"Hadiah? Hadiah apa, calon Kakak ipar?" Alexa siap pasang badan untuk melindungi calon kakak iparnya. Nalurinya mengatakan ada apa-apa antara si anak sultan sialan ini dengan calon kakak iparnya. Bukan apa-apa, biasanya si songong ini orangnya tidak pedulian. Sombong hingga ke upilnya. Terhadap Gerhana yang ia cintai mati-matian saja, si mulut jahanam ini masih ngegedein gengsi. Lah ini mendadak sontak menagih hadiah pada gadis yang, maaf kurang sempurna nan sederhana ini. Rasanya tidak mungkin tidak ada sesuatu di antara mereka bukan? Jangan-jangan si anak sultan ini mau menikung kakaknya? Hah, tidak bisa!
"Bu--bukan apa-apa kok, Lexa. Kamu duluan ke depan saja. Nanti saya menyusul. Ada hal yang ingin saya bicarakan sebentar dengan Tuan Anton," Seruni berusaha bersikap sewajar mungkin di hadapan Alexa. Ia ingin membereskan masalahnya dulu dengan Antonio, sebelum si mulut mercon ini membuat heboh dengan menagih hadiahnya di depan Xander.
Seruni merasa pandangannya menggelap, sebelum seseorang menahan bahunya sigap. Lengan kuat itu juga yang kemudian merangkul bahunya lembut, dan mendudukkannya kembali ke kursi."Kamu tidak apa-apa, Seruni?" seru Xander dan Antonio berbarengan. Seruni mengangguk. Ia memang tidak apa-apa. Ia hanya kaget melihat Xander yang tiba-tiba saja muncul dari balik tembok. Tembok-tembok di ruangan ini memang diberi wallpaper bermotif kubus. Hanya saja Seruni tidak menyangka kalau kubus-kubus ini juga berfungsi sebagai pintu rahasia. Rumah seorang mafia memang berbeda dengan rumah orang kebanyakan sepertinya."Lepasin tangan lo dari pacar gue, Ton. Orangnya juga udah kagak kenapa-kenapa."Celetukan Xander membuat Seruni baru menyadari bahwa Antoniolah yang menahan tubuhnya, bukan Xander. Kini gantian Xander yang mengelus punggungnya lembut. Memijat-mijatnya perlahan sembari menggumankan kata maaf karena telah mengagetkannya. A
Seruni merapikan penampilannya sekali lagi sebelum memasuki kantor Antonio. Hari ini ia mengenakan kemeja putih dan rok sepan hitam sederhana. Menurut Mayang kemarin, kalau bekerja di kantor itu harus berpakaian formal, rapi dan sopan.Begitulah, walaupun pada mulanya Mayang takut ia tidak bisa menjaga diri, pada akhirnya Mayang mendukungnya juga. Hanya saja Mayang berkali-kali mengingatkannya untuk tidak mudah mempercayai mulut manis laki-laki, siapapun itu orangnya, selama mereka masih bernapas. Selama tinggal di ibukota, Mayang ini sudah seperti ibunya saja. Apa-apa selalu dikhawatiri. Tetapi Seruni sangat terharu dengan besarnya perhatian Mayang. Mayang sudah menganggapnya seperti adik sendiri. Seruni bersyukur ia memiliki Mayang di kota besar ini.Karena ia belum tau apa jabatannya di kantor Antonio, Mayang memilihkan kemeja putih dan rok hitam sederhana saja. Menurut Mayang setelan ini berkesan aman. Tidak terlalu santai, namun juga
Seruni berusaha mengimbangi langkah-langkah panjang Antonio dan Bian yang berjalan di depannya. Tetapi secepat apapun ia berupaya, tetap saja, ia tidak kuasa menyusul langkah mereka berdua. Selain itu tulang panggulnya juga mulai terasa nyeri karena terus dipaksa berjalan cepat. Saat ini mereka bertiga sedang berjalan menuju parkiran. Antonio dan Bian terus berjalan cepat sembari menelepon. Dari pembicaraan sepotong-sepotong yang ia dengar, sepertinya opa Antonio sedang kurang sehat dan saat ini tengah dilarikan ke rumah sakit. Setelah Antonio menutup telepon, barulah si tuan besar itu menyadari kalau dirinya tertinggal di belakang. Antonio kemudian berbalik, menghampiri dirinya yang berjalan tertatih-tatih di belakang. "Susah ya jalannya? Ya sudah, kita pelan-pelan saja. Sini pegang lengan saya. Tumpukan saja beban tubuhmu di lengan saya," Antonio mengangsurkan lengan kirinya. Seruni dengan cepat menggeleng. "Tidak usa
