Keadaan Hana benar benar berantakan, hari ini dia tidak bekerja bahkan tanpa izin. Gawainya pun entah ada di mana, dia tak lagi mempedulikannya. Kebiasaan ketika pikirannya buntuh, Hana akan memilih untuk berendam air hangat di bathup. Dengan sisa kekuatan yang dimilikinya, Hana melangkah ke kamar mandi, mengguyur tubuhnya dengan air shower ditambah air hangat yang dari bathup. Seharian penuh dirinya berendam, tak ia indahkan tubuhnya yang menggigil dan membiru karena kedinginan. Lalu di sore hari, tiba tiba ada seseorang yang masuk ke dalam unitnya, entah bagaimana caranya dia mengetahui password pintu unit Hana.
“Hanaaaaa,” teriak Sindy shok melihat kondisi Hana saat ini. Dengan sekuat tenaga Sindy langsung mengangkat tubuh Hana yang sudah pucat pasih tersebut, lalu dibopongnya ke kasur. “Lo jangan gila, Han. Mau mati sekarang lo?” bentak Sindy, namun Hana hanya diam membisu. Sindy mengambil baju serta selimut untuk Hana. “Bukannya lo bilang kalau lo udah ikhlas melepas Alga? Tapi kenapa lo malah jadi begini sih, Han? Jawab gue Han, jangan diam saja seperti patung gini!” Sindy terus saja mengomel tanpa mempedulikan perasaan Hana. “Untung gue ke mari, kalau tidak, bisa mati kedinginan lo di bathup.”
Hana kembali berjalan gontai ke arah kamar mandi, Sindy pun tak tinggal diam, dia ikuti Hana kembali masuk ke kamar mandi. Sindy gak mau Hana melakukan hal yang tidak tidak.
“Mau ngapain lagi lo, Han?” Hana tak mengkhiraukan, dia membuka tutup tempat sampah dan mengambil benda yang sudah dia buang dan tentunya barang itu yang sudah bikin hidupnya hancur, lantas memberikannya kepada Sindy. “Punya siapa ini, Han?” tanya Sindy panik. “Jangan bilang ini punya lo, Han! Jawab, Han!” Sindy mengguncang tubuh Hana karena Hana masih belum menjawab. Bukannya menjawab, Hana malah meneteskan air mata dan itu bagi Sindy adalah sebuah jawaban bahwa test pack itu benar milik Hana. “Jadi benar ini milik lo, Han?” Hana pun mengangguk lemah. Kini Sindy yang terduduk lemas di lantai kamar mandi. Tak usah Sindy tanya lagi siapa ayah dari janin yang dikandung Hana, jelas itu adalah hasil hubungan Hana dengan Alga. Karena Sindy yakin Hana tidak akan melakukan hal itu dengan orang lain. “Lalu apa yang akan lo lakukan setelah ini, Han?”
“Tekad gue sudah bulat untuk menggugurkan janin ini, Sin.”
“Apa? Gila lo ya, Han. Mau berapa banyak lagi dosa yang akan lo lakukan, hah?”
“Pikiran gue saat ini sudah benar benar buntuh dan menurut gue hal itu adalah jalan keluar untuk semua permasalahan yang menimpa gue ini.”
“Gue gak setuju lo lakuin itu, Han.”
“Ini tubuh gue, jadi hak gue mau diapain. Siapa pun gak ada yang berhak melarang gue untuk melakukan apa pun pada tubuh gue sendiri,” tegas Hana.
“Aborsi itu sangat bahaya buat lo, Han. Lo juga harus memikirkan keselamatan lo! Nyawa lo yang nantinya bakal jadi taruhannya, Han.”
“Terus lo minta gue untuk mempertahankan janin ini dan merawatnya sendiri gitu?” Nada bicara Hana meninggi seketika. “Gue gak mau melihat kedua orang tua gue malu dan kecewa atas apa yang terjadi sama gue, Sin.”
“Kalau gitu lo harus minta tanggung jawab Alga dong, Han. Jangan diam begini!”
“Gue gak mungkin minta dia menikahi gue di saat pernikahannya dengan Sukma sudah tinggal menghitung hari, Sin. Itu sangat beresiko untuk kesehatan kakeknya.” Di sini Sindy juga ikut pusing memikirkannya, yang diucapkan Hana ada benarnya. “Gue gak mau menghancurkan sesuatu yang sudah dipersiapkan, Sin.”
“Tapi lo yang bakal hancur, Han!” Hana tersenyum kecut. “Lo mau anak itu lahir tanpa ayah di sampingnya?”
