*Happy Reading*"Seingatku kamu hanya ijin untuk membeli makanan untuk berbuka."Degh!Nissa seketika terkesiap kaget saat mendengar suara sedikit serak nan rendah dari balik tubuhnya, ketika baru saja menuruni tangga mushola yang ada di rumah sakit. Tubuhnya mendadak kaku. Menyadari suara siapa yang barusan menegurnya. Dengan takut-takut Nissa pun memutar kepalanya ke belakang. Lalu menelan salivanya kelat tanpa sadar saat mengetahui jika dugaannya benar. Itu benar suara Raid, yang kini keberadaannya ada dan bersandar angkuh di balik tiang mushola. Menatap dingin ke arah Nissa dengan kilatan yang kembali tajam. Sudah di bilang, kan, Raid hanya akan dalam mode baik jika bersama Naira seorang. "A-abang ..." Nissa memanggil takut, lalu kembali menunduk karena tak kuasa menerima tatapan dingin Raid. "Ma-maaf, Bang." Meski begitu, Nissa tetap mengucapkan maaf. Dia tahu maksud ucapan Raid barusan. Ini semua pasti karena ulahnya yang tak segera kembali ke ruang rawat Naira dan malah pe
*Happy Reading*Nissa menjalani hari-hari selanjutnya seperti orang linglung. Ia sudah tak bisa fokus lagi pada apa pun dalam hidupnya. Bayang dan ancaman Raid kala itu tak bisa Nissa lupakan sama sekali. Membuat hidup Nissa menjadi dilanda ketakutan setiap saat. Meski begitu, di depan Naira, Nissa berusaha bersikap senormal mungkin. Bercanda dan tertawa seperti biasanya. Ia berharap Naira tidak sampai tahu masalahnya dengan Raid. Bagaimana pun, Nissa tak ingin merusak hubungan dua sejoli itu. Nanti Raid semakin murka jika sampai Naira malah menjauhinya akibat aduan Nissa. Tidak, Nissa harus bisa menyembunyikan masalahnya serapat mungkin dari Naira. Hal itu berlaku juga untuk Navisha. Pokoknya, sebisa mungkin Nissa ingin memendam lukanya seorang diri."Nis, lo yakin nggak papa? Kok gue perhatiin lo beberapa hari ini beda?" Nissa mendesah berat, saat Navisha tiba-tiba bertanya demikian di suatu sore. Memang, ya, serapat dan serapi apa pun menyimpan bangkai. Suatu hari pasti akan ter
*Happy Reading*"Raid, kamu apa kan lagi Nissa?" tuduh Naira malam itu, saat Raid mengunjunginya di cafe. Nissa langsung buru-buru mencari kesibukan di lantai bawah ketika melihat kehadiran Raid. Dan tentu saja, itu membuat Naira semakin curiga pada bule yang terus membayanginya ini."Apa maksudmu? Aku bahkan baru datang," sahut Raid tanpa dosa. Naira menatap Raid lekat. Seolah mencari suatu kebohongan di netra sewarna zamrud itu. Sayangnya, meski sudah mengenal pria itu hampir tiga tahun, ternyata tak membuat Naira bisa dengan mudah membaca isi pikiran si bule lewat sorot mata. Raid terlalu pandai mengatur ekspresinya dan menutupi segala hal. Naira hanya bisa tipis-tipis saja mengerti bagaimana karakter seorang Raid. Meski begitu, Naira yakin Raid sudah melakukan sesuatu pada sahabatnya, Nissa. Entah itu apa?"Nissa memaksa pergi menangani cabang di Bandung yang hampir collapse. Padahal setahuku, dia paling malas kalau harus pergi-pergi jauh, apalagi ke tempat yang asing. Di mana,
*Happy Reading*"Terbaik untuk siapa?" Naira berbalik dan menatap Raid lekat-lekat. "Tentu saja untuk kita semua."Naira mendesah pelan dan menggelengkan kepala. Tak setuju dengan pernyataan Raid barusan. "Kurasa ini hanya terbaik untukmu seorang.""Nai--""Apa baiknya dari perpisahan dua sahabat yang sebenarnya tak punya masalah apa pun? Tidak ada, Raid. Tidak ada," sela Naira cepat. Raid memilih diam saja kali ini. "Sekalipun aku setuju melepaskan Nissa kali ini. Itu semata-mata karena aku ingin melihat, sejauh apa kamu bisa membohongi dirimu sendiri, Raid."Setelah itu Naira memutuskan pergi meninggalkan Raid seorang diri. Dia terlalu lelah berada di tengah-tengah dua manusia yang harusnya bisa bersatu, tapi terlalu gengsi untuk jujur. Ah, sudahlah. Bukankan kata Bang Rhoma 'Kalau sudah tiada, baru terasa bahwa kehadirannya sungguh berarti'. Nah, mengutip lagu lawas itu, Naira harap Raid akan sadar perasaannya sendiri terhadap Nissa. Sementara itu, sepeninggal Naira. Raid menghe