Bian termangu. Ia nyaris tidak percaya bahwa wanita sederhana di depannya ini adalah Seruni. Seruninya. Seruni yang selalu malu-malu kala ia tatap, dan yang selalu maklum kala ia melakukan keteledoran. Seruni juga mudah memaafkan apabila ia melakukan kekhilafan. Seruni memang sebaik itu. Mengapa Seruni sekarang jadi seperti ini? Kata-katanya begitu tajam bahkan kasar. Ia tidak mengenali Seruni yang ini."Kenapa kamu jadi sekasar ini Seruni? Ke mana Seruni yang Mas kenal dulu?" desis Bian kecewa."Dia sudah mati. Mati karena terus dicekoki kepahitan di sana sini. Sudahlah, kita hentikan saja pembicaraan tidak berfaedah ini. Ingat, boss kamu memerintahkan agar kamu menunggu di lobby. Bukan di sini. Kenali posisimu kalau kamu tidak mau dipecat," sembur Seruni sadis. Tajamnya kalimat Seruni membuat Bian terbakar emosi. Sombong sekali mantan pacarnya ini."Sebaiknya kamu juga mengenali posisimu. Kamu hanya pengisi keko
Sudah hampir dua minggu ini Seruni bekerja di kantor Antonio. Selama kurun waktu dua minggu itu pula, ia belajar banyak dari Bu Puspa tentang profesionalisme sebagai seorang sekretaris. Bu Puspa menekankan bahwa ia harus memiliki lima hal yang wajib ia kuasai yaitu ; memiliki wawasan yang luas. Memiliki kecerdasan emosi. Memiliki keahlian spesifik. Mampu menguasai manajemen informasi dan juga cakap dalam teknologi. Dari lima poin di atas, yang paling sulit menurut Seruni adalah memiliki kecerdasan emosi. Bayangkan saja, ia memiliki atasan bermulut sianida seperti Antonio. Mempunyai rekan senior se-bossy Mbak Gita, serta Tika yang sombongnya nauzubillah. Itu masih rekan-rekan di sekitarannya saja. Belum lagi rekan-rekan dari divisi lainnya. Kalau dipukul rata, mereka semua sebenarnya tidak pernah menghargainya. Apalagi pendidikan terakhirnya hanya sampai Sekolah Menegah Atas saja. Hanya saja mereka semua takut pada Antonio. Jelas tersirat, bahwa dalam piki
"Mas ngapain ikut saya ke sini?" Seruni salah tingkah saat Antonio mengikutinya hingga ke dapur. Bukan apa-apa. Ia takut kagok karena terus dipelototi selama memasak."Saya 'kan harus memastikan apakah makananmu itu layak dikonsumsi oleh manusia. Lagi pula saya juga ingin melihat proses pembuatannya. Higienis atau tidak. Perut saya ini tidak seperti perut orang kebanyakan."Bilang saja kalau perut anak sultan, beda dengan perut rakyat jelata.Kalau jawaban Antonio sudah sombong seperti itu, Seruni memilih mengalah saja. Berdebat sampai mulut berbusa pun, si tuan besar ini tidak akan mau kalah. Yang waras, sebaiknya mengalah. Dalam diam Seruni mulai menyiapkan bahan-bahan untuk memasak dari dalam kulkas."Kamu mau memasakkan saya apa? Ingat ya, jangan makanan kampung yang aneh-aneh. Perut saya bisa mules-mules nanti," oceh Antonio seraya menarik sebuah kursi di dekat meja makan. Ia bahkan mencari s
Antonio menekan pedal gas semakin dalam. Ia memiliki dua alasan untuk mencari pelampiasan. Pertama ia kesal pada Seruni. Gadis itu sudah mulai menunjukkan taringnya sekarang. Ia mengatakan apa tadi? Urus saya urusannya sendiri! Lihatlah, betapa tidak tau terima kasihnya perempuan itu. Padahal ia bersikap seperti itu demi kebaikan gadis itu sendiri. Bayangkan saja, seorang gadis membuka pakaian seorang laki-laki. Apakah pantas? Mau laki-laki itu mabuk atau pun tidak, tetap saja tidak boleh. Bahkan sebenarnya laki-laki yang sedang mabuk itu lebih berbahaya. Karena apa? Karena nalarnya sedang dalam keadaan shut down alias mati. Bagaimana jika dalam keadaan tidak sadarnya, Xander mengambil keuntungan? Salah siapa coba? Diberi pengertian sampai segamblang itu, gadis tidak tau terima kasih itu malah menentangnya.Selain masalah Seruni, penyebab lainnya adalah Alexa. Si Mafia kesasar itu mengancam akan bunuh diri kalau ia tidak mau membantunya. Entah men
"Kamu kenapa Uni? Mbak perhatikan dari tadi kamu melamun terus. Ada masalah di kantor atau bagaimana, Uni?" Seruni tersadar dari lamunan tatkala Mayang menegurnya. Minggu pagi ini ia memang sedang menyambangi mess Mayang. Ia tetap berusaha menjalin silaturahmi yang baik dengan Mayang. Ia tidak mau dianggap seperti kacang yang lupa pada kulitnya. "Uni baik-baik saja kok, Mbak. Mbak tidak usah khawatir," Seruni buru-buru mematahkan kekhawatiran Mayang dengan seulas senyum manis. Ia memang dalam keadaan baik-baik saja. Hanya hubungannya saja yang akhir-akhir ini kurang baik dengan Antonio. Ia memang sengaja menghindari Antonio. Ia tidak ingin menjadi perusak hubungan orang. Sikap menjauhnya ini juga ditanggapi dingin oleh Antonio. Sepertinya tuan besar itu benar-benar tersinggung saat ia mengatakan agar tidak mencampuri urusannya. Perang dingin mereka