"Hah? Apa? Apa aku tidak salah dengar? Kamu memiliki anak? Tapi kamu belum menikah? Kamu memiliki anak dengan siapa?" ujar Bagas yang terlihat heran.Aku bertambah bingung dengan pertanyaannya yang begitu banyak. Ekspresi keheranan tergambar jelas di wajah Bagas. Jadi, aku memutuskan untuk menjelaskan satu per satu."Pertama, iya, aku punya anak. Kedua, memang belum menikah. Ketiga, anak itu mungkin hasil hubunganku dengan seseorang beberapa tahun lalu yang tidak berujung pada pernikahan. Jadi, aku perlu tahu lebih banyak tentang Kenzie dan keadaannya sekarang."Bagas masih terlihat terkejut, tetapi dia akhirnya mengangguk, "Baiklah, aku akan mencari tahu sebanyak mungkin tentang Kenzie dan memberitahumu segera setelah aku mendapat informasi."Setelah berkata demikian, Bagas tampak terdiam dan merenung. Aku tidak tahu apa yang dipikirkannya. "Kenapa?" tanyaku.Dia lalu melihat ke arahku dan berjalan menghampiriku kembali. "Siapa wanita yang menjadi korbanmu?" Pertanyaannya membuatku s
Marissa menggandeng tanganku, dan kami berdua masuk ke dalam restoran tersebut. Setelah berada di dalam, aku mengedarkan pandanganku mencari tempat yang kosong."Kiara."Sejenak, aku terpaku ketika mendengar Marissa memanggil Kiara. Aku melihat ke arah yang ditunjuk oleh matanya. Jantungku berdetak kencang ketika melihat Kiara sedang makan malam bersama Kenzie, dan juga seorang lelaki yang tidak aku kenal.Setelah Marissa memanggil, Kiara menoleh ke arah kami bersama dengan Kenzie dan seorang pria yang duduk di samping Kiara."Marissa, Keenan," gumam Kiara, ia menatap kami seperti tidak percaya kami ada di hadapannya.Aku dan Marissa menghampiri meja mereka sambil Marissa menggandeng tanganku."Kiara, aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini," kata Marissa sambil tersenyum ke arah Kiara."Benar, aku juga tidak menyangka," jawab Kiara.Marissa melihat ke arah lelaki yang duduk di samping Kiara. Lelaki yang mengenakan kaos hitam itu terlihat gagah, tetapi aku lebih tampan dari d
Uhuk!Uhuk!Kiara tersedak mendengar perkataan Kenzie, membuatku semakin yakin bila Kenzie adalah putraku.Perlahan-lahan, aku memperhatikan wajah Kiara yang tampak gelisah dan mungkin merasa tertekan. Namun, aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaannya karena sebelum ini aku bahkan tak tahu bahwa Kenzie adalah anakku. Sejenak kami terdiam, tak ada yang mengucapkan sepatah katapun.'Kiara, tanpa tes DNA pun aku yakin bila Kenzie adalah putraku. Lihat saja Kiara, aku ingin melihat bagaimana reaksi kamu selanjutnya. Apa kamu pikir kamu bisa membohongiku.'"Pelan-pelan, apa kamu tidak apa-apa?" ujar Jordi, sambil mengusap bibir Kiara dengan tisu. Sikapnya benar-benar menggangguku.Tanpa disadari, tangan ini mencengkeram erat sendok yang ada di tangan kananku. Hatiku seperti teriris pedang ketika melihat lelaki itu begitu perhatian kepada Kiara."Tidak apa-apa, terima kasih," jawab Kiara."Oh iya, Sayang, apa kamu mau coba ini? Kamu selalu suka kepiting lada hitam, kan?" Marissa menawar
Pagi ini terasa sangat berat. Ada begitu banyak pekerjaan yang menunggu untuk diselesaikan dan masalah sepertinya tak pernah berhenti datang. Meskipun begitu, aku terus mencoba untuk fokus agar semua tugas dapat selesai tepat waktu. Pikiranku agak terganggu oleh masalah pribadi, tetapi aku ingat betapa pentingnya untuk tidak membiarkan itu mempengaruhi produktivitasku.Aroma kopi hitam yang menyenangkan berhasil mengalihkan perhatianku. Segera aku meraih secangkir kopi hitam yang telah menanti di dekat meja kerjaku dan menyeruputnya dengan nikmat. Rasanya begitu nikmat dan menghangatkan tubuhku. Kopi selalu menjadi teman setia saat aku butuh semangat.Namun, semangat saja tidak cukup untuk menyelesaikan semua tugas yang menunggu. Meski aku merasa tak mampu, aku harus memaksakan diri untuk terus bekerja agar tidak mengecewakan klien dan rekan kerjaku. Aku mencoba untuk mengambil napas dalam-dalam dan menenangkan diri sejenak sebelum melanjutkan pekerjaan.Tok! Tok! Tok!"Masuklah!" tit
