*Met buka puasa ayang-ayangku. Ingat, berbukalah dengan yang manis. Bukan yang buat nangis. Eh!*Kiranya setelah mendengar ucapan yang begitu dari Raid, Anjani akan sadar dan memilih pergi dari sana. Ternyata, yang terjadi adalah Anjani meraung marah lalu membuat kegaduhan lagi dengan mengacak-acak Distro. Raid yang tadi sudah melanjutkan langkah dengan Nissa, yang masih ia cekal lengannya. Menggeram marah lalu melepaskan Nissa dan berbalik arah demi menghentikan Anjani. Dengan kasar ia mencengkram lengan Anjani dan nyeretnya keluar. Kemudian melemparkannya hingga tersungkur menyedihkan ke halaman.Anjani terang saja makin mengamuk. Dia kembali berteriak histeris dan mengamuk dengan terus melayangkan umpatan yang ditujukan pada Nissa. Raid mengindahkannya dan segera menutup Distro di bantu yang lainnya. Mereka semua akhirnya membiarkan Anjani mengamuk sendiri di luar macam orang gila. "Bang?" panggil Nissa setelah pintu tertutup, tapi Raid masih berjaga di pintu utama Distro, yang b
*Met ngabuburit ...."Selepas dari Mushola, Nissa tak langsung diajak pulang. Raid kembali mengajaknya makan. Kebetulan, ini memang sudah masuk jam makan malam, kan?"Pecel ayam, mau?" Raid sangat ingat Nissa lumayan menyukai makanan tersebut. "Uhm ... Nissa lagi nggak pengen makan berat. Masih begah banget ini perut dari siang di kasih makan terus.""Lantas, kamu maunya makan apa? Pokoknya kita nggak akan pulang sebelum kamu makan sesuatu. Tidurmu akan terganggu kalau malam-malam kelaparan, Nissa."Nissa mendesah panjang. Padahal dia ingin menolak tadinya, tapi malah sudah lebih dulu mendapat larangan. Perutnya beneran masih penuh banget ini rasanya. Karena seharian ini Raid beli cemilan buat semua orang di Distro banyak sekali. Kan, sayang banget buat di lewatkan. Ah, lama-lama sama Raid, Nissa bisa gendut ini mah. "Ngopi aja di alun-alun, gimana?""Katanya perutnya terasa penuh. Tapi malah minum kopi. Nanti makin kembung perutmu itu, Nissa." Raid menggeleng tak habis pikir."Ya,
*Met ... apa nih? Terserahlah. Nggak tahu juga kalian bacanya jam berapa? Komen ya, jam berapa kalian baca bab ini?*"Anissa Fatih Zhakia. Aku mencintaimu. Aku ingin melamarmu dan menjadikanmu halal untukmu. Bersediakah kau menerima pinangan dari pria tak sempurna, bahkan banyak kurangnya ini?"Wah! Nissa seketika menahan napasnya, saat kalimat yang selama ini ia bayangkan tercetus juga dari mulut pria yang sampai saat ini masih kerap ia sebut di sepertiga malamnya. Bahagia! Tentu saja. Bukankah ini yang ia mimpikan dan harapkan selama tiga tahun ini. Meski dia sempat menyerah dan berhenti berharap setelah dua kali gagal menikah. Kalian tentu tahu bagaimana terluka dan kecewanya Nissa saat itu. Sayangnya, siapa yang bisa mengatur hati? Inginnya sih melupakan dan mencari yang lebih pasti. Apa daya, sedalam apa pun luka dan kecewa yang Raid torehkan. Cintanya tak bisa dia bunuh begitu saja. Ia tetap mencintai pria ini meski sudah terluka parah.Namun, saat ini dunia Nissa rasanya baru
*Happy Reading*Lagi-lagi berpisah. Bosen, ya? Capek juga. Sama Nissa pun begitu. Namun, mari kita berdoa saja semoga ini menjadi perpisahan mereka yang terakhir. Aamiinn ....Selepas kepergian pria bule yang ternyata sudah move on. Nissa masih di sini, di kota ini menjalani hari seperti biasanya. Bedanya, ada seorang wanita cantik yang kini terus menempelinya. Bahkan ke toilet pun kadang ikut. Risih, sebenarnya. Tetapi mau bagaimana lagi. Itu perintah Raid yang tak bisa Nissa bantah. Katanya sih, untuk keselamatan Nissa. Karena saat ia memutuskan setuju menjalin hubungan dengannya. Saat itulah secara otomatis Nissa siap menjadi sasaran tembak bagi musuh-musuh Raid. Sama seperti Naira dulu. Meski hanya sandiwara semata, tapi kehidupan Naira menjadi penuh ancaman sejak dikenal sebagai tunangan Raid. Kini semuanya pasti beralih pada Nissa. Karenanya, dari pada kecolongan, Raid pun gercep menempatkan Bodyguard berkedok asisten di sebelah Nissa. "Mbak?" Sebuah suara menginterupsi Nissa
