Adimas memeriksa ponselnya berkali-kali dalam satu jam. Tak biasanya, Ali hilang dari pelaporan rutin yang biasa dilakukan. Ia melirik pergelangan tangannya, genap sudah sepuluh jam Ali tak mengirimkan kabar.
Ia berinisiatif untuk melakukan panggilan dan nomor Ali dinyatakan tidak aktif. Ia tak bisa dihubungi dan Adimas tak tahu keberadaannya saat ini.Di bangku taman, Hendri sedang menghisap puntung rokoknya yang hampir habis. Dari ruangannya, Adimas melihat dan memerintahkan Sardi untuk membawa Hendri ke ruangannya.“Apa kamu tahu keberadaan Ali?” tanya Adimas setibanya Hendri masuk.“Sebentar, Pak Adimas,” Hendri meraih ponsel di sakunya dan berusaha melakukan panggilan. Namun, sambungan itu tak juga menunjukkan tanda. Nomor yang dituju dinyatakan tidak aktif. Dengan tangan yang masih memegang ponsel, Hendri menatap Adimas dengan penuh makna.Keduanya menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Ali menghilPagi-pagi sekali, dengan menaiki ojek sewaan, Hendri berangkat menuju kampus di mana Andini berkuliah. Instingnya mengatakan kalau ia akan menemukan jawaban dengan membuntuti mereka.Ia meminta pengemudi ojek tersebut untuk menepi agak jauh dari gerbang utama universitas swasta terkenal itu. “Berhenti, Pak,” pintanya sambil menepuk pundak sang pengemudi ojek.Stang motor mengarah ke kiri dan ia turun tepat di depan kios fotokopi. Kios fotokopi itu adalah tempat langganan Ali memarkirkan motornya dan memperhatikan Andini serta Liam dari jauh.“Ini, Pak.” Hendri memberikan ongkos dua kali lebih banyak dari kesepakatan. Memberikan satu lembar uang berwarna merah bukanlah hal sulit baginya. Semenjak bekerja langsung untuk Adimas, apa pun bisa dibelinya. Bulan depan, ia berencana untuk membukakan tabungan pendidikan untuk kedua adiknya. Oleh karena itu, pantang pulang baginya jika belum menemukan Ali.Pengemudi ojek itu
Api cemburu yang dirasakan Andini belum juga reda. Meski hari telah berlalu, mulutnya tetap bungkam. Ia takut sekali kehilangan Liam. Ia tidak ingin lelaki yang dicintainya dimiliki oleh orang lain. Namun, ia malu untuk mengakuinya. Ia malu untuk menceritakan alasannya marah.Keadaan terjadi sebaliknya. Liam tidak mengetahui kenapa Andini marah kepadanya. Ia merasa tidak melakukan kesalahan. Ia tak tahu, kalau Andini melihat adegan dirinya dengan Michelle, bagaimana ia menangkap tubuh Michelle. Ia menganggapnya wajar karena menolong orang yang hampir celaka adalah perbuatan baik. Namun, itu sangat tidak wajar bagi Andini dan bagi semua wanita pada lelaki yang dicintainya.Suasana hening masih diterima Liam. Cukup pahit sebenarnya. Bagi Liam, kebungkaman Andini justru menjadi kecamuk dalam dadanya. Mobil yang dikemudikan Liam berseberangan arah dari arah pulang mereka. Andini yang menyadarinya hanya diam saja. Ia tak akan membuka mulutnya sebelum Lia
Liam menatap nanar Andini yang masuk ke dalam tanpa sekalipun berbalik dan melambaikan tangan. Biasanya, kedua hal tersebut selalu didapatinya. Mungkinkah ia salah kata?Andini menangis sejadi-jadinya. Ia merasa bahwa harapannya untuk menikah dengan Liam hanya angan belaka. Apa yang diimpikannya sulit untuk terwujud.“An Sayang, jangan lupa makan.” Liam mengirimkan pesan kepada kekasihnya setelah ia melihat lampu kamar Andini telah dinyalakan. Matahari mulai kembali ke peraduannya. Liam segera masuk ke dalam mobil CR-V miliknya dan bergegas menuju suatu tempat. Malam ini, ia telah berjanji untuk bertemu dengan Pak Leo.Satu jam mengemudi dengan kecepatan 60 km/jam, akhirnya ia sampai pada sebuah persimpangan. Mobilnya tetap berjalan lurus ke depan hingga jalanan itu mulai menyempit dan tidak bisa dilewati mobil. Di samping kiri dan kanannya berderet pohon sengon yang rapat. Hanya kendaraan roda dua yang bisa melewatinya.