*Happy Reading*Menghilangnya Nissa di jalan adalah hal yang luput dari prediksi Raid. Jarak antara Jakarta dan Bandung yang menurutnya dekat memang membuat Raid memilih tak memberi pengawalan pada Nissa kala itu. Hanya empat jam saja di perjalanan, Kan? Selain itu, Raid yakin Nissa juga tidak masuk dalam incaran para musuh-musuhnya di sini. Lebih dari itu, orang-orang yang Raid perintahkan untuk mengawasi nyonya Farida dan Pak Ridwan pun tak memberikan laporan akan kegiatan mencurigakan dari mereka berdua. Lalu, kenapa ini bisa terjadi?Semua berawal dari Naira yang merasa aneh, tak segera mendapat kabar dari Nissa meski hari sudah memasuki malam. Naira pun menghubungi gadis itu, tapi tak pernah di angkat. Chat pun tidak di balas. Naira lalu beralih pada Caramel, orang yang dia tugaskan menyambut dan menemani Nissa selama di Bandung. Pikir Naira, mungkin Nissa lupa memberi kabar karena kelelahan setelah menyetir sendiri antara Jakarta-Bandung. Mungkin saja Nissa langsung tidur pas sa
*Happy Reading*Hari telah berganti menjadi minggu, pencarian pun sudah semakin diperluas. Namun, Nissa masih tak kunjung di temukan keberadaannya. Tentu saja, itu membuat Raid kesal luar biasa. Ini adalah kali pertama dia membutuhkan waktu yang lama mengungkap sesuatu.Beberapa petunjuk memang akhirnya sudah Raid temukan. Meski begitu, itu tetap tak serta merta membuat Raid dapat mengetahui siapa dalang di balik hilangnya Nissa saat ini. Raid memang mempunyai banyak musuh. Namun, biasanya mereka akan mengincar Naira. Karena status pertunangan mereka yang sudah tersebar ke publik. Itulah kenapa, Raid selalu menempatkan beberapa anak buahnya di sekitar gadis itu tanpa di ketahui oleh Naira sendiri. Lalu, kalau begitu kenapa kali ini Nissa yang di serang? Siapa dan apa motifnya?Raid duduk di kursi kerjanya sambil sesekali memijat keningnya yang terasa pusing. Menghadapi lembaran info yang berisi tentang petunjuk hilangnya Nissa. "Apa yang aku lewatkan?" gumamnya bermonolog. "Siapa
*Happy Reading*"Siapa dia?" tanya Raid sambil melirik seorang gadis yang sudah terikat di sebuah kursi, dengan mulut yang juga tertutup lakban. Gadis itu terlihat melirik Raid gusar sambil menggerakkan tubuh kasar, seolah ingin melepaskan diri dari ikatan yang Frans lakukan. "Bukankah kau memintaku mencari orang untuk menyusup ke tempat Anjani?" sahut Frans santai sambil menaikan bahu acuh. "Dia?" Raid melirik gadis yang ia taksir berusia di bawah Naira. Wajahnya lumayan cantik dan ... sepertinya polos. "Jangan tertipu dengan wajahnya," tandas Frans seolah tahu apa yang tengah Raid pikirkan. "Fakta dibalik wajahnya itu, dia salah satu anak buah Anjani.""Oh, ya?" Akan tetapi, anehnya Raid tak begitu terkejut. Atau mungkin sebenarnya terkejut, hanya saja pria itu pandai menutupinya. Frans mengangguk meyakinkan."Lalu, kenapa kau memilihnya untuk misiku?" Raid tak begitu saja tertarik dengan gadis yang dibawa Frans. "Karena dia juga yang kulihat bersama Abyan saat itu.""Dia wani
*Happy Reading*Grep!"Akh!" Kimberly langsung memekik kaget dan kesakitan saat tiba-tiba saja, Raid yang sedari tadi bersikap santai menyerangnya tanpa di duga dengan kilatan menyeramkan. Mencengkram leher Kim lebih tepatnya. Membuat Kim seketika kesulitan bernapas.Ada apa? Kenapa dia ngamuk tiba-tiba? Batin Kim meraung bingung. "Raid, hentikan!" Frans mencoba menolong Kim. Bukan karena kasihan, tapi karena tak ingin kehilangan informan yang menurutnya penting. "Katakan, apa yang sudah Abyan lakukan pada Nissa," desis Raid terdengar dingin sekali di telinga Kim.Kim hanya bisa membuka dan menutup mulutnya dengan suara patah-patah. Jangankan untuk bicara, untuk mengambil nafas saja dia kesulitan luar biasa. "Katakan!" raung Raid menggelegar. Seraya semakin mencekik leher Kim. Membuat gadis itu gelagapan karena kesulitan bernafas. "Bagaimana dia bisa menjawab kalau kau cekik sekencang itu, Raid?" Frans mengingatkan dengan baik hati. Namun, tak urung Raid tetap enggan melepaskan K