"Di mana dia?" tanya Jack pada Brandon yang menunggunya di depan sebuah kamar rawat kelas VIP. "Maafkan aku baru bisa keluar. Elena memintaku untuk menemaninya tidur."Brandon mendengkus. "Kau sengaja ingin membuatku iri?""Cari saja istri baru kalau kau tidak tahan," balas Jack."Dia sedang dirawat secara intensif karena serangan jantung," jawab Brandon sambil mengedikkan kepala ke arah kamar rawat Nicklaus."Seharusnya dia sadar diri. Apa ayahku sudah ke sini?"Pria itu mengangguk. "Bersama ibumu. Entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas ibumu terlihat marah begitu keluar dari sana."Jack mengedikkan bahu. "Dia memang tidak suka dengan mertua angkatnya. Kakekku masih berharap ayahku mau menikahi Talia Jepson. Tapi ayahku tetap memilih ibuku.""Tentu saja. Ibumu jauh lebih cantik. Kudengar dia dulu pernah menang kontes kecantikan antar negara?" Brandon mengamati Jack dari atas ke bawah. "Pantas saja kau terlihat sangat tampan. Membuat para wanita memekik kegirangan.""Ck! Berhenti
Bagaimana bisa Elena mengeluh kesakitan? Apakah karena dia meninggalkan wanita itu tanpa pamit? Apakah karena istrinya tidak mau lagi ditinggalkan? Ia dengar, ibu hamil itu sensitif. Mungkin karena ia diam-diam meninggalkan istrinya, membuat Elena berpikir macam-macam.Semua ini salahnya. Seharusnya ia tidak memakai waktunya berduaan dengan istrinya untuk keluar, apalagi malam-malam."Siapa suami dari pasien?" tanya seorang dokter begitu keluar dari ruang rawat."Saya, dokter." Jack langsung mendekati dokter perempuan berambut coklat seusia Anne."Mari ikut ke ruangan saya. Ada yang perlu kita bicarakan," kata dokter itu.Ia kira Alan atau mungkin mertuanya akan ikut dengannya, tapi ternyata tidak. Hanya ayah mertuanya yang masuk ke dalam kamar rawat, sedangkan Alan berjaga di luar. Kenapa dia tidak melihat Brad dimanapun? Padahal dia sudah berpesan untuk menjaga Elena selama dirinya keluar."Silahkan duduk," kata dokter itu ketika mereka sudah sampai.Jack duduk dengan patuh. Hatinya
"Sayang? Hei, kenapa menangis?" Jack terburu-buru mendekati Elena yang mengulurkan tangan ke arahnya.Wanita itu bahkan mencium tangannya ketika tangan mereka saling menggenggam."Hei, ada apa? Maaf aku tidak pamit padamu tadi. Kukira kau tidak akan terbangun. Aku berencana untuk kembali secepatnya," ucapnya. Tangannya mengelus rambut istrinya yang berantakan.Elena tidak mengatakan apa-apa, malah semakin menangis. Wanita itu memeluk tubuhnya dengan erat, seolah-olah takut jika ia tinggalkan lagi."Elena, dengarkan aku. Dokter bilang, kau tidak boleh stres. Detak jantung bayi kita lemah, dan itu bisa berbahaya untuknya. Berbahaya untukmu juga. Tolong, jangan bersedih lagi. Aku akan selalu menemanimu mulai sekarang sampai bayi kita lahir," ucapnya serius.Tangis Elena langsung berhenti. Sepertinya berhasil. Wanita itu mengusap pipinya yang basah dan mendongak. Hidungnya memerah dan kedua mata itu berkaca-kaca. Jack mencium dahi istrinya dengan gemas. "Benarkah? Kau tidak akan meningga
"Hah? Serius?" Meskipun kepalanya berputar-putar karena kurang tidur dan lapar, Jack masih bisa menangkap perkataan Brandon."Aku tadi ikut melihat CCTV rumah sakit. Meskipun dia memakai masker dan topi, tapi aku masih hafal dengan postur tubuhnya. Aku melukai telapak tangan kirinya dan di CCTV itu dia terlihat memakai perban," jelas Brad bersemangat.Jack mengangkat tangan kirinya, meminta jeda. Tangan kanannya memijit kepalanya yang terasa pusing."Kau tidak apa-apa?" Brandon melihatnya dengan sorot mata khawatir."Tolong bawa aku ke kantin. Aku butuh kopi dan sarapan. Omelet dan sandwich," ucapnya.Tanpa perlu berkata dua kali, kedua pria itu langsung menggiringnya menuju ke kantin rumah sakit."Kenapa kalian tidak pusing seperti aku?" tanya Jack heran ketika mereka sampai di kantin dan langsung memesan makanan."Aku sempat tidur sebelum Elena mengeluh sakit di perutnya," jawab Brad."Aku tidur setelah memeriksa kondisi tubuh Nicklaus." Brandon menyahut.Meskipun sarapan datang aga
