"Kenapa jadi mau membalas dendam pada Elena? Bukankan persaingan bisnis memang sudah biasa? Lagipula dia sendiri yang menyerang perusahaan Elena terlebih dulu. Elena hanya membalasnya. Apa istriku harus duduk diam dan pasrah menerima nasib?" protes Jack.Entah kenapa dia merasa tidak terima ketika Nicklaus Hunter malah playing victim. "Hmm, mungkin dia merasa egonya terluka karena bisa dikalahkan oleh wanita, apalagi masih sangat muda," kata Jacob.Jack mengibaskan tangan. "Alasan yang tidak masuk akal. Kenapa tidak mencoba untuk berbicara dengannya secara baik-baik? Elena tidak akan diam saja dan menunggu perusahaannya dihancurkan. Ribuan karyawan bergantung padanya."Jacob mengangguk-angguk. "Kau benar. Aku memang harus mengakhiri dendam kesumat yang tak berkesudahan itu. Dia sudah melewati batas.""Bagaimana dengan keluarga Jepson?"Kening sang ayah berkerut. "Setahuku mereka tidak mengusik keluarga Pierce. Bahkan mungkin Talia tidak tahu bahwa ibu Elena adalah adiknya. Mereka jus
Sudah setengah jam Elena menangis di ruang kerja sang ayah. Meskipun Edward begitu sibuk, pria itu tetap mengesampingkan pekerjaannya demi menenangkan sang buah hati."Minum dulu biar hatimu tenang," kata Edward sambil menyodorkan sebotol air mineral. "Ingat, kau sedang hamil. Jangan membuat janinmu ikut merasakan apa yang kau rasakan."Jantung Elena seperti berhenti sejenak, sebelum akhirnya berdegup lebih kencang. Kenapa ia bisa melupakan hal itu? Ia menerima botol yang sudah dibuka tutupnya dan meminumnya beberapa teguk."Tarik nafas dalam-dalam, lalu hembuskan secara perlahan. Apapun masalahmu, jangan langsung terbawa emosi. Demi calon bayimu."Ia mengikuti saran dari ayahnya, dan lumayan berhasil untuk meredakan tangisnya. Hanya tersisa beberapa isakan yang masih lolos. Bibirnya terasa seperti bengkak karena terlalu lama menangis."Sekarang ceritakan pada ayah, kenapa kau menangis hebat seperti itu?" tanya Edward dengan sabar.Bibirnya kembali melengkung ke bawah ketika mengingat
Elena hanya memakan seperempat porsi dari semua jenis makanan yang terhidang di atas meja makan. Ia bukannya sengaja, melainkan memang setiap sudah menghabiskan seperempat porsi, rasa makanan di lidahnya menjadi tidak enak."Tidak usah dipaksakan jika sudah tidak sanggup. Nanti biar aku yang memakannya."Ia masih dalam mode diam. Marah sekaligus merajuk. Matanya melirik susu coklat yang terlihat segar. Dengan kasar ia meraih susu dalam gelas yang mengeluarkan titik-titik air di luar gelasnya.Rasanya memang segar sekali. Jujur ia sangat puas dan kenyang.Setelah selesai, ia langsung berdiri dan kembali ke kamar. Hatinya masih sakit dan ia masih marah. Dengan kasar ia menutup pintu kamar. Tidak peduli jika nanti pintu itu rusak. Toh, ayahnya akan memperbaikinya.Ia duduk menghadap ke jendela kaca besar yang menghadap ke gedung-gedung tinggi lainnya. Tak lama kemudian, pintu kamar dibuka dan ditutup."Aku minta maaf," ucap suaminya.Ia masih diam. Terdengar hembusan nafas panjang dan ra
Untuk yang kesekian kalinya, Elena menghentak-hentakkan kaki ke lantai dengan bibir cemberut. Lagi-lagi ayahnya lupa. Kali ini, pria itu melupakan kartu magnetik untuk membuka brankas.Sudah setengah jam berlalu, namun kartu itu belum juga ditemukan. Ia mulai lelah, jenuh, dan lapar. Suaminya kembali ke ruang rahasia dengan wajah berkeringat. Matanya langsung membelalak antusias."Bagaimana? Sudah ketemu?"Pria itu menghela nafas panjang. "Kita pulang saja dulu. Ayah benar-benar lupa menyimpan kartu itu dimana.""Bagaimana bisa lupa? Kartu itu benar-benar penting!" pekik Elena tak percaya."Sudahlah, namanya juga sudah sangat lama. Sebelum kakekmu meninggal, jadi sudah bertahun-tahun yang lalu. Besok kita cari lagi," kata Jack menenangkan. "Ayo kita pulang dulu. Biarkan ayahmu beristirahat."Dengan perasaan dongkol bukan main, Elena bangkit dari sofa dan keluar dari ruang rahasia yang sudah berantakan. Ia hampir saja merajuk pada sang ayah, namun langkahnya terhenti.Edward Brown terl
