Ini akhir pekan, dan Lila hanya ingin rebahan saja di kamar kosnya. Palingan keluar cuma beli makan, atau kalau terlalu malas, dia bisa pesan makanan melalui layanan antar makanan. Namun, Yolanda tiba-tiba menelepon dan minta ditemani ke pesta nikahan temannya.
Sudah ditolak mentah-mentah, eh, Yolanda malah mendatanginya ke kos sambil sujud-sujud memohon-mohon. Kasihan juga, tapi malas. Acara kondangan lagi. Untuk jomblo akut kaya Lila, itu penyiksaan namanya melihat pasangan menikah. Boro-boro ada yang diajak nikah, pacar aja nggak punya.Ngomong-ngomong Yolanda juga member JJKBC (Jomblo-jomblo Kurang Bahagia Club) seperti dirinya, sih. Terus ini dua jomblo akut pergi ke pesta nikahan orang saling gandengan tangan gitu, sementara yang lain datang berpasang-pasangan pamer pacar, pamer bini, pamer laki, dan semacamnya."Dasar jomblo nyusahin aja kamu, Yol. Aku kan pingin rebahan seharian. Udah tahu minggu ini kerjaanku sangat menguras energi gara-gara Ezekiel kampret itu.""Noh, kaca ... situ juga jomblo. Udah, sih, Lil. Temenin lah, please. Nggak enak aku datang sendirian ke pesta nikah tuh. Itung-itung makan-makan gratis lah. Acaranya juga kaya pesta kebun gitu kok, cukup santai."Lila menyemburkan napas berat. Ya okelah. Lila sih kalau soal makanan emang agak-agak nggak bisa nolak gitu. Jadinya ya, dia menerima ajakan Yolanda yang lebih layak disebut pemaksaan itu."Jam 7 malam nanti, aku jemput kamu. Kalau aku datang, kamu harus udah siap loh, Lil," kata Yolanda sebelum meninggalkan kosnya.Eh, dasar Yolanda kampret, udah maksa, menuntut pula. Tapi, ngomong-ngomong, pakai baju apa nanti malam. Lila membongkar isi lemarinya barangkali ada baju yang cocok untuk datang ke acara pesta nikah.Kata Yolanda, pestanya pesta kebun. Jadi, nggak perlu lah ya, pakai kebaya-kebaya gitu. Pilihan Lila pun jatuh pada gaun warna coklat polos sederhana yang belum pernah dia pakai ke mana-mana, padahal sudah lama dia membelinya dari toko online.Ya biasalah cewek, suka skrol-skrol aplikasi merchant gitu terus belanja barang-barang yang sebenarnya nggak terlalu butuh, tapi sayang kalau nggak dibeli karena barangnya lucu banget.Eh, tapi setelah dicoba, kok bagian dadanya agak-agak terbuka gitu ya. Lila mematut dirinya di depan cermin. "Bagus juga sih," gumamnya. "Ah, pakai ini aja lah. Lagian siapa yang peduli juga belahan dadanya agak-agak terbuka gini. Pesta kebun inih," ucapnya meyakinkan diri-sendiri. Habisnya, dari tadi nyari-nyari gaun nggak ada yang cocok. Masa iya harus beli baru. Kan belum gajian.Oke, fix. Sebelum jam 7 malam, Lila sudah siap menanti kedatangan Yolanda untuk menjemputnya. Si kampret satu itu emang nggak konsisten banget. Dia yang bilang sendiri suruh tepat waktu, eh dianya telat hingga setengah jam."Palingan juga belum pada dateng," bela Yolanda saat datang menjemputnya."Alasan aja kamu, Yol," gerutu Lila. Yolanda meringis sambil garuk-garuk kepala."Itu bagian dada kamu agak-agak kebuka nggak sih?" tanya Yolanda mengalihkan pembicaraan. Keduanya sudah ada di dalam taksi yang dipesan Yolanda."Ini gaun yang paling cocok yang aku temuin di lemari. Belinya udah lama cuma belum kepake aja.""Aku bilang sih kamu seksi, Lil," kikik Yolanda membuat Lila tersenyum bangga.Beberapa saat kemudian, mereka sampai di tempat acara. Pesta nikah teman Yolanda diadakan di taman belakang sebuah rumah besar nan mewah. Sumpah ini rumah paling mewah yang pernah Lila datangi."Yol, temen kamu pengantin ceweknya atau cowoknya sih?" tanya Lila penasaran, Yolanda kok bisa punya teman tajir melintir kaya gini."Yang cewek," bisik Yolanda, yang otomatis membuat Lila menatap pengantin wanita cantik dan elegan tak jauh dari