"Kode brankasnya adalah nilai IPK Elena dan tanggal pernikahan Amelia dan Edward." Tiba-tiba Alexander tertawa terbahak-bahak. "Siapapun yang mencuri video ini, kalian hanya bisa gigit jari. Kalian bahkan tidak tahu dimana letak brankas itu."Tawa Alexander sepenuhnya lenyap, berganti dengan wajah serius dan dingin."Untuk Nicklaus Hunter, aku punya senjata untuk menjatuhkanmu. Senjata itu akan menghancurkanmu jika video ini sampai ke tangan cucuku. Jika sampai cucuku tahu, itu artinya kau masih berbuat ulah. Kenapa tidak kau lepaskan saja dendam tidak masuk akalmu itu? Kau sudah tua, Victoria bahkan sudah kau habisi. Apa kau dendam karena tidak bisa memiliki anak darinya seperti aku dan Eliot?"Alexander menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi, mata masih menatap ke arah kamera."Untuk Eliot Jepson, aku yakin kau tidak akan mencampuri urusan cucu-cucuku. Bagaimanapun juga, Amelia dan Talia adalah saudara, bukan? Alan dan Elena adalah sepupu cucumu, Gavra Jepson. Tapi perlu kau ingat,
Entah sudah berapa bulan Elena tidak menginjakkan kaki di perusahaan yang sudah resmi menjadi miliknya sekarang. Beruntung Alan bukanlah pria yang tamak dan dengki. Tentu saja, kakaknya sudah mendapatkan bagian yang lebih besar di eMark."Selamat pagi, Nyonya Elena," sapa seorang resepsionis dengan sopan sambil tersenyum.Elena menghentikan langkahnya ketika melihat ada seorang pria yang terlihat familiar di sofa khusus untuk tamu. Keningnya mengernyit. Ia menoleh pada resepsionis yang langsung mengerti."Dia adalah pengawal Tuan Nicklaus Hunter, Nyonya," kata resepsionis itu."Untuk apa dia datang ke sini?" Tiba-tiba moodnya semakin memburuk. Mendengar monster tua bangka itu berada di perusahaannya membuatnya naik pitam."Ada urusan dengan Tuan Alan terkait dengan ekspansi Greenlake ke berbagai negara di Asia dan Eropa."Kali ini sebelah alis Elena terangkat. Ia mendengkus sinis. Greenlake memang belum membuka cabang di negara-negara Asia dan Eropa seperti Jepson Group dan perusahaan
"Rahasia besar."Elena menceritakan tentang video itu secara garis besarnya saja. Nanti dia akan mengirimkan file-nya ke email sang kakak."Lagipula pernikahan mereka sudah puluhan tahun yang lalu. Tentu saja ayah sudah lupa. Kakek ini ada-ada saja," komentar Alan."Ya, bagaimana lagi? Menyimpan rahasia sebesar itu pastilah harus hati-hati. Aku hanya masih heran kenapa Jennifer bisa mendapatkan flashdisk itu." Elena mengusap dagunya."Dia mencurinya dari David." Tiba-tiba Brad menyahut."Hah? Jadi David yang lebih dulu mendapatkannya?" pekik Elena kaget."Lebih tepatnya, flashdisk itu awalnya dicuri oleh Matthew Patt di ruang kerja Tuan Alexander Pierce. David mencuri flashdisk itu setelah tahu bahwa isinya sangat penting dan bisa digunakan untuk mengancam Nicklaus Hunter. Tapi sayangnya Jennifer malah mencurinya setelah mencuri dengar percakapan telepon antara David dan Nicklaus," lanjut Brad."Ah, sepertinya Jennifer juga berniat untuk mengancam David dengan flashdisk itu. Sayangnya
"Jangan terlalu kencang mengendarai mobilnya!" hardik Jack dengan mata melotot."Aku sudah mengurangi kecepatannya sampai hanya tinggal 40km/jam. Mau selambat apa lagi?" teriak Brad frustrasi.Elena meringis melihat betapa rewelnya suaminya sejak keluar dari gedung Greenlake. Selalu protes dan mengeluh. Benar-benar menyebalkan."Butuh minyak aromaterapi, Bos?" tawar Nathan."Ya, ya! Kepalaku pusing sekali. Ya Tuhan, bagaimana bisa aku menjalani sisa hariku jika seperti ini terus?" Jack menyambar botol minyak aromaterapi dari tangan Nathan dan menghirup aromanya.Pria itu mengerang sambil menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. Kedua matanya terpejam."Baru beberapa hari saja kau sudah rewel sekali. Padahal wanita harus mengalaminya selama 9-10 bulan," cibir Elena.Tiba-tiba Jack membuka mata. Pria itu langsung memeluk perut Elena meskipun harus membungkuk dan posisinya terlihat tidak nyaman."Tolong cabut kutukanmu, Sayang. Aku benar-benar tidak sanggup lagi. Setiap malam aku tidak
