"Mamah, Papah!"
Bu Citra dan pak Hans menoleh ke belakang dimana Satya berlari begitu panik melihat kondisi mereka."Satya! Satya Kakakmu, Nak! Kakakmu mengusir kami dari sini!.Wajah Satya spontan memancarkan kemarahan pada kakaknya, masalah di rumah cukup membuat dia pusing, dan ketika dia menginjakkan kakinya di rumah orang tuanya.Satya harus melihat kejadian yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya."Brengsek!""Kak Nasya! Kak Nasya buka!"Brak!Brak!Brak!"Kak Nasya buka pintunya!"Tapi tidak ada jawaban sama sekali darinya. Sempat Satya berfikir untuk mendobrak pintu itu, tetapi pintu itu di buat sangat kokoh dan itu tidak mungkin dia lakukan."Kak Nasya buka pintunya!" Beberapa kali Satya menggedor-gedor pintu tidak juga Nasya buka.Dia yang kini sedang duduk dengan santainya sambil mengangkat kedua kakinya di atas meja, Nasya sebenarnya mendengar teriakan"Kiara, kamu sudah siap, Nak?" Pagi-pagi sekali pak Susanto membantu Kiara menyiapkan segala sesuatunya.Sebuah koper berukuran sedang dia siapkan berisi barang-barang penting di dalamnya. "Aku sudah siap, Ayah.""Kiara pamit, Ayah, Ibu. Tolong kalian baik-baik di sini. Jaga Reza juga untuk'ku.""Kamu tidak perlu khawatirkan soal itu. Yang terpenting jaga dirimu baik-baik selama di itali. Ingat pesan Ayah, jangan sampai kamu mengulang kesalahan yang sama!"Pak Susanto mengantar Kiara sampai di sebuah taksi langganan yang sudah menunggunya.Tanpa menunggu waktu lama taksi itu berjalan menuju tempat tujuan di mana Aland meminta Kiara untuk menunggu di kantor. Hari ini mereka terbang ke Itali seperti yang sudah di bicarakan dengan pak Susanto kemaren."Terima kasih, Pak. Ini bayaran untukmu." Kiara melihat ke arah parkiran dimana mobil Aland belum terlihat maka sudah bisa di pastikan kalau atasannya itu belum datang."Lebih
"Huzh! Reza kamu jangan dengarkan apa kata Opa kamu! Belum tentu, dan kamu tidak boleh berharap terlalu banyak. Bukankah berteman dengan Om tampan sudah cukup membuat kamu senang?"Reza mengangguk lemah berharap bisa lebih dari sekedar berteman dengan Om tampannya."Kita berdoa saja semoga Tuhan memberi jodoh yang baik untuk Ibumu! Ya sudah, kita berangkat sekarang."Di saat pak Susanto keluar menggandeng Reza hendak ke sekolah, terlihat mobil Satya yang berhenti di depan rumah.Entah dari mana laki-laki itu, pagi-pagi dia sudah di luar rumah."Reza!""Pakde Satya..." Reza berlari menghampiri Satya yang menunduk sambil merentangkan tangannya."Selamat pagi, Yah.""Pagi, Satya. Kamu sendirian? Mana Kezia?" Pak Susanto menoleh ke kanan dan kiri namun tidak ada putri sulungnya."Oh iya, aku sendirian, kebetulan mampir ke sini. Kezia ada di rumah! Dia bersama Papan dan Papaku di sana." Pak Susanto mengira k
"Ma-Mamah, sejak kapan Mamah ada di situ?""Dari tadi, dan Mamah mendengar apa yang kamu katakan tadi. Apa yang sudah Satya perbuat padamu, Nak?"Secepat mungkin Kezia mencari alasan yang tepat agar mertuanya ini percaya. "Ah tidak Mah, tidak ada apa-apa. Mas Satya tidak melakukan apa-apa padaku!""Jangan bohong! Mamah bisa lihat kalau rumah tangga kalian sedang tidak baik-baik saja!" Naluri sebagai seorang ibu tentu tidak bisa di bohongi."Betul, Mah. Tidak ada apa-apa! Aku dan Mas Satya baik-baik saja." Walau terlihat berbohong tapi bu Citra berusaha untuk percaya."Syukurlah kalau tidak ada apa-apa, Mamah hanya takut kamu ribut dengan Satya!"Selepas kepergian bu Citra dari hadapannya, dada Kezia terasa sesak, sampai kapan dia harus menyembunyikan rasa kecewanya terhadap suaminya.Apakah dia harus menurunkan egonya demi ketentraman rumah tangganya? Tapi bagaimana dengan Satya yang terus menuntut hadirnya seorang anak.
