"Ma-Mamah, sejak kapan Mamah ada di situ?"
"Dari tadi, dan Mamah mendengar apa yang kamu katakan tadi. Apa yang sudah Satya perbuat padamu, Nak?"Secepat mungkin Kezia mencari alasan yang tepat agar mertuanya ini percaya. "Ah tidak Mah, tidak ada apa-apa. Mas Satya tidak melakukan apa-apa padaku!""Jangan bohong! Mamah bisa lihat kalau rumah tangga kalian sedang tidak baik-baik saja!" Naluri sebagai seorang ibu tentu tidak bisa di bohongi."Betul, Mah. Tidak ada apa-apa! Aku dan Mas Satya baik-baik saja." Walau terlihat berbohong tapi bu Citra berusaha untuk percaya."Syukurlah kalau tidak ada apa-apa, Mamah hanya takut kamu ribut dengan Satya!"Selepas kepergian bu Citra dari hadapannya, dada Kezia terasa sesak, sampai kapan dia harus menyembunyikan rasa kecewanya terhadap suaminya.Apakah dia harus menurunkan egonya demi ketentraman rumah tangganya? Tapi bagaimana dengan Satya yang terus menuntut hadirnya seorang anak."Saya sudah pesankan penginapan untuk Tuan Aland dan Nona Kiara, ini kuncinya, Tuan.""Terima kasih, Pak Yoga."Pak Yoga memberikan door lock apartemen yang sudah dia siapkan untuk bermalam atasannya itu.Sebuah apartemen mewah pak Yoga pesankan untuk mereka. Merasa lelah, Aland mengajak Kiara ke tempat itu untuk beristirahat."Jadi kita akan menginap di sini? Kenapa Bapak tidak memilih hotel dan memesan dua kamar yang berbeda. Satu kamar untuk saya dan satu kamar untuk Bapak sendiri.""Sstt!" Aland membekap mulut Kiara dengan jari telunjuknya."Jangan banyak bicara?"Clek!Betapa terpesonanya Kiara saat pintu apartemen itu di buka, memperlihatkan ruangan yang begitu luas dengan dua kamar berada di dalamnya."Wao, indah sekali apartemen ini! Aha, ada dia kamar, jadi kita tidak perlu tidur satu kamar, bukan?"Aland hanya mengurut keningnya yang terasa pusing."Kiara!" Suara Aland sediki
Terbaring di atas tempat tidur tidak lantas membuat Aland bisa memejamkan matanya.Sekuat apapun dia berusaha untuk untuk memejamkan matanya, tak lantas membuat dia tertidur."Ck, ah!" Untuk mengurangi rasa suntuknya Aland keluar dari kamar dan memilih duduk di sofa sambil memainkan laptopnya.Walau entah apa yang dia lihat hanyalah berkas-berkas tidak penting.*****"Astaga, jam berapa ini?" Sementara di dalam kamarnya Kiara merasa panik setelah bangun dari tidurnya yang tidak sengaja.Matanya menelisik ke segala arah mencari di mana jam dinding menempel dan ternyata waktu menunjukan pukul 21.00 malam. "Astaga aku ketiduran! Lebih baik aku mandi sekarang." Dia mengambil handuk masih di dalam kopernya dan keluar kamar, namun saat dia menoleh tak sengaja melihat Aland yang duduk sendirian.Perlahan Kiara mendekat hanya untuk sekedar menyapa atasannya itu."Pak Aland, Bapak belum tidur?" Aland hanya meno
"Kiara tunggu!" Kiara spontan berhenti dengan menahan sesak di dadanya."Aku ...., aku ..., aku cinta sama kamu!"Degh!Pernyataan Aland tak lantas membuat dia senang, justru itu terkesan mengejeknya. Menceritakan semua masa lalunya bukan berarti Kiara meminta belas kasih dari bosnya ini, tetapi waktu sepertinya tidak cocok untuk Aland mengutarakan isi hatinya.Kiara hanya diam tanpa menjawab ucapan bosnya."A-aku cinta padamu, Ki-ara! Beri aku kesempatan untuk mencintaimu!" Tetapi Kiara ragu kalau cinta Aland hanya untuk dirinya."Kiara please bicara sesuatu! Jangan hanya diam. Aku butuh jawaban darimu!" Aland bicara lirih berharap kalau Kiara menerimanya."Maaf, Pak! Rasanya Bapak mencintai perempuan yang salah. Masih banyak perempuan yang lebih baik dari pada aku!""No, aku tidak menginginkan itu! Aku cuma butuh jawaban dari kamu iya, atau tidak!"Rasanya sulit di percaya oleh Kiara, dia be
Malam itu juga Aland memutuskan untuk kembali ke kota asal, tak perduli dengan kondisi Kiara yang bakal mabuk perjalanan.Dua hari di luar negeri membuat dia susah bergerak bebas apa yang ingin dia lakukan.Di dalam mobil mereka hanya diam sibuk dengan pikirannya masing-masing. Aland memicingkan matanya saat tak sengaja melirik pada ponsel yang di mainkan oleh Kiara dan mengatakan pada sang sopir..."Pak, kita balik ke festival kembang api!" Kiara seketika mendongakkan wajahnya memandang Laki-Laki itu."Baik, Tuan.""Bapak bilang malam ini juga kita akan kembali pulang? Tapi kenapa ...?" Beberapa detik tidak ada jawaban darinya. "Besok pagi kita pulang!"Sedikit banyaknya Kiara merasa senang karena tanpa harus dia mengatakan, Aland tau apa yang sedang dia inginkan.Kiara menyembunyikan senyumnya saat menoleh ke samping dan berusaha mengatur reaksi wajahnya agar tidak terlihat gembira.Namun rasa bahagi