"Emm … Kenzie ada, dia sedang ada di kamarnya," ujar Bu Sinta dengan gugup.Setelah beberapa saat, Kiara turun dari lantai atas. Dia terlihat terkejut ketika melihatku ada di sini. Wajahnya tampak tidak ramah kepadaku."Ngapain kamu ada di sini?" tanya Kiara dengan nada tidak sabar."Aku hanya ingin bertemu Kenzie," jawabku sambil mencoba menjaga ketenangan."Tidak ada Kenzie di sini. Lebih baik kamu pergi sekarang!" Kiara mengusirku seperti orang yang tak berguna. Apakah dia pikir aku akan pergi begitu saja? Aku tidak akan menyerah untuk bertemu dengan Kenzie."Kenzie memang tidak ada di sini, tapi dia ada di kamarnya," jelasku dengan sabar, berharap Kiara akan setuju bila aku bertemu dengan Kenzie.Kiara terdiam sesaat sebelum akhirnya menyatakan, "Baiklah, aku akan coba memanggilnya." Dia berlalu ke salah satu kamar di apartemen tersebut.Beberapa saat setelah itu, Kenzie keluar dari kamarnya dan terkejut melihat kehadiranku di sini. "Paman Galak, ternyata Paman ada di sini. Om Jord
"Paman, Mommy, kenapa kalian diam? Tadi aku mendengar keributan dan Paman bilang aku ini anak paman? Benarkah itu?" tanya Kenzie dengan polos.Aku terdiam melihat bola mata Kenzie yang berkaca-kaca melihat kepadaku. Aku ingin memberitahu dia bahwa aku ini adalah ayahnya, tapi aku tidak ingin membuatnya berharap lebih. Aku ingin memperoleh bukti-bukti terlebih dahulu sebelum membuat jawaban pastinya."Apa yang sedang terjadi di sini?" tanya Ibu Sinta dengan nada yang terdengar khawatir."Tidak ada apa-apa, Ibu," jawab Kiara dengan cepat. "Hanya sedikit perdebatan kecil antara aku dan Keenan.""Apakah kamu baik-baik saja, Paman?" tanya Kenzie terlihat khawatir kepadaku."Iya, semuanya baik-baik saja," jawabku sambil mengusap rambut Kenzie.Saat itu, aku menyadari betapa keras percakapan aku dengan Kiara. Seharusnya kami tidak membiarkan pertengkaran kecil menjadi begitu besar. Aku merasa bersalah karena membiarkan keadaan menjadi seperti ini."Keributan kalian terdengar sampai depan, ma
Ting! Tong! Ting! Tong!Ketika aku hendak bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit, aku mendengar bel apartemen berbunyi begitu nyaring. Segera kumelangkah menuju pintu untuk melihat siapa yang datang. Aku tidak tahu siapa yang berkunjung pagi-pagi begini.Ketika aku melihat di layar monitor kecil yang ada di samping pintu, aku melihat Marissa di depan pintu sendirian. Aku pun segera membuka pintu apartemen.Setelah pintu terbuka, Marissa tersenyum manis kepadaku. "Ada apa? Kenapa kamu tiba-tiba datang ke sini di pagi hari?" tanyaku padanya."Aku datang untuk menemanimu ke rumah sakit. Apa kamu sudah sarapan?" tanya Marissa sambil menatapku."Aku sudah makan sandwich. Silakan masuk. Aku akan bersiap-siap dulu," jawabku pada Marissa.Marissa mengangguk dan masuk ke apartemen. Sementara aku pergi ke kamar untuk mengambil barang-barang yang perlu dibawa.Aku merasa sangat antusias ketika Kiara setuju untuk melakukan tes DNA. Aku sangat berharap bahwa Kenzie adalah putraku. Entahlah, aku
Aku duduk di meja kerjaku, selepas rapat dengan klien. Tiba-tiba, keinginan untuk mengoreksi anggaran departemen keuangan membuatku menghubungi Maria."Halo, Maria …,"ujarku dengan hormat."Ya, Tuan?" sahut Maria dari ujung telepon."Aku butuh laporan selama enam tahun terakhir. Aku ingin mempelajarinya ketika aku absen, kirimkan ke ruanganku secepatnya.""Baik, Tuan," ujarnya.Aku segera menutup telepon dan menatap Bagas yang berada di depanku, mencari tahu bagaimana alur keuangan departemen kami."Ada apa? Sepertinya kamu ingin tahu sesuatu hal?" tanya Bagas."Aku ingin melihat anggaran selama enam tahun terakhir dan bagaimana alokasi dananya, apa aku salah?" tanyaku khawatir seraya menatap ke wajahnya.Bagas menggeleng dan menjawab, "Tidak, tentu saja kamu tidak salah."Ya, anggaran keuangan selama ini menjadi salah satu perhatian utama bagi departemen keuangan. Seperti perusahaan, keuangan departemen kami juga harus terukur dengan baik.Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dan Maria m