"Saya sudah pesankan penginapan untuk Tuan Aland dan Nona Kiara, ini kuncinya, Tuan.""Terima kasih, Pak Yoga."Pak Yoga memberikan door lock apartemen yang sudah dia siapkan untuk bermalam atasannya itu.Sebuah apartemen mewah pak Yoga pesankan untuk mereka. Merasa lelah, Aland mengajak Kiara ke tempat itu untuk beristirahat."Jadi kita akan menginap di sini? Kenapa Bapak tidak memilih hotel dan memesan dua kamar yang berbeda. Satu kamar untuk saya dan satu kamar untuk Bapak sendiri.""Sstt!" Aland membekap mulut Kiara dengan jari telunjuknya."Jangan banyak bicara?"Clek!Betapa terpesonanya Kiara saat pintu apartemen itu di buka, memperlihatkan ruangan yang begitu luas dengan dua kamar berada di dalamnya."Wao, indah sekali apartemen ini! Aha, ada dia kamar, jadi kita tidak perlu tidur satu kamar, bukan?"Aland hanya mengurut keningnya yang terasa pusing."Kiara!" Suara Aland sediki
Terbaring di atas tempat tidur tidak lantas membuat Aland bisa memejamkan matanya.Sekuat apapun dia berusaha untuk untuk memejamkan matanya, tak lantas membuat dia tertidur."Ck, ah!" Untuk mengurangi rasa suntuknya Aland keluar dari kamar dan memilih duduk di sofa sambil memainkan laptopnya.Walau entah apa yang dia lihat hanyalah berkas-berkas tidak penting.*****"Astaga, jam berapa ini?" Sementara di dalam kamarnya Kiara merasa panik setelah bangun dari tidurnya yang tidak sengaja.Matanya menelisik ke segala arah mencari di mana jam dinding menempel dan ternyata waktu menunjukan pukul 21.00 malam. "Astaga aku ketiduran! Lebih baik aku mandi sekarang." Dia mengambil handuk masih di dalam kopernya dan keluar kamar, namun saat dia menoleh tak sengaja melihat Aland yang duduk sendirian.Perlahan Kiara mendekat hanya untuk sekedar menyapa atasannya itu."Pak Aland, Bapak belum tidur?" Aland hanya meno
"Kiara tunggu!" Kiara spontan berhenti dengan menahan sesak di dadanya."Aku ...., aku ..., aku cinta sama kamu!"Degh!Pernyataan Aland tak lantas membuat dia senang, justru itu terkesan mengejeknya. Menceritakan semua masa lalunya bukan berarti Kiara meminta belas kasih dari bosnya ini, tetapi waktu sepertinya tidak cocok untuk Aland mengutarakan isi hatinya.Kiara hanya diam tanpa menjawab ucapan bosnya."A-aku cinta padamu, Ki-ara! Beri aku kesempatan untuk mencintaimu!" Tetapi Kiara ragu kalau cinta Aland hanya untuk dirinya."Kiara please bicara sesuatu! Jangan hanya diam. Aku butuh jawaban darimu!" Aland bicara lirih berharap kalau Kiara menerimanya."Maaf, Pak! Rasanya Bapak mencintai perempuan yang salah. Masih banyak perempuan yang lebih baik dari pada aku!""No, aku tidak menginginkan itu! Aku cuma butuh jawaban dari kamu iya, atau tidak!"Rasanya sulit di percaya oleh Kiara, dia be
Malam itu juga Aland memutuskan untuk kembali ke kota asal, tak perduli dengan kondisi Kiara yang bakal mabuk perjalanan.Dua hari di luar negeri membuat dia susah bergerak bebas apa yang ingin dia lakukan.Di dalam mobil mereka hanya diam sibuk dengan pikirannya masing-masing. Aland memicingkan matanya saat tak sengaja melirik pada ponsel yang di mainkan oleh Kiara dan mengatakan pada sang sopir..."Pak, kita balik ke festival kembang api!" Kiara seketika mendongakkan wajahnya memandang Laki-Laki itu."Baik, Tuan.""Bapak bilang malam ini juga kita akan kembali pulang? Tapi kenapa ...?" Beberapa detik tidak ada jawaban darinya. "Besok pagi kita pulang!"Sedikit banyaknya Kiara merasa senang karena tanpa harus dia mengatakan, Aland tau apa yang sedang dia inginkan.Kiara menyembunyikan senyumnya saat menoleh ke samping dan berusaha mengatur reaksi wajahnya agar tidak terlihat gembira.Namun rasa bahagi
"Jadi sampai kapan aku harus menunggu jawaban darimu! Kiara, aku benar-benar mencintaimu! Dan aku berharap kamu akan menerimanya!" Kiara mengira kalau Aland sudah melupakan soal itu dan tidak akan membahasnya kembali, tapi ternyata dugaan dia salah. Dia hanya tidak mau kalau Aland kecewa setelah tau siapa laki-laki yang menghamilinya 8 tahun yang lalu.Apa yang harus dia jawab sekarang, menerima rasanya Kiara masih ragu walau di hatinya mengatakan kalau Aland-lah laki-laki yang cocok untuk jadi pelindungnya."Beri aku waktu untuk berfikir! Aku butuh waktu untuk menentukan jawaban itu."Aland hanya mengangguk mengerti mamang di posisi Kiara sekarang ini tidaklah mudah, wanita ini mungkin trawma dengan kenyataan yang sempat menyakitkan."Ok, aku akan tunggu sampai kamu siap mengatakan. Kita pulang sekarang!"Makanan enak itu mendadak tak membuatnya berselera. Bahkan keduanya berhenti saat mie ramen itu masih tersisa.Kemb