Aku kembali dengan aktivitasku seperti biasa. Beberapa hari nanti aku akan disibukkan dengan pernikahan aku dan Ilham.Aku santai di rumah sambil memanggil tukang urut langganan aku dulu. Dia sudah tua tapi masih sehat."Bi Sri, buatkan kami jus ya!" Perintahku.Aku segera berbaring dan dipijit oleh Mbok Utun."Mbok nanti kalau aku habis nikahan minta urut lagi ya," kataku."Iya, Non," jawab Mbok Utun.Bi Sri masuk membawakan kami jus. Setelah itu kembali ke dapur."Enak Zaman sekarang nikah udah ada yang ngurusin.zamanku dulu ya ngurusin sendiri," kata Mbo Utun."Itu ya tergantung uangnya, Mbok. Kalau uangnya gak ada ya mending di kerjain sendiri," balasku.Aku dipijit Mbok Utun sampai tertidur dan ketika aku bangun Mbok Utun sudah pulang."Bi, tadi Mbok Utun kamu bayar gak?" tanyaku."Iya, Non. Aku pinjam uangku dulu," jawab Bi Sri."Ya udah ini aku ganti, Bi. Soalnya aku tadi ketiduran," kataku.Aku segera mandi, badan sudah terasa segar.Malam nanti aku akan ke gedung di mana aku
"Aku gak tahu, tadi aku melihat Bila di kamar," jawabku."Kenapa kalian gak bawa Aksa ke rumah sakit?" tanya Hendra."Tadi pagi kamu sudah ajak Bila membawa Aksa ke rumah sakit tapi dia gak mau," jawabku."Iya dia takut ketahuan sama kamu," sahut Ilham."Kalian salah menilai Bila. Selama ini aku yang merawat Aksa. Dia hanya keluyuran gak jelas bersama teman dan selingkuhannya," kata Hendra.Hendra pamit, dia akan membawa Aksa ke rumah sakit. Setelah Hendra pergi, Bila datang."Mana Aksa?" tanya Bila."Kamu dari mana? Suami sudah bawa Aksa ke rumah sakit. Ibu macam apa kamu tega meninggalkan Aksa sendiri di kamar padahal dia sakit," jawab Ilham."Iya, kamu juga gak bilang sama kamui," kataku."Aku harus susul Aksa. Menyesal aku minta bantuan kalian. Kalian ternyata sekongkol dengan suamiku," kata Bila lalu pergi.Ilham hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan Bila. Sudah di tolong bukannya meminta maaf Mala menuduh yang tidak-tidak.Tak hanya itu selang sehari kemudian, Bila da
Hendra menahan tangan Bila dan menghempaskan dengan kasar."Jangan ganggu mereka!" ucap Hendra."Ngapain kamu bela dia. Oh aku tahu kamu suka ya sama dia," kata Bila."Jangan sembarangan ngomong," ucapku."Alah kalian pasti diam-diam saling suka. Makanya Mas Hendra bela kamu terus," kata Bila."Jangan asal menuduh! Aku bukan seperti kamu yang doyan selingkuh," bantahku.Aku gak mau kalau dituduh selingkuh apalagi antara aku dan Hendra tak ada hubungan apa-apa."Mas Hendra ternyata selera kamu rendahan. Kamu doyan juga sama janda istri orang," tuduh Bila."Bila, jaga bicara kamu. Jangan sampai Kinan dan Ilham marah dan kamu dilaporkan ke polisi," kata Hendra.Mas Ilham yang baru bangun segera ke depan karena mendengar keributan."Ham, istri kamu ini loh selingkuh sama Mas Hendra," kata Bila."Hah mana mungkin," kata Ilham."Iya, tadi Mas Hendra belain dia terus, Ham. Mereka telah mengkhianati kamu," ucap Bila.Aku geram dengan Bila, ku tarik rambutnya hingga dia kesakitan."Jangan asal
Wanita itu mendekatiku tapi di cegah oleh Ilham."Amara, hentikan!" bentak Ilham. "Kamu udah buat kacau di sini," kata Ilham.Aku baru tahu nama wanita itu Amara."Gak, aku harus balas dia," kata Amara mendorong Ilham hingga terhuyung.Amara langsung menyerang ku, dia memukuli tubuhku. Ilham segera menarik tangan Amara agar tak memukuliku."Kamu yang memulai, aku hanya membalas," kata Amara."Eh salah siapa ganggu suami aku. Kamu siapa sih sebenarnya?" tanyaku heran."Dulu Ilham ngejar-ngejar aku, tapi aku gak mau sama dia. Eh pelariannya malah sama janda jalang," kata Amara."Hei jaga itu mulut! Kalau kamu gak mau sama Ilham kenapa ganggu dia. Kamu cemburu dia sudah punya istri?" tanyaku.Tatapan nyalang dari Amara tak membuatku takut. Ilham menyuruh Amara pergi namun diabaikan."Aku gak akan pergi sebelum membuat pelajaran sama istrimu. Awas aja kalau suaminya aku rebut baru tahu rasa," kata Amara."Oh kamu mau jadi pelakor ya. Silahkan! Ilham gak akan mau sama kamu," tantangku.Ilh