mereka. "Dia dapet suami tajir. Ini rumah suaminya.""Ooh, wah, beruntung banget, ya?" "Ooh, wah, beruntung banget, ya?""Ho oh, siapa tahu malam ini kita ketemu jodoh tajir juga, secara temen-temannya si suami bukan orang-orang sembarangan loh.""Dih, maumu, Yol. Dapet gebetan kek, enggak kek, yang penting makan gratis," sahut Lila sambil ngeloyor pergi. Tujuannya ya jelas ke tempat makanan tersaji. Sementara Yolanda pergi menemui temannya."Orang kaya emang beda ya menu makanan pestanya," kikik Lila sambil memenuhi piringnya dengan camilan beraneka ragam.Sebagai anak kos, emang sih sebagian kecil gaji dia alokasikan untuk makanan ringan sebagai teman saat suntuk, tapi ya makanan sederhana saja macam snack-snack dari minimarket gitu. Kalau yang kelas-kelas ala barat begini mana mampu. Baca nama-namanya saja sudah belibet itu lidah."Pantesan montok, hobbynya ngemil ternyata.""Eh, mulut situ ya?" Lila buru-buru memutar badan sambil ngomel begitu mendengar celetukan ngeselin dari arah belakang. "Eh, P-pak Ezekiel." Seketika tenggorokan Lila tercekat. "Kok, ada di sini?""Memang nggak boleh?" Ezekiel memindai tubuh Lila dari ujung kepala dan berhenti di belahan dadanya.Tahu mata si bos kampret sedang berkelana di bagian sana, Lila buru-buru menutupinya dengan piring berisi camilan yang sedang dibawanya. Itu mata kok kurang ajar sekali. Coba bukan bosnya, pasti sudah Lila timpuk wajah tampan Ezekiel pakai piring. Tapi, alih-alih memaki, Lila justru mengeluarkan jurus menjilat, "Pak Ezekiel mau saya ambilkan camilan?""Oh, nggak. Saya nggak suka ngemil sembarangan. Nggak bagus buat itungan kalori."Sombong. Iya, iya, yang punya badan atletis nan proporsional, nggak usah pamer juga kali, gerutu Lila dalam hati. Tapi ya lagi-lagi, hanya senyum paling manis yang lolos dari bibir Nila. Teringat pesan Yolanda untuk dibaik-baikin aja itu si Ezekiel, biar karir Lila aman sentausa.Dan si bos tampan kampret berlalu begitu saja dari hadapan Lila. Tanpa pamit atau bilang permisi kek. Bibir Lila pencas-pencos nyinyirin Ezekiel di balik punggung kokohnya yang perlahan menjauh."Kok bisa ketemu di sini sih? Nyebelin," gerutu Lila sambil lanjut mengunyah makanannya."Ngapain sih, Lil ... ngomong sendiri?" Yolanda sudah berdiri di sampingnya, menyomot makanan dari piring Lila."Itu Pak Ezekiel kenapa ada di sini sih?""Eh, iya. Oh, temen si pengantin cowok mungkin." Kedua gadis itu memperhatikan Ezekiel yang sudah bergabung dengan circlenya dua mempelai."Udah ganteng, tajir lagi. Cocok nih buat gebetan. Siapa tahu nasib kita bisa kaya temenku itu kan," kikik Yolanda."Dih, ogah sih kalau aku ngegebet dia. Ganteng sih iya, tapi mulut pedesnya kaya bon cabe lever tiga puluh. Sombong, ngeselin pula. Amit-amit, deh," timpal Lila."Ati-ati kalau ngomong, Lil. Yang tadinya amit-amit, bisa bikin kamu cenat cenut loh ntar.""Nggak, nggak, nggak bakalan!" Lila menggeleng keras. "Mendingan ngegebet Pak Satya, si kepala HRD yang kalem dan cool kalau aku sih," kikik Lila."Pak Satya udah punya istri, Lila!""Lil, nanti malam kamu gantiin saya mendampingi Pak Ezekiel acara gathering di hotel Rama, ya? Saya ada urusan keluarga yang nggak bisa saya tinggal."Baru saja melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangannya, Bu Ana sudah memberinya tugas. Apa tadi, mendampingi Pak Ezekiel acara gathering nanti malam. Artinya dia tidak bisa berakhir pekan dengan tenang."Saya, Bu?" tanya Lila."Iya, kamu."Sementara Yolanda di mejanya senyum-senyum jahil. Lila medesis. "Kenapa nggak Yolanda, Bu?""Aku udah bilang ke Bu Ana mau pulang ke Solo. Mamaku lagi sakit."Lila menghela napas berat. Akhir pekan yang seharusnya dia gunakan untuk bersantai-santai, masih juga harus bertemu dengan bosnya yang menyebalkan itu."Nggak usah protes, Lila. Pak Ezekiel bakal marah nanti kalau nggak ada pendampingan dari dewan sekretaris." Bu Ana berucap, menampik kekesalan Lila."Iya, deh, Bu," sahut Lila berat.Lila merasa canggung saat diberi tugas untuk mewakili Bu Ana, dalam menghadiri acara gathering para pengusaha. Ia
