Ernanda menatap Ben dengan tatapan yang tidak bisa diartikan seraya memangku tangan.
“Masih ingat jalan pulang ya, Kamu?”
“Maafin Ben, Ma!” Ben menundukkan wajah sejenak. “Ben lelah banget, boleh Ben masuk?”
“Lihat aja, wajahmu sampe pucat begini. Kamu pasti kurang tidur, kurang makan,” simpul Ernanda.
“Namanya juga jagain orang di rumah sakit, Ma.”
“Kamu ini ya … seharusnya yang Kamu jagain itu istrimu. Ini malah jagain perempuan lain.”
“Dia ‘kan nggak sakit, Ma … buat apa dijagain?”
“Alesan aja Kamu paling pinter.”
"I-iya, Ma. Carol akan ikut apapun keputusan Ben," sahut Carol agak gugup."Ben, apa tidak bisa tinggal sebentar lagi?""Nggak, Ma. Kami harus pindah sekarang,"“Kalian sungguh akan pindah sekarang? Kenapa tidak besok saja? Ini ‘kan udah malam,” cegah Ernanda.Saat itu waktu menunjukkan pukul 19.00. Ben ada kegiatan sepanjang hari ini, baru pada malam harinya dia menyempatkan diri ngajakin Carol pindah.“Nggak bisa, Ma. Kami harus pindah sekarang juga.”“Tapi kenapa, Ben? Kenapa terburu-buru begini?"“Terburu-buru gimana, Ma? Bukankah Ben sudah menunggu sampai 1 minggu seperti permintaan Mama?""Tapi ...." Ernanda belum rela rasanya melepaskan kepergian mereka. Sesungguhnya memang tidak akan pernah rela. "Atau seenggaknya, tunggu papamu pulang dulu, sekalian pamit padanya,” saran Ernanda mencari-cari alasan.“Nggak bisa, Ma. Mau nunggu sampai jam b
Ben sedang membuka bagasi mobil saat itu. Ia menurunkan barang bawaan mereka dari dalam mobil, tepatnya hanya koper dan barang-barang Carol saja yang diturunkan olehnya.Carol bergegas menghampiri Ben di belakang mobil, tempat bagasi berada.Usai menurunkan semua barang-barang milik Carol, Ben menutup kembali pintu bagasi. Carol mengerutkan dahi heran."Loh … kok hanya barang-barangku aja? Punya Kamu nggak diturunin sekalian?" Selidik Carol."Berisik. Itu bukan urusanmu."Ben lalu melangkah pergi menuju bangunan yang disebutnya sebagai apartemen. Sedangkan Carol masih terdiam di tempat."Heh, Cewek Matre … tunggu apalagi? Waktuku nggak banyak buat ngeladenin Kamu. At
Hari-hari berlalu dengan cepat, Carol mulai bersahabat dengan kondisinya saat ini. Bersahabat dengan hunian barunya, ketakutannya, dan beruntung semua tidak seburuk yang dipikirkannya.Bangunan tua itu memang banyak dihuni oleh para berandalan, akan tetapi mereka merasa segan terhadap Carol.Sebab Carol datang bersama Ben waktu itu. Para berandal itu mengenal Ben. Mereka berteman dengan Ben, otomatis mereka juga akan merasa segan terhadap Carol.Selama tinggal disana, Carol tidak pernah mendapatkan masalah apapun.Suatu malam, tepatnya hari Minggu siang, Carol mengomel kesal."Brengsek!! Lain kali kalau mereka kemari lagi, aku akan masukin sianida di dalam minum mereka! Aaargh!"