Tak ku ambil uang dua ribu rupiah itu. Aku masih bisa beli lagi yang lebih bagus. Bila sudah keterlaluan dia gak akan aku maafkan."Sudah, kita lebih baik istirahat saja," kata Ilham.Aku benar-benar capek, tadi bertengkar dengan Amara sekarang dengan Bila. Ada saja yang mengganggu ketenangan ku."Sayang, bagaimana kalau besok ke rumah ibu?" tanya Ilham. "kita menginap di sana, ibu pasti senang," kata Ilham."Boleh, nanti setelah dari toko kita ke sana," ucapku.Malam itu kami istirahat hingga pagi.***Aku merasa capek sekali sehingga enggan untuk bangun. Hidungku mencium sesuatu yang sangat wangi tetapi bukan parfume melainkan wangi masakan.Aku tak melihat Ilham ada di sampingku, ternyata dia bangun lebih dulu.Aku bangun dan langsung menuju dapur karena bau makanan ini sangat menggoda.Aku terkejut ketika melihat Ilham tengah masak di dapur sendirian."Mas, di mana Bi Sri? Kok kamu yang masak?" tanyaku mendekati Ilham."Dia aku suruh ngerjain yang lain," jawab Ilham dengan terus f
Aku masih sakit hati sama Bude Piah karena mendoakan aku mandul walau pada kenyataannya aku tak mandul. Mulutnya yang lemes ingin aku sumpal pakai kain lap bekas kotoran ayam."Maafkan Kinan, Bu," ucapku ketika sadar Bu Minah memperhatikan aku."Gak apa-apa. Ibu faham kamu marah karena dia memang keterlaluan," kata Bu Minah.Beruntung aku punya mertua yang sangat pengertian. Ilham mengajak kami masuk kembali menonton televisi.Setelah merasa lelah, kami tidur.**Entah jam berapa, ku lihat matahari belum nampak tapi ku dengar orang menggedor pintu rumah mertuaku."Minah...Minah...bangun Minah...tolong aku!" teriak Bude Piah.Aku terlonjak kaget begitu juga dengan Ilham."Kamu di kamar saja temani Kiara," kata Ilham.Ilham keluar, aku memilih mendengarkan dari dalam kamar."Ham, tolong, Ham!" Pinta Bude Piah."Ada apa lagi, Bude? Ini masih pagi tapi udah gedor pintu rumah orang," kata Ilham."Ham, itu loh Mbakmu sakit butuh uang," kata Bude Piah."Mbak Neni sakit apa, Bude?" tanya Ilha
Mbak Sindi tak yakin jika diriku pemilik toko baju anak-anak ini. Dia mengira aku hanya janda yang tak punya apa-apa. Walaupun sebenarnya toko itu milik Putra tapi sudah diberikan padaku dan Ilham itu juga sudah disetujui oleh Pak Willi dan istrinya."Wah kamu sukses juga ternyata," kata Mbak Sindi."Ya beginilah," kataku."Lain kali aku balik ke sini ya," kata Mbak Sindi sebelum pergi.Aku kembali ke ruanganku mengecek penjualan online kami. Hasilnya naik drastis, sehingga banyak barang yang kosong. Aku segera mengorder barang baru lagi.Ponselku berdering, ada panggilan dari nomor tak di kenal."Halo, ini siapa ya?" tanyaku."Mbak Kinan, kami dari kepolisian ingin mengabarkan kalau papanya Mas Arfan meninggal di dalam sel," jawab polisi yang menelfon ku."Baik, Pak. Saya ke sana," ucapku.Setelah mendapat panggilan dari kepolisian aku menelfon Ilham. Sayangnya, dia tak bisa menemani aku ke kantor poli
Tertera nama Salsabila dan Arfan dalam undangan. Ternyata cinta lama mereka bersemi kembali. Harapanku, setelah mereka menikah mereka hidup bahagia."Sayang, undangan dari siapa?" tanya Ilham."Dari Bila, Mas. Dia mau nikah lagi kita diundang," jawabku. "kamu tahu gak siapa yang menikah dengan Bila?" tanyaku."Ya gak tahulah, emang siapa?" tanya Ilham."Mas Arfan," jawabku."Hah mereka akan menikah." Ilham sangat terkejut mendengar jawabanku. Dia tahu jika dulu Mas Arfan kekasihnya Bila sebelum kamu menikah. "Apa gak ada wanita lain," kata Ilham."Entahlah, mungkin mereka memang berjodoh," ucapku.Aku dan Ilham memutuskan datang ke pernikahan Mas Arfan dan Bila. Kiara pasti takut jika melihat Mas Arfan. Jadi sebelum berangkat aku sudah kasih dia wejangan.Kami sangaja membawa kado yang cukup bagus untuk mereka. Harapan kami mereka akan terus bahagia.Tibalah acara pernikahan Mas Arfan dan Bila. Kami bersiap, ternyata pernikahannya diadakan di gedung besar."Selamat ya, akhirnya kalian