“Sudah gue katakan, gue gak akan mempertahankan janin ini, Sin.”
“Jangan karena lo mikirin pernikahan Alga, lo jadi wanita paling jahat yang membunuh janin yang lo kandung, Han! Asal lo tahu ya, janin itu tak bedosa. Tapi perbuatan kalianlah yang berdosa hingga menghadirkan dia di rahim lo. Bahkan kalau dia bisa memilih, dia gak bakal mau hadir di rahim wanita yang hamil di luar nikah, Han.” Mendengar penuturan Sindy, Hana menangis sesenggukan. “Kalau lo gak mau ngasih tahu Alga, biar gue aja yang ngasih tahu dia sekarang juga.”
Hana langsung mencekal pergelangan tangan Sindy. “Jangan, Sin, gue mohon!”
“Dia perlu tahu, Han. Dia ayah dari janin yang lo kandung sekarang. Bagaimana pun itu, dia harus ikut bertanggung jawab, setidaknya bantu mikir untuk jalan keluar terbaik untuk masalah kalian ini.”
“Jangan lakukan itu, Sin, gue mohon jangan beri tahu Alga. Biar gue urus sendiri semuanya, gue mohon!” mohon Hana seraya menggenggam kedua tangan Sindy dengan wajah melasnya. Sindy tak tega melihat Hana seperti ini, ia pun memeluk Hana. “Kondisi kakek Umar sedang tidak baik baik saja, Sin, gue gak mau kabar ini akan memperburuk kondisi kesehatan beliau. Lo bisa ngertiin gue kan, Sin?”
“Ya udah, sekarang lo yang tenang dan istirahat aja ya, gue buatkan bubur dulu.” Sindy menuntun Hana untuk duduk di kasur kamarnya.
Sindy prihatin melihat kondisi Hana yang berantakan seperti ini, gadis yang terkenal ceria dan sedikit cerewet itu saat ini sedang dilanda badai kehidupan. Sindy terus memperhatikan Hana yang makan tidak semangat, padahal Sindy tahu jelas Hana pasti sangat lapar. Tapi tentu saja selera makannya hilang dengan beban hidup yang kini dipikulnya.
“Gue nginap di sini ya, gue temani lo malam ini.” Hana mengangguk. Sindy terus memeluk sahabatnya, dia gak mau Hana berpikir bahwa Hana menjalani semuanya sendiri. Apa pun yang bisa Sindy lakukan untuk menemukan jalan keluar dari masalah Hana, pasti akan ia lakukan.
Keesokan harinya, Hana ikut berangkat kerja dengan Sindy. Dia berniat mengajukan cuti tahunan hari ini ke kabagnya. Rencananya Hana akan pulang ke rumah orang tuanya di Semarang. Dia akan jujur dengan apa yang terjadi pada dirinya, siap tidak siap dia harus bisa terima apa yang akan terjadi nanti. Tapi keputusannya tetap sama, dia akan menggugurkan janinnya. Bagaimana pun dia belum siap menjadi orang tua tunggal untuk anaknya nanti. Tentu pengajuan cutinya ini tidak ia beri tahu pada siapa pun, termasuk Sindy. Jelas Sindy akan menentang dan meminta kabag untuk tidak mengizinkannya, karena Sindy sekretaris kabag dan Sindy jelas khawatir takut Hana melakukan rencananya..
“Pak, saya mau report laporan keuangan yang bulan kemarin sekalian saya ingin mengajukan cuti.”