"Jadi sampai kapan aku harus menunggu jawaban darimu! Kiara, aku benar-benar mencintaimu! Dan aku berharap kamu akan menerimanya!" Kiara mengira kalau Aland sudah melupakan soal itu dan tidak akan membahasnya kembali, tapi ternyata dugaan dia salah. Dia hanya tidak mau kalau Aland kecewa setelah tau siapa laki-laki yang menghamilinya 8 tahun yang lalu.Apa yang harus dia jawab sekarang, menerima rasanya Kiara masih ragu walau di hatinya mengatakan kalau Aland-lah laki-laki yang cocok untuk jadi pelindungnya."Beri aku waktu untuk berfikir! Aku butuh waktu untuk menentukan jawaban itu."Aland hanya mengangguk mengerti mamang di posisi Kiara sekarang ini tidaklah mudah, wanita ini mungkin trawma dengan kenyataan yang sempat menyakitkan."Ok, aku akan tunggu sampai kamu siap mengatakan. Kita pulang sekarang!"Makanan enak itu mendadak tak membuatnya berselera. Bahkan keduanya berhenti saat mie ramen itu masih tersisa.Kemb
"Reza, ikut Pakde sekarang! Kita tinggal di rumah Pakde yang besar, yah. Dari pada tinggal di rumah kecil seperti ini.""Tapi Pakde! Reza harus izin Ibu dulu! Kalau tidak, Ibu pasti marah." pekik anak kecil itu."Sstt! Nggak usah, biar nanti Pakde yang izin dengan Ibumu, Kiara!"Berhasil meyakinkan Reza untuk tinggal bersamanya, Satya mulai berkemas.Dan saat itu juga bu Marwah datang berniat untuk menemui cucunya yang sedang bermain sendirian.Awalnya bu Marwah tidak menaruh curiga sedikit pun akan tetapi saat melihat Satya terlihat buru-buru bu Marwah mulai curiga."Satya sejak kapan kamu di sini? Apa yang sedang kamu lakukan di kamar Reza?" Bu Marwah memergoki Satya yang sedang mengemasi barang Reza ke dalam tas jinjing, tindakannya itu tentu menjadi pertanyaan untuk mertuanya."Aku mau mengajak Reza untuk tinggal bersamaku! Ayok Reza, kita pergi dari sini!"Degh!"Loh, kamu nggak bisa sepe
"Dia Ayahnya Reza!" Kepalan tangan Aland berhenti tepat di depan wajah Satya.Semuanya sontak terdiam seperti mendengar gelegar petir di siang hari."Apa, jadi selama ini...?" Begitu juga dengan Kezia yang sudah di belakang dan mendengar sendiri pengakuan adiknya.Banjir air mata mengiringi pengakuan Kiara yang membuat semuanya terkejut. Lengahnya dia membuat Satya berhasil membawa Reza pergi dari hadapannya."Bu, Ibu tau posisi aku kan? Ibu tidak marah padaku kan, Bu?" Tapi bu Marwah hanya diam sambil membalikkan badan dan pergi dari hadapan Kiara.Begitu juga dengan pak Susanto yang baru saja di lihat, dia tampak kecewa sekali pada Kiara.Putri yang selama ini dia banggakan ternyata menyembunyikan bangkai di dalam rumah."Yah!" Pak Susanto hanya mengangkat tangannya lalu pergi menyusul istrinya masuk.Kini hanya tinggal Aland yang masih berdiri shok dengan pengakuan Kiara.Perlahan Kiara menghampiri d
"Kembalikan Reza padaku! Kembalikan! Kamu jahat, Mas! Kamu mengambil Reza tanpa seizinku!"Di dalam kamarnya Kiara terlihat kacau berantakan, dia bicara sendiri dengan tatapan kosong.Air matanya masih menetes melepas kepergian putranya yang selama ini dia sayang.Melihat kondisi putrinya yang sangat kehilangan membuat bu Marwah prihatin. Marah yang sempat dia rasakan mendadak hilang tergantikan dengan rasa kasihan."Kiara kamu yang sabar, yah! Reza pasti kembali. Satya pasti hanya meminjam sebentar setelah itu, pasti dia kembalikan." Bu Marwah berusaha menenangkannya."Tapi Bu! Reza Bu! Sedang apa dia di sana. Tentu dia terus memanggil namaku!"Suara Reza saat memanggil nama ibu seolah terdengar di telinga Kiara yang membuat dia tak bisa tenang."Reza pasti baik-baik saja! Kamu lupa kalau ada Kezia di sana? Kezia pasti bisa membuat dia nyaman. Sekarang lebih baik kamu beristirahat! Kamu pasti lelah setelah pulang dari k