*Happy Reading*"Mbak!" Eca datang dengan terburu setelah lima belas menit Nissa mengakhiri sambungan telepon bersama Raid. Nissa yang mengerti kegusaran Eca pun melirik arah sofa, di mana makanan yang katanya dari Raid itu ia simpan. Eca mengangguk paham. Lalu, menghampiri makanan tersebut. Gadis itu terlihat membuka kotak bening berisi deretan Shusi tadi. Mengendus-endus baunya lalu mengacak-acak tas yang selalu ia bawa. Kemudian, Eca mengeluarkan sebuah alat dari sana. Nissa kira itu ponsel. Bentuknya mirip. Namun, sepertinya ia salah. Itu sejenis alat pemindai."Itu ap--""Mbak Niss?"Baru saja Nissa mau bertanya alat apa tadi. Isti sudah lebih dulu datang, membawa bungkusan hitam di tangannya, yang dari aromanya saja Nissa tahu itu adalah Bakso. Air liur Nissa auto luber. "Ini baksonya.""Buat kamu aja, Ti."Eh?Bukan Nissa yang menjawab, tapi Eca. Membuat Nissa yang baru saja ingin berterima kasih jadi urung dan menelan kembali ucapannya."Loh, kenapa? Katanya tadi Mbak Nissa
*Happy Reading*Seorang pria tertawa puas setelah mendengar keberhasilan anak buahnya. Matanya berbinar dan bibirnya menyunggingkan seringai penuh kemenangan, seraya membayangkan rival terberatnya pasti saat ini tengah meraung, menangis, dan marah mendapati sang pujaan telah hilang. Oh, akhirnya dewi fortuna berpihak padanya. Setelah selama ini tidak adil dan terus pilih kasih. Rasakan! Siapa suruh terlalu sombong dan meremehkannya. "Di mana dia sekarang?""Di lantai atas. di kamar yang Tuan perintahkan."Senyum itu semakin melebar. Dengan langkah riang, pria itu pun gegas menghampiri gadis yang sudah berhasil mengaduk-aduk emosinya selama beberapa bulan ini. 'Tunggulah, Nissa! Setelah ini kamu tak akan bisa lari dan menolakku lagi!' gumamnya riang dalam hati. Seraya dalam kepala menyusun berbagai rencana untuk menaklukan gadis berhijab yang awalnya hanya sekedar mainan, tapi kini sangat ia inginnya. Anissa Fatih Zhakiya. Ya, setelah sekian bulan terus di tolak. Kini ia, Victor sa
*Met buka ayang-ayangku .... hayo, udah pada kalah belum, nih?*Setelah kendaraan-kendaraan tadi menghilang dari pandangan. Raut bengis Eca sedikit memudar. Satu sudut bibirnya bahkan sudah terangkat meski samar. Kena kalian!Satu yang harusnya Victor sadari. Raid tidak mungkin meletakan hanya satu orang di sebelah Nissa. Pria bule bucin itu bahkan meletakan setengah losin penjaga di sekitar Nissa tanpa gadis itu sadari. Cukup hanya Eca saja yang Nissa tahu.Lebih dari itu, oh ayolah, Eca tidak selemah itu! Masa hanya menumbangkan lima orang saja tidak mampu. Dia selama ini di latih untuk melawan 20-30 orang sekaligus. Victor terlalu menganggap enteng Raid dan anak buahnya. "Ca, apa kita lapor polisi saja?" Suara Isti menginterupsi. Membuat Eca kembali merubah mimik wajah menjadi seperti orang marah."Tidak usah! Jangan libatkan polisi, Mbak. Takutnya malah penculiknya nekad menyakiti Mbak Nissa!""Lalu, bagaimana sekarang? Kita nggak mungkin biarin Mbak Nissa diculik gitu aja, kan?
*Happy Reading*[Mission complete][Segera keluar dari sana. Lima menit lagi polisi akan datang menggerebek tempat itu]Kiki yang baru saja melapor pada Raid tak lagi memberi balasan. Dia mengamankan gamis dan hal lain yang semula ia pakai, kemudian bergegas menyelinap untuk bisa segera keluar dari markas Victor. Meninggalkan sang pemilik tempat itu dalam keadaan mengenaskan dan sudah tidak bernyawa. Sementara itu di tempat lain. Seorang pria tengah menginjak kepala seseorang, yang teridentifikasi sebagai mata-mata Victor. Ia adalah Boy, salah satu orang yang di tugaskan Raid menjaga Nissa dari kejauhan. "Bagaimana, Bos? Harus ku apakan bajingan kecil ini?" Boy saat ini tengah menghubungi Raid. "Aku serahkan dia padamu. Tapi jangan eksekusi di lingkungan tempat Nissa. Jangan sampai timbul kecurigaan. Bawa pergi jauh-jauh dari sana." Raid menjawab acuh. "Siap, Bos!" Boy mengulas senyum penuh makna. Setelah itu menurunkan kakinya dari si mata-mata Victor, yang tidak lain adalah OB b