Dua mobil van berwarna hitam datang dan berhenti agak jauh dari mobil Jack. Pria berpakaian serba hitam dan menenteng senjata api laras panjang menghambur keluar dari sana. Jumlahnya lumayan banyak."Oh, sepertinya kakek tua itu ingin bermain-main." Jack mengambil stok senjata di jok belakang lalu melemparkannya pada Nathan dan Brad. "Sayang, kau merunduklah untuk berlindung."Elena menurut dan menyembunyikan kepalanya di bawah jendela. Meskipun perutnya terasa sangat mengganjal, ia tahan rasa tidak nyaman itu.Ingatan mengenai kejadian yang hampir sama ketika bersama ayahnya dulu kembali berkelebat. Rasanya seperti deja vu. Hanya saja, kehadiran Jack sekarang membuatnya merasa sedikit tenang. Suaminya pasti bisa mengatasinya.Selama beberapa menit, hanya terdengar suara tembakan yang saling bersahutan. Elena memejamkan mata, berdoa agar bayi di dalam kandungannya tidak trauma. Ia pernah mendengar bahwa bayi yang masih berada di dalam kandungan bisa merekam kejadian yang dialami oleh
Bentakan Jack membuat Elena terlonjak kaget, apalagi ketika pria itu merebut pistol dari tangannya. Mulutnya menganga dengan wajah ketakutan.Belum pernah ia melihat Jack begitu marah, sampai-sampai kedua mata pria itu melotot dan wajahnya memerah.Jantungnya langsung berdegup kencang dan terasa nyeri. Kedua sudut bibirnya melengkung ke bawah. Ia menggeser duduknya ke tempat semula dengan tenggorokan seperti tercekat. Belum pernah ia dibentak seperti ini, apalagi selama ini Jack tidak pernah marah. Bahkan ketika kedua matanya berkaca-kaca, Jack tidak mengatakan apapun. Lelaki itu justru membanting pintu setelah masuk ke dalam mobil."Kita pulang," kata Jack dengan nada dingin.Air mata mengalir di kedua wajah Elena. Cepat-cepat ia menyekanya dengan tangan gemetar. Pandangannya sempat bertemu dengan Nathan di spion atas. Ia langsung melengos dan menangis dalam diam.Suasana di dalam mobil begitu mencekam. Bahkan lebih dingin daripada ketika mereka baru saja pulang dari hotel dan terke
"Kenapa jadi mau membalas dendam pada Elena? Bukankan persaingan bisnis memang sudah biasa? Lagipula dia sendiri yang menyerang perusahaan Elena terlebih dulu. Elena hanya membalasnya. Apa istriku harus duduk diam dan pasrah menerima nasib?" protes Jack.Entah kenapa dia merasa tidak terima ketika Nicklaus Hunter malah playing victim. "Hmm, mungkin dia merasa egonya terluka karena bisa dikalahkan oleh wanita, apalagi masih sangat muda," kata Jacob.Jack mengibaskan tangan. "Alasan yang tidak masuk akal. Kenapa tidak mencoba untuk berbicara dengannya secara baik-baik? Elena tidak akan diam saja dan menunggu perusahaannya dihancurkan. Ribuan karyawan bergantung padanya."Jacob mengangguk-angguk. "Kau benar. Aku memang harus mengakhiri dendam kesumat yang tak berkesudahan itu. Dia sudah melewati batas.""Bagaimana dengan keluarga Jepson?"Kening sang ayah berkerut. "Setahuku mereka tidak mengusik keluarga Pierce. Bahkan mungkin Talia tidak tahu bahwa ibu Elena adalah adiknya. Mereka jus
Sudah setengah jam Elena menangis di ruang kerja sang ayah. Meskipun Edward begitu sibuk, pria itu tetap mengesampingkan pekerjaannya demi menenangkan sang buah hati."Minum dulu biar hatimu tenang," kata Edward sambil menyodorkan sebotol air mineral. "Ingat, kau sedang hamil. Jangan membuat janinmu ikut merasakan apa yang kau rasakan."Jantung Elena seperti berhenti sejenak, sebelum akhirnya berdegup lebih kencang. Kenapa ia bisa melupakan hal itu? Ia menerima botol yang sudah dibuka tutupnya dan meminumnya beberapa teguk."Tarik nafas dalam-dalam, lalu hembuskan secara perlahan. Apapun masalahmu, jangan langsung terbawa emosi. Demi calon bayimu."Ia mengikuti saran dari ayahnya, dan lumayan berhasil untuk meredakan tangisnya. Hanya tersisa beberapa isakan yang masih lolos. Bibirnya terasa seperti bengkak karena terlalu lama menangis."Sekarang ceritakan pada ayah, kenapa kau menangis hebat seperti itu?" tanya Edward dengan sabar.Bibirnya kembali melengkung ke bawah ketika mengingat