“Yang sabar ya, Han. Kalau memang kejadian ini membuat konsentrasi bekerjamu menurun, saya izinkan kamu mengambil cuti untuk menenangkan diri dahulu. Saya memang tidak pernah merasakan ada di posisi kamu, tapi saya cukup mengerti bagaimana perasaan kamu ditinggal nikah oleh orang yang sangat dicintai. Apalagi kalian putus dalam keadaan masih cinta satu sama lain, hanya saja keadaan yang memisahkan.” Huft … Hana pikir kabagnya tahu tentang kehamilannya, tapi ternyata kabagnya mengira Hana stress karena ditinggal nikah oleh Alga.“Iya Pak, terima kasih kalau ternyata Bapak bisa mengerti perasaan saya saat ini. Tapi saya mohon rahasiakan izin cuti saya dari siapa pun terutama dari Sindy ya, Pak.”“Kenapa?”“Tidak apa apa, Pak, saya ingin privasi saja dan saya percaya Bapak bisa menjaga rahasia saya ini.”“Baiklah. Berapa lama kamu akan mengambil cuti?”“Sejumlah cuti yang belum saya ambil, Pak.”“12 hari?” Hana mengangguk.“Mulai kapan?”“Besok boleh, Pak?”“Asalkan semua pekerjaan kamu
"Apaaa? Kamu sudah gila? Mau berapa banyak dosa yang akan kamu perbuat, hah?" murka sang papa, lalu berdiri dan menghempaskan tangan Hana di kakinya."Hana tidak siap untuk menjadi seorang ibu apalagi menjadi orang tua tunggal, Pa," jelas Hana."Kalau begitu, kenapa kamu lakukan hal keji itu, hah? Berani melakukan tapi cemen untuk mempertanggung jawabkan. Sekarang juga kamu harus minta pertanggung jawaban dari laki laki yang sudah menghamili kamu!” pinta sang papa kemudian."Maafkan Hana, Pa, Hana tidak tahu siapa ayahnya," bohong Hana. Hana memang tidak pernah cerita kalau dia punya pacar di Jakarta, apalagi cerita mengenai Alga. Bukan Hana tidak mau terbuka dengan keluarganya, akan tetapi Galih selalu mengultimatum bahwa laki laki sejati akan menyatakan cintanya pada kedua orang tua si gadis sekalian sebagai bentuk izin. Seperti yang dilakukan Galih pada Intan dulunya."Terus kamu berhubungan dengan siapa kok bisa tidak tahu siapa yang menghamili kamu? Apa kamu korban pelecehan? Kal
"Padahal sayang sekali loh, Han, karir kamu lagi melambung loh tahun ini.""Iya Pak, sebenarnya saya juga berat untuk resign dari perusahaan ini. Tapi keadaan yang membuat saya terpaksa melakukan ini semua, Pak.""Okeylah kalau memang ini pilihan kamu, semoga kamu sukses meraih karirmu nanti di tempat tinggalmu yang baru ya. Dan kapan pun kamu ingin kembali bekerja di perusahaan ini, jangan sungkan hubungi saya.""Baik, terima kasih banyak ya, Pak. Saya sangat senang dan suatu kebanggaan juga bagi saya bisa bekerja di perusahaan ini. Terima kasih banyak juga atas kesempatan yang diberikan perusaan ini kepada saya, Pak.” Hana menjabat tangan HRD. “Kalau begitu sekalin saya pamit ya, Pak. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih banyak, Pak." Lagi lagi sebelumnya Hana minta untuk pengajuan resignnya ini dapat dirahasiakan dari siapa pun."Han," panggil Sindy ketika melihat Hana keluar dari ruang HRD."Hai, Sin.""Katanya izin cuti 2 minggu, kok sudah balek? Lo baik baik aja kan, Han?""Yes
“Sok tahu kamu, siapa yang bilang aku hamil? Gak ada ya,” jawab Hana dengan nada santai seraya mengambil air minum untuk ia teguk. Karena jujur saja tubuhnya sedikit gugup dan ada rasa pias ketika mendengar Alga tahu bahwa dirinya sedang hamil. Minum adalah cara Hana untuk menghilangkan kegugupan.“Han, jujur aja kenapa sih! Kamu sedang hamil anakku, kan?” desak Alga.“Apa sih? Kalau aku bilang gak hamil ya gak hamil! Maksa banget sih.”“Tinggal jawab iya aja apa susahnya sih, Han?”“Meski aku hamil pun, kamu gak usah khawatir. Kamu akan tetap menikah dengan Sukma, aku gak akan menghancurkan pernikahan kalian. Aku tidak sejahat itu kok,” ucap Hana begitu tenang. Padahal hatinya sedang berkobaran gejolak api emosi.“Maksud kamu apa bilang kayak gitu, Han?”“Apa pun yang terjadi sama aku, aku janji gak bakal ganggu kamu. Sekali pun misal aku hamil anak kamu, aku gak bakalan minta pertanggung jawaban dari kamu.”“Mana bisa kamu gak mau minta tanggung jawabku? Itu anak aku loh kalau kamu
