Share

6. Pria Menyebalkan

Seorang wanita membuka matanya perlahan-lahan lantaran mendengar bunyi alarm. Sudah pukul 6 pagi. Dia tidak menjalankan ibadah subuh karena tengah datang bulan, menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Sera meraih hijab yang tidak jauh dari posisinya. Ia segera memakai hijab tersebut.

Sejak memutuskan menikah lagi dan di hari di mana ijab kabul itu berlangsung, Sera begitu menghargai pernikahannya, tidak menjadikan pernikahannya hanya sekedar pelampiasan karena kesepian atas gagalnya pernikahan yang dahulu.

Keluarga Dika, khusus orang tuanya sudah sangat baik terhadapnya. Begitu mencintai kehadirannya. Lantas, Sera tetap harus melaksanakan kewajiban sebagai seorang istri, mengabaikan sikap kasar Dika yang setiap hari ia dapatkan.

Berjalan keluar dari kamar, Sera sudah tak heran saat menemukan Dika tertidur di sofa tanpa selimut. Hanya dengan pakaian tidur, tangannya dalam keadaan posisi menyilang di atas dada. Langkah kaki Sera mendekat kepada pria itu.

“Mas…” panggil Sera lembut. Tidak ada sahutan, wajar saja karena Dika tertidur pulas. Mana bisa suara lembut itu dapat mengusik tidur Dika di pagi hari.

“Mas Dika, bangun, Mas,” ucap Sera.

Tidak, Sera tidak berani menyentuh suaminya sendiri. Dia hanya mampu berdiri di posisinya. Sikap kasar Dika kadang kala membuat Sera takut. “Mas Dika, sudah pagi, Mas harus ke hotel.”

Saat Sera hendak mendekat, Dika pun membenarkan posisi tubuhnya sembari menggumam tidak jelas. Matanya masih memejam erat. Sera berusaha sabar lagi. Suara tak diindahkan kembali. Menarik napas, saat ia memutuskan untuk maju selangkah, Dika kembali bergerak, tangannya juga ikut direntangkan.

Kali ini, lelaki itu membuka matanya sendiri, hal itu membuat Sera sedikit terkejut. Suaranya pun mampu membuat pria yang membaringkan tubuh di atas sofa itu ikut bereaksi.

“KAU!” Dika pun refleks mengubah posisi tubuhnya. Dia segera duduk. “Mau apa kau di sini? Hah?” nadanya tak bisa berubah lembut.

“Mas, Mama bilang kalau Mas harus ke hotel,” tutur Sera. Perempuan itu sama sekali tidak ikut meninggikan suaranya atau emosi.

“Mau aku siapkan-“

“Berhenti bicara! Kau hanya menjadi pengganggu!”

“Ck!” Dika bangkit, tangannya dengan sengaja mendorong bahu Sera sedikit keras saat ia berjalan melewatinya. Hal itu membuat Sera yang tidak berjaga-jaga terjatuh ke lantai.

“Aw…,” Sera meringis, “Mas, apa yang Mas Dika lakukan?” ucap Sera berbicara mendongak, Dika tak menjawab, dia malah menyeringai, “rasakan itu,” katanya sebelum benar-benar meninggalkan Sera yang masih terduduk di lantai. Pria itu tak punya rasa iba sama sekali terhadap istrinya. Pergi begitu saja ke kamar tanpa rasa peduli dan tak mengucapkan sepatah kata maaf.

***

Sera memiliki hati yang kuat layaknya baja. Kali ini drama apa lagi yang dimainkan oleh suaminya? Dika keluar memakai setelan jas hitam sembari menggenggam ponsel di tangan kiri. Ya, memang dia tampan, memiliki rahang yang tegas, alis tebal, hidung mancung, namun bukan itu yang jadi poinnya. Dia memanggil Sera dengan berteriak-teriak seolah tinggal di hutan. Belum lagi Sera dihina juga.

“SERA! SERA!”

“DI MANA KAU?!”

“SERA APA KAU TULI?!”

Demi Tuhan, jika wanita itu bukan Sera, mungkin saja Dika akan mendapatkan perilaku kasar juga dari perempuan lain. Tapi, Sera muncul dengan sedikit berlari tergesa-gesa dari dapur. Dan bertanya masih dengan nada yang terlewat tenang.

“Ada apa, Mas?”

“Kenapa Mas sampai berteriak-teriak?”

“Ck! Mama ingin bicara-“

Belum selesai berbicara, ponselnya lebih dahulu berdering. Itu adalah Karina, Mama Dika. Dika mengembuskan napas kasar, sebelum tombol hijau pada layar itu ia sentuh, pria yang akan berangkat menuju hotel itu lantas mengatakan suatu.