Adimas menatap langit dari jendela ruangannya. Wajahnya begitu seksama. Setiap kalimat demi kalimat yang terdengar dari Hendri di seberang sana, didengarkannya baik-baik. Apa pun yang terjadi, dia harus menyelamatkan Ali. Ia masih ingat dengan kalimat permohonan Ali saat meminta pengampunan. Ali memiliki seorang putri dan itu mengingatkannya pada Andini. “Saya perlu beberapa orang, Pak,” ucap Hendri di seberang sana. Ia masih duduk di motor sewaannya di tengah gelap tanpa penerang.“Menurutmu, siapa saja yang layak untuk diajak?” tanya Adimas. Ia tak ingin misi penyelamatannya gagal. “Misi ini harus berhasil. Saya tidak ingin Ali kehilangan nyawanya.”Di ujung sambungan itu, Hendri tertegun. Sepatah kata pun tentang keterlibatan Liam terhadap penculikan Ali belum disampaikannya. Ia hanya menyampaikan kondisi nyata bagaimana medan yang harus ditempuh dan juga kebutuhannya terhadap orang-orang kuat.
Pukul dua dini hari, Hendri bersama timnya bersiap untuk menyelamatkan Ali. Dengan peralatan yang lengkap, dua mobil menggilas aspal dini hari tadi. Secepat mungkin mereka harus bisa menyelamatkan Ali.Medan yang ditempuh cukup merepotkan. Kurangnya lampu penerang di daerah minim pengendara melintas, membuat mereka harus berhati-hati.Di kursi pengemudi, Sardi memasang wajah dingin di sebelah Hendri. Meski kejadian telah berlalu beberapa jam, muntab masih ia rasakan. Rasanya tak adil mengikuti ucapan yang menurutnya bocah kemarin sore.Dalam diamnya, Hendri tahu kalau Sardi masih memendam dan menahan amarah demi misi yang harus mereka lakukan bersama-sama.“Pak..,” kata Hendri berusaha memecah keheningan yang terjadi. Dia tahu batasan dan tak ingin menjatuhkan harga diri Pak Sardi sebagai kepala pengawal yang paling disegani. “Setelah misi ini berhasil, saya tidak akan menolak perintah Pak Sardi lagi. Tolong sekali ini sa
Tak ada bendera kuning yang menandakan hadirnya berita duka di salah satu rumah di permukiman padat penduduk itu. Keluarga kecil itu hanya tahu kalau Ali bekerja cukup keras untuk menghidupi anak dan putri kecilnya.Adimas beserta anak buahnya berjalan dan menghampiri mereka untuk memberitakan kematian itu. Berita duka tersebut harus segera disampaikan, tidak boleh ditunda karena cepat atau lambat, semua kebohongan pasti akan terbongkar.Berita kepergian Ali yang telah pergi untuk selama-lamanya akhirnya didengar sendiri oleh sang isteri.Adimas diam saja saat isteri Ali mengutukinya serta berupaya untuk memukulnya. Ia menyadari kalau kematian Ali memang kesalahannya. Tidak ada manusia yang senang mendapatkan sebuah ujian. Namun, sebagai manusia dewasa dan pemimpin Ali, ia sadar—kematian Ali adalah salahnya.Ia akan membalaskan kematian Ali. Pasti. Ia tak akan membiarkan mereka yang membunuh Ali hidup tenang. Sardi pun harus dilarikan ke
Sebagai bentuk ucapan terima kasih karena bersedia mengirimkan dua orang demi menyelamatkan orang kepercayaannya, setelah menyelesaikan urusannya dengan keluarga Ali, Adimas bertolak ke perusahaan A&B Guard. “Walaupun misi ini gagal, kita harus memberikan apresiasi kepada Hasan,” ucap Adimas.“Abang datang langsung?” Lukman memastikan. Perilaku Adimas yang hendak mendatangi Hasan langsung membuatnya sedikit terkejut. Selama ini, kalau tidak bertemu dengan kolega bisnis yang menghasilkan banyak uang seperti Demian, ia jarang sekali bertemu langsung dan mau menyempatkan waktunya untuk sekedar bertegur sapa.Adimas paham dengan warna suara orang kepercayaannya itu. Dirinya sendiri pun tak mengerti apa yang ia lakukan. Ia hanya ingin berterima kasih. Itu saja. Tak lebih. Sepuluh tahun Hasan membantunya untuk menemukan orang-orang yang tepat, mungkin inilah waktunya ia menghargai setiap usaha yang diberikan Hasan untuknya.
Pak Leo tidak bisa menyembunyikan raut terkejutnya saat melihat berita di televisi terkait meledaknya bom di sebuah rumah tua yang sangat ia kenal. Matanya terus menatap televisi itu seolah ia tak percaya dengan apa yang terjadi.Semalam, ia baru saja meninggalkan Ali sendirian di sana. Bersama dua anak buahnya, ia bergegas kembali karena mendapatkan tugas baru dari atasannya. Berkas-berkas yang berisi bukti permainan kotor Adimas telah siap di meja kerjanya untuk diproses. Melihat berita tersebut, ia memutuskan untuk menunda dan memastikan sesuatu.Adimas segera menuju parkiran mobil dan menginjak pedal gasnya dalam-dalam. Kenapa Ali bisa mati secara mendadak. Apakah Hasan bermain di belakang dan berbuat di luar sepengetahuannya?Kecepatan mobil yang dikendarainya makin tak bisa dikendalikan. Sejenak ingatan akan janji yang diucapkannya kepada Liam terngiang-ngiang di kepala. Gerak mobilnya meliuk ke kanan dan kiri untuk memotong m