"Hah?" Ezekiel membelalakkan matanya mendengar jawaban Lila. "Kamar apa?" tanyanya."Ya apa kek, kamar hotel, kamar kontrakan, kamar kos," kikik Lila.Ezekiel menggeleng pelan. Lila yanb masih menempel padanya dia dorong masuk ke dalam mobilnya yang terparkir di halaman hotel. "Oke, aku antar kamu ke kamar. Alamat kamu di mana?" tanya Ezekiel begitu dia duduk di belakang kemudi. "Alamat apa ya, Pak?" Lila masih terkekeh-kekeh tak jelas sambil berusaha memeluk Ezekiel. Ezekiel menghela napas dalam-dalam. Cewek kalau sudah mabok memang sangat merepotkan. "Kamu duduk diem di situ!" perintahnya sambil mendorong Lila ke kursinya, dan mengikatkan sabuk pengaman kencang-kencang. "Cepet bilang alamat kamu di mana?""Mmm ... oh, maksud bapak alamat kosku?" kikik Lila. "Ya terserah lah yang penting alamat kamu tinggal.""Oh, di ... mmm ... sebentar aku inget-inget dulu." Lila menggaruk kepala. "Jalan Cempaka daerah__," Lila menyebutkan nama daerah tempat dia tinggal.Ezekiel membuka map di
Hari senen adalah mimpi buruk bagi Lila, sebab dia harus masuk kantor dan bertemu dengan Ezekiel. Mau ditaruh di mana mukanya. Parah sekali apa yang dilakukannya pada Ezekiel. Lebih parahnya lagi, Lila benar-benar memepermalukan dirinya sendiri. "Lil, kenapa sih? Mukanya kaya orang pingin berak gitu?" ucap Yolanda. "Pak Ezekiel di ruangannya nggak, ya?" tanya Lila harap-harap cemas. Dia sungguh berharap hari ini Ezekiel tidak datang ke kantor, jadi Lila punya waktu untuk menyiapkan mentalnya. Ada dua hal yang harus dia lakukan pada bosnya itu. Pertama, mengembalikan dompet, kedua, meminta maaf atas perbuatan tidak senonohnya malam itu. "Kayaknya tadi aku lihat dia udah berangkat, deh.""Aduh, mampus aku!" Lila memegangi kepalanya frustrasi. "Kenapa sih, Lil? Kamu bikin masalah lagi sama Pak Ezekiel?" "Lebih parah dari itu." Seketika Lila ingin berubah menjadi kertas-kertas di atas meja saat mengingat peristiwa memalukan malam itu. "Coba cerita," pinta Yolanda penasaran. Dan saa
Ezekiel membaringkan tubuh Lika ke atas kasur. Gadis itu masih bicara tak jelas sambil berusaha untuk menyentuh pipi, dada dan kepala Ezekiel. Diraihnya kedua tangan Lila dan dia tahan dengan satu tangan. Sementara tangan yang lain menarik selimut untuk menutupi tubuh Lila. "Pak Ezekiel, bapak ganteng banget, sih," kekeh Lila. "Kamu mabok berat. Sebaiknya kamu tidur," perintahnya seraya beranjak dari duduknya. Namun lengannya tiba-tiba dicekal oleh Lila. Gadis itu menariknya cukup kuat sehingga dia rebah ke atas kasur. Ezekiel terkesiap saat Lila menimpa sebagian badannya dari samping. "Sini aja, Pak. Temenin aku," rengek Lila seraya memeluknya erat. Bahkan bagian dada gadis itu terasa kenyal menyentuh lengan bagian atas. Sedang lutut Lila menimpa area pribadinya di bawah sana. Parahnya lagi, gadis itu menggesek-gesekkan lututnya di sana. Laki-laki mana yang tidak tergelitik nalurinya saat diperlakukan semacam itu oleh seorang perempuan cantik dan cukup seksi."Lila, hei!" Ezekiel