(Kau adalah pecundang, Nick. Pasti ada alasan kenapa kisah cintamu selalu gagal. Kau adalah jelmaan monster. Siapa yang mau dengan monster buruk rupa yang tidak bisa apa-apa sepertimu?)(Sudahlah, Nick. Victoria sudah menjadi milik Alexander. Relakan saja dia seperti aku yang merelakannya. Anakku tidak pantas memiliki ibu seperti dia.)(Kau akan menghadapi cucu-cucuku sebagai balasan atas perbuatanmu yang memasukkan buronan itu ke dalam rumahku. Kau akan mati mengenaskan, Nick. Kau akan mati sebagaimana kau membunuh Victoria dulu.)(Kau mungkin berhasil meracuniku lewat Matthew. Tapi kau akan merasakan hal yang sama. Dunia akan menyaksikan aibmu di masa lalu.)"Arrgh! Kakek, hentikan! Sakit!" jerit Amanda yang kini tersungkur dengan kening robek dan mengeluarkan banyak darah.Nicklaus tidak mengindahkan jeritan dari cucunya. Cucu yang ia benci keberadaannya karena begitu buruk rupa dan suka membuat ulah."Seharusnya kau tak pernah ada. Seharusnya aku mendapatkan keturunan dari Victori
"Hancurkan gedung Greenlake. Hancurkan ketika cucu Alexander menginjakkan kakinya di sana."David termenung di tempatnya bersembunyi. Tidak menyangka akan mendengar rencana mengerikan dari Nicklaus Hunter.Awalnya, ia berniat datang ke mansion Nicklaus untuk menagih bayaran yang belum ditransfer oleh lelaki itu. Karena satpam yang berjaga di depan sudah hafal dengannya, ia dibiarkan masuk. Tidak tahu bahwa hubungannya dengan Nicklaus sedang tidak baik-baik saja.Tadi ia sempat melihat Amanda bersama ibunya menaiki mobil dengan terburu-buru. Wajah Amanda babak belur dan mengeluarkan banyak darah. Sepertinya sang kakek benar-benar murka atas sikap keterlaluan Amanda kali ini.Hampir saja ia masuk ke dalam ruangan favorit kakek tua itu, namun pengawal Nicklaus menghentikannya. Mengatakan bahwa masih ada anak angkat majikannya yang datang berkunjung.Dan sekarang di sinilah dia berada. Di balik pintu ruang kerja Nicklaus, sedang menguping. Sebelumnya ia sempat bersembunyi di dalam salah s
David tahu, tidak mudah meyakinkan orang lain untuk percaya padanya setelah apa yang dia lakukan. Kepercayaan itu ibarat kaca. Sekali retak, tidak akan bisa diperbaiki lagi. Dan dia mengalaminya sendiri sekarang. Sebaik apapun niatnya, orang lain akan tetap menaruh curiga dan tidak percaya."Aku tidak sedang berbohong. Keselamatan Elena terancam. Dia bisa terbunuh.""Dia akan terancam jika kau mendekatinya, dasar psikopat," maki Nathan. Pria itu tetap menodongkan senjata ke arahnya."Aku serius." David mengangkat kedua tangannya. "Dengar, aku memang terobsesi dengannya. Kau sendiri yang menemukan kamera-kamera itu di kamarnya. Tapi sekarang, ada hal yang lebih penting.""Kau itu licik dan manipulatif, Dave. Kau melakukan segala cara untuk mencapai tujuanmu. Aku hafal bagaimana sifatmu. Kau hanya ingin mengalihkan perhatian." Nathan mendengkus sinis.David mengumpat dalam hati. Di saat genting seperti ini, dia justru tidak dipercayai sama sekali."Dengar, aku tidak akan membuang-buang
"Kenapa terburu-buru? Padahal kita bisa membuka brankas itu besok," kata Elena sambil mengikuti sang ayah yang berjalan dengan cepat memasuki mansion keluarga Pierce."Elena, jangan berjalan terlalu cepat!" tegur Jack dari belakangnya."Entahlah, ayah tiba-tiba merasa harus menemukan kartu magnetik itu sekarang. Rasanya hati ayah gelisah sejak tadi," balas sang ayah. Pria itu langsung berlalu dan naik ke lantai dua tempat kamar Alexander berada.Mia, pelayan pribadi Elena dulu, tergopoh-gopoh menghampiri mereka."Kenapa tidak bilang kalau anda mau datang ke sini, Nona? Kami masih dalam proses memasak makan malam," kata Mia, yang sekarang bertugas sebagai kepala pelayan, dengan wajah panik.Setelah Matthew Patt dan Miranda Kiehl ditangkap, pembantu yang dipekerjakan oleh mereka berdua memang langsung diberhentikan oleh Alan. Hanya tersisa pelayan rekrutan Alexander dan Elena saja yang masih bertahan, termasuk Mia."Tidak apa-apa, Mia. Kami hanya ingin mengambil sesuatu saja," jawab Ele