Sepagi ini Hana sudah bersiap untuk kepulangannya ke Semarang. Tak ada yang tahu bahwa hari ini Hana akan pergi meninggalkan ibu kota Jakarta. Pak Cahyo, supir yang ditugaskan oleh orang tua Hana semalam juga telah sampai. Hana meratapi apartemennya, bayangan kenangannya bersama Alga berputar bak film yang diputar ulang. Hanya janin yang dikandungnya yang ia bawa sebagai kenangan satu satunya dari Alga. Hari ini pula bertepatan dengan hari pernikahan Alga dan Sukma. Membayangkan hari ini Alga mengucapkan ijab qobul dan bukan namanya yang disebut, hancur rasanya hati Hana. Kemarin kedua orang tua Alga datang menemui Hana. Mereka meminta maaf atas apa yang terjadi pada Hana dan mereka juga meminta maaf karena mereka tidak mungkin membatalkan pernikahan Alga dan Sukma yang sudah di depan mata. Mereka memohon agar Hana tidak menggugurkan janin yang ia kandung, mereka berjanji akan melamar Hana setelah pernikahan Alga dan Sukma usai. Mereka juga berjanji maksimal seminggu dari hari ini mer
“Han, untuk beberapa bulan ke depan kalau perut kamu sudah kelihatan, ya mungkin sampai kamu melahirkan, kamu gak usah kemana mana dulu ya!” Hana menatap nyalang pada sang papa.“Gak apa apa ya, Sayang, demi kebaikan kamu juga,” sahut Intan seraya mengelus lembut tangan Hana.Hana menghela napas panjanng. “Iya, Pa, Ma, Hana paham kok.” Ini sudah menjadi resiko yang harus Hana tanggung. Setidaknya dengan begini orang tuanya tidak malu dan tidak perlu menanggapi pertanyaan orang orang tentang dirinya.“Nanti apa pun yang mau kamu lakukan untuk mengisi hari hari kamu, pasti akan Papa dukung sepenuhnya.”“Iya, Pa. Tapi untuk saat ini Hana belum ada gambaran untuk kesibukan apa yang bakal Hana lakuin di sini.”“Nanti kalau kamu sudah melahirkan, kamu bantu bantu Papa aja urus hotel dan beberapa rumah makan yang ada di sini.” Hana mengangguk.“Siap, Pa.”Ini adalah awal dari kehidupan Hana yang baru, di sini semuanya akan ia mulai tanpa kehadiran orang orang di masa lalunya. Hana mungkin mem
Alhamdulillah proses persalinan Hana cepat dan lancar. Tak berselang lama, terdengar suara tangisan bayi. Hana melahirkan anak laki laki yang tampan dan wajahnya mirip sekali dengannya. Walau ada beberapa bagian yang mirip dengan Alga. Intan memeluk Hana dengan perasaaan haru biru. Galih pun langsung bersujud syukur mendengar anak serta cucunya selamat dan dalam keadaan sehat semua. Galih pun langsung masuk ke dalam ruangan untuk mengadzani sang cucu."Hay Nak, Mama bahagia sekali bisa melahirkan kamu ke dunia ini. Mama janji akan menjaga dan merawat kamu dengan sebaik baiknya. Walaupun mungkin nantinya Mama hanya menjadi orang tua tunggal buat kamu. Tapi Mama janji akan memberikan kasih sayang yang sempurna untuk kamu. Mama akan berusaha membahagiankan kamu dengan sepenuh hati Mama, Nak. Walaupun kamu hanya punya Mama, Mama juga janji kamu tidak akan berbeda dengan anak anak lain yang memiliki orang tua yang lengkap," ucap janji Hana pada sang buah hati yang kini sedang menyusu dalam
Tak terasa kini usia baby Al sudah menginjak usia 2 tahun. Semakin hari wajahnya semakin mirip dengan Alga dewasa, ayah biologisnya. Melihat babynya yang sangat menggemaskan, kembali Hana merasakan penyesalan karena dulunya punya niatan untuk menggugurkannya ketika masih berupa janin dulu.“Han, kamu sudah cek progress opening café kamu?” tanya sang mama.“Agak siangan mungkin nanti Hana ke sananya, Ma. Kenapa emang, Ma?”“Kamu ke sananya sediri aja ya, Al biar sama Mama dan sus-nya, gak usah kamu bawa!”“Okey, Ma. Aktifitas Hana juga kayaknya banyak hari ini, jadi gak mungkin juga bawa Al.”“Nanti kamu diantar Pak Cahyo, gak usah bawa mobil sendiri, Han!”“Hana bawa mobil sendiri aja, Ma. Soalnya ada beberapa tempat yang mau Hana kunjungi untuk beli perlengkapan café juga nantinya.”“Oh ya sudah terserah kamu aja, yang penting hati hati bawa mobilnya!”“Siap laksanakan, Ibunda ratu! Ya sudah Hana tinggal dulu ya, Ma, mau nyiapin kebutuhannya Al. “Hana titip Al bentar ya, Ma!” Sang Ma