"Nggak salah lihat, nih?" ujar Yolanda saat Lila baru tiba di kantor pagi itu. Lila memakai pakaian yang cukup tertutup. Tidak seperti biasanya yang selalu mengenakan rok pendek setinggi di atas lutut, blazer dengan daleman yang agak sedikit menurun di bagian dada, kini Lila mengenakan celana panjang dipadu blazer yang melapisi kemeja berkerah tinggi."Kenapa, sih?" tanya Lila seraya menarik kursinya. "Nggak pake hijab sekalian, Lil?" Kikik Yolanda. "Belum dapet hidayah," timpal Lila asal. "Aku tahu nih kenapa kamu pake pakaian tertutup kaya gini. Pasti ....""Hush! Diem kamu, Yol!" Yolanda malah meloloskan tawa. "Percumah pake baju ketutup gitu, Lil. Ingatan Pak Ezekiel pasti masih fresh malam itu," godanyanya. "Nyebelin!" gerutu Lila seraya menyalakan laptop. "Gila, ini kita nyiapin berkas buat rapat direksi sebanyak ini?" tanyanya seraya menatap layar."Iya, kan dapet tender gede. Kata Bu Ana harus selesai jam sepuluh pagi, tadi dia nelpon."Lila melirik jam di lengannya. "Hah
"Saya tunggu di mobil sekarang"Pesan yang muncul di layar ponsel membuat Lila terkejut. Pesan dari Ezekiel yang membuat Lila buru-buru menghabiskan mangkuk baksonya. "Kenapa sih, Lil? Makan kaya orang kesetanan gitu?" tanya Yolanda keheranan."Ini nih, aku udah ditunggu Pak Ezekiel," jawab Lila dengan mulut penuh."Ditunggu? Mau ke mana? Cieh! Kencan, ya?" "Kencan gundulmu! Nemenin dia ngecek proyek.""Wah, modus itu, Lil. Dia cuma mau deket sama kamu." Lila memutar kedua bola mata jengah. "Udah deh, Yol. Nggak usah mulai!" Lila menyambar tas jinjingnya dan meninggalkan Yolanda makan sendiri di kantin. Buru-buru dia masuk ke lift untuk turun ke lobby. Setelah itu dia berlarian keluar kantor lalu mencari-cari mobil Ezekiel. Setelah melihat mobil sedan mewah milik bosnya itu, dia berlarian mendekat. Tepat saat dia hendak membuka pintu belakang, pintu itu sudah dibuka dari dalam. Ezekiel sudah duduk manis di kursi sebelah. Sopir juga sudah siap melajukan mobil. "Lama banget? Kamu s
"Kamu pegang saja kadonya. Nanti kamu yang ngasih." Lagi-lagi Lila dibuat kebingungan dengan permintaan Ezekiel. "Bentar, Pak," cegah Lila saat hendak keluar dari mobil. Mereka berada di parkiran sebuah restauran mewah. "Apa lagi?" "Pak, ini kan mau ngasih kado ke pacarnya bapak, bukan? Kok malah saya yang harus ngasih? Gimana ceritanya ini?" Ezekiel terkekeh. Sumpah ini baru pertama kalinya Lila melihat Ezekiel tersenyum dari dekat. Gantengnya maksimal, membuat Lila tiba-tiba merasa gugup. "Yang akan kita temui itu mamaku," ucap Ezekiel."Oh," sahut Lila. Entah kenapa dia merasa lega. Perasaan macam apa ini. Lila buru-buru menepis rasa aneh dalam hatinya. "Nanti waktu ketemu, kamu pura-pura jadi pacarku.""Hah? Serius ini, Pak?" tanya Lila kaget."Serius lah, apa aku kelihatan bercanda?" Ezekiel menatap Lila tajam membuat gadis itu merinding. Tak kuat dia menantang tatapan elang itu, seketika dia menundukkan kepala."Baik, Pak." "Nanti jangan panggil aku pak.""Terus panggil a
Weekend tiba, Yolanda mengajak Lila untuk menghilangkat penat sejenak di club. Ya hitung-hitung bersenang-senang setelah seminggu masuk kerja. Minum-minum sedikit sambil menikmati musik tak ada salahnya. Jam delapan malam Yolanda sudah menjemput Lila dengan taksi. Penampilannya anak club sekali dengan mini dress dan sepatu boot. Lila pun begitu. Keduanya memang janjian memakai pakaian yang serupa. Naik taksi selama tiga puluh menit, mereka pun sampai di club. Suasana cukup ramai karena ada penampilan live dari band ibu kota yang cukup terkenal. "Duduk situ aja lah," ujar Lila seraya menarik tangan Yolanda menerobos beberapa orang yang sedang berjoget. Lila mengambil meja yang berada dekat bar. "Enak nih kalau ada yang bayarin minum," kata Yolanda berhayal setelah memesan minuman yang cukup menguras kantong meskipun mereka sudah patungan. "Kita nih jomblo, Yol, jomblooo. Siapa yang mau bayarin?" ujar Lila. "Tenang ... nanti kalau mau nambah minum, aku yang bayarin. Aku baru dapat