“Jangan buat masalah dan mengatakan hal yang mengada-ngada pada mama, paham?!” ancam Dika.

“Baik, Mas, aku paham maksud Mas,” ucap Sera.

“Kalau kau sampai berbuat nekat cerita tentang apa yang terjadi, habis kau!”

“Iya, mana ponselnya?” pinta Sera.

Dika memberikan ponsel miliknya dengan raut wajah terpaksa. Sungguh, Dika merasa sedang makan buah simalakama. Menyilangkan di depan dada bidangnya, lelaki itu membuang wajahnya ke sembarang arah.

Sera lantas menjawab telepon itu. Seperti biasa dibuka dengan sapaan. Dia memang sungguh menantu idaman yang Karina idam-idamkan. Suara lembut Sera mampu membuat Mama Dika di seberang telepon tertawa renyah. “Assalamualaikum, Ma, pagi,” kata Sera.

“Waalaikumsalam, pagi juga. Sera, bagaimana hari-hari kamu?”

Dika dapat mendengar suara Karina karena sengaja ingin mendengar percakapan dua orang wanita itu.

“Oh, alhamdulillah Sera baik-baik saja. Mama dan papa bagaimana?”

“Kami berdua baik. Syukurlah kalau kau baik. Apa Dika nakal, Sera? Dika tak menyusahkanmu kan?”

“Em-“ sejenak mata Sera melirik cowok yang ada di sisi kirinya. Begitu juga Dika menatap sinis Sera. “Mas Dika sama sekali tidak menyusahkan, Mas Dika banyak membantu Sera, Ma,” ucap Sera.

Dalam hati, Sera bermonolog, ‘Ya Tuhan, apa boleh buat? Maaf karena aku telah berbohong.’

“Hm, baguslah. Jika Dika berbuat sesuatu yang tidak baik, Sera lapor ya, Mama saja kadang sebal menghadapi sikapnya yang dingin itu.”

‘Apa?’ ucap Dika dalam hati.

“Iya, Mama tenang saja. Mas Dika tidak semenyebalkan itu kok,” tutur Sera. Dia tersenyum tipis ke arah Dika. Seolah tengah mengejek juga. Dika semakin dibuat dongkol oleh tindakan Sera barusan. Baginya, senyum itu membuat dirinya merasa tengah direndahkan.

“Hm, tetap saja Sera. Ya sudah, Mama ingin bicara dengan Dika, bisa kamu berikan ponselnya pada suamimu?”

“Iya, Ma,” Sera lantas memberikan ponsel itu. “Halo, Dika?”

“Hm,” ketus dingin. “Loh kamu kenapa seperti itu?”

“Kamu dengar obrolan Mama dengan Sera, ya?”

“Dika tidak menyebalkan, justru Mama yang menyebalkan,” jawab Dika. “Kamu ini baperan sekali,” ejek Karina. “Sayang, benar kamu tidak berbuat aneh pada Sera kan? Jaga Sera ya, dia itu istrimu, menantu kesayangan Mama. Jaga dengan baik, dia yang akan selalu ada dan merawat kamu apapun kondisi kamu, ingat pesan Mama, Dika,” cerocos Karina.

“Iya, iya,” jawab Dika.

“Jangan membuat Sera merasa direpotkan. Kamu kan suaminya. Kamu harus bisa bersikap baik kepada istri. Jika ada suatu hal yang membuat Sera keberatan, kamu yang harus bertanggung jawab, paham, Nak?”

“Hm,” deham Dika.

“Sudah ya, aku kan harus ke hotel juga,” ujar Dika. “Oh iya, Mama sampai lupa,” jawab Karina. “Ya sudah, pergilah, hati-hati. Papamu sudah menunggu,” ucap Karina.

“Mama ingin bertemu kalian di sana, segera,” sambung Karina.

“Kapan?” tanya Dika dengan nada terkejut. “Kenapa kamu begitu kaget?”

“Bukan, biar aku bisa beres-beres,” ucap Dika.

“Kamu sudah menjadi rajin setelah menikah?”

Dika diam. Dia melirik sekilas ke arah Sera. “Kapan Mama akan ke sini?”

Pasalnya, jika dia tidak tahu kepastiannya, Dika takut sesuatu hal buruk menimpanya. Dan keadaan rumah tangganya yang tidak benar-benar baik itu akan diketahui oleh kedua orang tuanya. Dika tidak ingin hal itu sampai terjadi.

Pena_Ri

hai, aku penulis baru di sini. aku harap cerita ini mampu menghibur kalian. Enjoy.... jangan lupa berikan komen, share! thxxxxxx

| 1

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status