Ernanda menatap bangunan tinggi di hadapan mereka. Bangunan itu cukup mewah, seenggaknya dia bisa tenang Carol tinggal di tempat sebaik ini. Carol menunjukkan apartemen milik Ben yang sebenarnya pada Ernanda.“Carol turun dulu ya, Ma!” ucap Carol seraya membuka sabuk mengamannya.“Apa perlu mama antar sampai ke dalam?”“Nggak usah, Ma …,” jawab Carol cepat. “Ini udah malem, lebih baik Mama cepet pulang, nanti papa semakin khawatir.” Kebetulan papanya Ben sempat menghubungi Ernanda tadi.“Baiklah, Kamu hati-hati, Sayang!”“Iya, Ma!” tanggap Carol sambil mengangguk dan tersenyum kecil.Carol pun akh
Keesokan harinya, ternyata Ernanda tidak jadi datang mengunjungi Ben karena harus menemani suaminya melakukan perjalanan bisnis mendadak ke Eropa. Namun, Ernanda meninggalkan pesan seabrek pada Ben agar lebih memperhatikan Carol.“Jangan biarkan Carol kerja. Kenapa dia harus kerja? Bukankah duit yang mama dan papa kirim untuk setiap bulan lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan kalian?”“Kalau butuh duit lebih pun seharusnya Kamu yang kerja, bukan istrimu. Kamu kepala keluarga, Ben.”“Pokoknya mama nggak mau tau, kalau Carol masih kerja disana, mama akan meminta kalian kembali kerumah!”Pagi-pagi sekali Ben harus mendengar ocehan mamanya melalui sambungan telepon.“Males banget. Bel
“Ya … seperti yang Mama lihat saat ini. Ben dan wanita murahan ini tidur di tempat terpisah,” sinis Ben.Kalimat Ben jelas membuat Tristan naik pitam.“Kurang ajar! Kau benar-benar ingin membuatku marah ternyata!”Pria paruh baya itu langsung beranjak dari tempat duduk dan mencengkram kerah pakaian Ben. Tangan kanannya terkepal dan terangkat hendak melayangkan pukulan pada wajah putranya itu.“Pa … tenanglah. Jangan gegabah!” Ernanda ikut bangkit melerai ayah dan anak ini.“Lihat saja putramu ini, Kau terlalu memanjakannya,”“Lalu mau Kau apakan dia, Pa? Mau membunuhnya, hah?”Glek!Tristan menelan ludah, wajahnya memerah padam menahan emosi yang beruap-uap.“Tolong dengarkan aku untuk sekali ini saja. Tenanglah, dan biarkan aku yang mengatasi semua ini.”Nafas Tristan terdengar memburu, perlahan ia menurunkan tangann
Ben dan Carol barusan tiba di apartemen milik Ben. Carol menurunkan koper dan barang-barang miliknya seorang diri dari dalam mobil."Jalan yang cepet!" sergah Ben.Carol menatap sinis Ben yang memunggunginya usai memberi titah. Ia melangkah dengan cepat."Ngomen aja yang Lo bisa. Bantuin kek. Barang sebanyak ini, gue yang bawa sendiri, terus Lo suruh gue cepat. Dasar nggak waras!" dumel Carol menyerupai berbisik.Setibanya ia di depan pintu gedung apartemen, Ben berbalik hanya sekedar memastikan Carol sudah berjalan sejauh mana. Tentu saja posisi Carol masih cukup jauh."Heh, Manusia siput … lambat amat sih kalau jalan. Cepetan, aku nggak suka menunggu lama," cetus Ben.Car
Pagi-pagi sekali, Carol sudah bangun. Sebelum pergi kerja, ia harus menyiapkan sarapan untuk Ben, juga mengerjakan pekerjaan rumah lainnya, seperti membersihkan rumah, mencuci piring, mencuci pakaian, Ben telah memperingatinya sejak awal memasuki apartemen.Tidak ada asisten rumah tangga disana, jadi sebagai seorang istri yang baik, Carol harus bisa melakukan semua itu. Padahal, Ben sengaja memecat Bi Ondang yang biasa membantu disana. Ben ingin mengerjai Carol, membuat wanita itu lebih cepat menyerah dengan pernikahan palsu itu.Carol sangat penurut, sesuai dengan pesan mamanya, dia akan menuruti semua keinginan suaminya. Sekalipun pernikahannya tidak sesuai dengan keinginan, dia tetap akan melakukan kewajibannya selama statusnya dengan Ben masih menikah.“Masak apa, ya?”