"Oh, sial. Sekarang aku harus segera kembali ke kantor." Brandon terburu-buru menghabiskan kopinya. "Aku akan terus mengabari tentang perkembangan kasus ini."Jack dan Brad mengikuti kepergian Brandon sampai keluar dari kantin yang mulai ramai."Aku mendapatkan kabar mengenai David," kata Brad dengan lirih.Pria itu melihat ke sekitar dan sedikit mencondongkan tubuhnya. Tangannya diletakkan di dekat bibir."Dia menghilang begitu saja setelah terakhir kali terlihat di depan mansion ayah mertuamu. Rumahnya kosong, bahkan tempat persembunyiannya juga. Semua anak buahnya ikut menghilang. Bukankah itu aneh?" ujar Brad lirih.Jack langsung menghubungkannya dengan keberadaan Dominic di kota ini."Apa jangan-jangan dia dibunuh oleh Dominic? Bukankah kau bilang dia dulu mencari keberadaan David?"Brad langsung mendengkus sinis. "Dia bahkan langsung kalah hanya dengan menghadapi aku. Bagaimana bisa kau berpikir bahwa dia bisa mengalahkan David? Kau tidak lupa bahwa David adalah mantan jenderal,
Kasus pembunuhan Victoria Miller 50 tahun yang lalu benar-benar menghebohkan seluruh dunia. Beritanya viral dimana-mana dan terus dibahas di setiap kesempatan.Banyak yang mengunjungi makam Victoria setelah jenazah yang hanya tinggal tulang belulang itu diangkat dari halaman belakang mansion milik Nicklaus Hunter. Mansion Nicklaus dipasangi garis polisi dan dilempari dengan berbagai macam benda oleh masyarakat yang marah. Kondisi mansion itu kini menyedihkan. Tak ubahnya seperti bangunan kosong yang terbengkalai dan sangat kotor.Banyak bagian tembok mansion yang dicoret-coret dengan cat semprot dengan tulisan-tulisan yang menghujat dan mencaci Nicklaus. Lebih parahnya lagi, makam Nicklaus juga dirusak dan dilempari dengan sampah, sampai-sampai polisi harus turun tangan untuk mengamankan warga yang masih marah."Semoga laki-laki tua itu terbakar di neraka. Enak saja dia langsung mati begitu saja. Seharusnya dia disiksa dulu," caci salah seorang warga yang digiring oleh polisi untuk
Suasana dalam mobil langsung hening. Jack melihat Elena yang sempat melirik Nathan sejenak sebelum kembali melihatnya. Semakin membuatnya curiga saja."Memangnya kenapa Evan harus ikut? Dia sibuk dengan pekerjaannya. Klien semakin banyak. Hanya Brad dan Nathan yang memang khusus aku minta untuk mengawalmu," jawabnya dengan sabar.Istrinya diam tidak lagi menyahut. Wanita itu lebih memilih memejamkan mata sambil bersandar pada sandaran kursi.Sadar akan perubahan mood sang istri, Jack memerintahkan Brad untuk sedikit mempercepat laju mobil. Mereka sampai di mansion 15 menit kemudian."Ada yang ingin kutunjukkan padamu," ucapnya begitu mobil berhenti tepat di depan pintu. "Brad, Nathan, kalian pulanglah dulu untuk bersiap-siap. Brad, jangan lupa untuk menjemput Nina. Dia akan marah jika tidak diajak.""Siap!"Jack buru-buru keluar untuk membukakan pintu di samping Elena. Tangannya terjulur, menunggu sang istri menyambutnya. Wanita itu menahan senyum dengan wajah tersipu malu. Sangat men
Sakit. Itulah yang dirasakan oleh Nathan setiap kali melihat kemesraan Elena dan Jack. Tidak ada yang tahu mengenai isi hatinya yang sebenarnya. Kecuali Brad dan Alan.Dulu, ketika menjadi bodyguard Elena, Nathan menjadi saksi bagaimana wanita itu selalu direndahkan oleh siapapun hanya karena gaya berpakaiannya yang tertutup. Ketika semua wanita berlomba-lomba untuk mengenakan pakaian seksi dan mempermak wajah mereka, bahkan memberikan warna macam-macam, Elena tetap tampil secara natural. Hanya mengenakan bedak dan lipstik berwarna merah muda yang lembut.Awalnya Nathan bersikap profesional. Setiap kali Elena mengajaknya makan siang bersama, wanita itu selalu menjadikannya tempat curhat meskipun dia hanya diam saja.Tapi lama-kelamaan, Nathan merasakan ada sesuatu yang aneh dalam hatinya ketika melihat Elena tertawa kecil ketika ikat rambutnya terlepas. Di saat itulah, Nathan tahu berapa cantiknya wanita itu jika terus diperhatikan secara seksama.Wajahnya begitu bersih dan terlihat