik.”“Baik, mungkin berbagai sosial media dan halaman depan koran bisnis terbitan sore i
Bab 67. Permintaan Maaf Dari Deva==========Deva masih menggenggam tangan Alisya saat keluar dari ruang sidang Pengadilan Agama itu. Langkahnya panjang-panjang, Alisya kesulitan menjejeri langkahnya.“Maaf, Pak, saya bisa jalan sendiri!” Wanita itu mencoba melepaskan tangannya.“Oh, iya, maaf!” Deva melepasnya. Lalu berjalan gontai menuju areal parkir, di mana mobilnya berada.Alisya tetap mengikuti, meski sangat enggan. Ada rasa khawatir kalau Deva
Bab 68. Raja Mencuri Strart==========“Aku percaya kamu gak pernah lakuin itu pada Ardho. Aku yakin kamu selalu berpakaian sopan di depan laki-laki mana pun. Aku marah-marah gak jelas, karena aku kesal. Aku harap kamu tak pernah mengulangnya lagi. Jangan pernah teledor lagi! Kau bisa berjanji untuk itu?”Alisya mendesah kecewa. Bukan pernyataan seperti itu yang ingin dia dengar dari mulut Deva. Bukan tentang peraturan-peraturan yang ditentukan oleh pria
Bab 69. Alisya Dilema============Alisya merasa saat ini dia berada di persimpangan. Sungguh dia tak tahu hendak melangkah ke mana. Tujuannya hanya satu, ingin hidup tenang membesarkan sang putri tercinta dan berbakti kepada orang tua. Begitu sederhana. Tak ada hal muluk yang lainnya.Tetapi, untuk mewujudkan keinginan sederhana itu, terlalu banyak rintangan yang harus dihadapi. Begitu banyak masalah yang harus dia urai. Bahkan kini dia dihadapkan
Bab 70. Deva Maju Selangkah==========Raja sudah mengungkapkan, dan dia butuh kepastian sekarang. Ya, hari ini juga Alisya akan menjawabnya. Tetapi, Deva mengacaukannya. Kenapa Deva masih saja bertahan mendekati Alisya, padahal Alisya sudah jelas menolaknya? Alisya menolak tinggal di rumah yang disediakan oleh Deva, bukankah itu sudah jelas, kalau wanita itu menolak Deva? Lalu untuk apa Deva tetap memaksakan diri? Kenapa tidak mundur saja, beri kesempatan yang sama pada Raja. Begitu 
Bab 71. Penolakan Ibu Alisya Terhadap Deva=======“Jadi sekarang Fajar bukan menantu bapak lagi, toh?” tanyanya pelan.“Maafin, Ica, Pak.”“Tidak apa-apa, Nduk! Semoga Pak Deva bisa menjadi imam yang paling tepat untuk menggantikan Fajar buat kamu, Nak!”Alisya dan Raja tersentak kaget. Deva tersenyum samar.“Ca! Ini maksudnya apa, Nduk? Ibu gak nger