“Argh shit! Somebody close that bloody window!” teriak Alex kala itu. Ia baru saja bangun dan berpegangan dengan pintu geser kamarnya. Ia mengerjap-ngerjap dan melihat Todd dan Mira sudah berpakaian rapi sedang membuat sarapan atau lebih tepatnya makan siang. Mochi menyalak dan melompat ke arahnya. Alex limbung tapi tetap menangkap anjing kesayangannya itu.
“Morning sunshine! Eh salah sudah jam 1 siang deh. Kita tadi sudah mengajak Mochi jalan paginya.” Balas Todd nyengir di area dapurnya.
Alex berjalan linglung dan pelan ke arah Mira dan Todd yang sedang di area dapur. Flat nya yang seperti kapal pecah, sekarang sudah bersih lagi.
“Thanks.” Ujar Alex dengan singkat. “What happened?” tanya Alex sambil memijat pelipisnya menuju untuk duduk di meja makan. “Urgh, the smell makes me so sick. Aku kembali ke tempat tidur saja.”
“Kau lupa? You were
Alex sudah sampai di Lulworth Cove dan melihat pemandangan teluk berbentuk dome yang tidak tertutup itu sangat indah dengan awan kelabu dan salju-salju yang menutupi teluk cantik itu. Pasti di musim panas, tempat ini pasti akan lebih menakjubkan.Ibu James tidak membalas teleponnya, atau lebih tepatnya nada deringnya yang tak pernah tersambung. Oleh karena itu, ia menelpon Stefan. Alex baru ingat juga menyimpan nomor telepon sahabat James itu. Stefan yang kaget-kaget dengan aksen lucu nya yang kadang membuat Alex tertawa, memberitahu bahwa James terakhir kali memberinya kabar jika dia sedang ada di rumah orang tuanya di Dorset.Saar itu Stefan berkata, “Aku percaya kau mempunyai alasan sendiri mengapa kau memutuskannya. Jadi, aku akan memberitahu alamatnya kepadamu. Kalau kau minta pada Juan, kau bakal di maki-maki olehnya. Dia sekarang lagi tahap benci kepadamu, setelah apa yang kau lakukan ke James.” Alex yang mendengar itu terkeke
Pilar-pilar bebatuan vulkanik yang di buat secara khusus menyambut Alex di arrival pavilion. Alex menaiki undakan tangga resort. Di ujung tangga ia di sambut lounge yang mencerminkan autentik Bali dengan sentuhan kemewahan kontemporer Italia. Alex berjalan ke arah reception. Wanita muda mengenakan baju kebaya kutu baru dengan kain batik bewarna putih bercorak cokelat menyapanya dengan ramah.“Good afternoon, Madam. Welcome to BV Resort.” sapa wanita muda itu dengan ramah setelah Alex mengecek namanya adalah Kadek.“Siang.” Balas Alex dengan ramah dengan bahasa ibunya. Sudah biasa orang Indonesia melihatnya sebagai bule tulen.Kadek semakin tersenyum berseri-seri. “Adha yang bisha saya banthu?” tanya Kadek dengan logat khas Bali-nya.“Saya Alexandra Winston. Suami saya, James Winston menginap disini. Saya baru bisa menyusulnya hari ini, tapi suami saya malah mematikan hpnya. Bena
Lima musim semi mendatang…. James dan Alex sudah duduk di bangku biasa mereka melihat bagian dari Sungai Thames. James merenggangkan kerah dasi nya. Alex yang menggulung lengan mantelnya sedikit, mencomot donat tiramisu dan melahapnya dengan gembira. Entah kenapa James merasa akhir-akhir ini Alex seperti memamah biak. Mereka baru saja pulang dari interview James Corden. “James. Aku masih penasaran dengan kata-kata ajaib saat kau mau berhenti main tenis.” Ujar Alex secara mendadak dan menatapnya dengan satu tangan menggantung donat yang sudah tidak utuh bulat lagi. James menatap ke arahnya juga. “Ah, kau sudah penasaran sekali ya?” godanya dengan jahil. “Ya, sangat! Sudah saatnya kau beritahu aku!” Sahut Alex sambil mendekatkan donatnya ke wajah James. James pun terkekeh, mengingat hari itu serasa seperti baru kemarin. Kedai burger homemade itu sudah mau tutup karena jam makan siang sudah lewat. Akan tutup sementara sampai jam makan malam telah datang. James Winston berumur 19 tahu
“Are you alright?” tanya James sambil menyentuh singkat bahu Alex.Alex berusaha bangkit berdiri dari trotoar sambil terburu-buru dan menghadap ke arah ke James, matanya tak fokus. James mencoba membantunya. karena limbung, tangan Alex tak sengaja mendorong perut James sehingga keduanya terjatuh lagi. James meringis karena menggunakan badannya untuk menjadi perisai agar Alex tidak terjembab langsung ke jalan trotoar yang keras. James membuka mata dan melihat wanita yang ditolongnya. Kepala Alex berada di tepat tengah-tengah kedua kakinya. Bukan itu saja, James bisa merasakan ada sesuatu yang menempel di celananya. Lebih tepatnya lagi, sesuatu yang menempel itu adalah bibir Alex. Tiba-tiba James merasa panas. Padahal ini hanya sentuhan singkat, Demi Tuhan! James mencoba mengontrol pikirannya dengan berkomat-kamit dalam hati teknik-teknis tenis yang dia sudah hafalkan dari kecil. Setelah merasa dirinya cool down, James melihat ke
Embun pagi dan udara semilir menggelitik kota metropolitan di bagian tenggara Inggris. Sinar mentari masih malu-malu untuk mengeluarkan cahayanya, akan tetapi Alex bisa merasakan kehangatannya menerpa wajahnya. Khas London saat musim semi.Notting Hill, tempat bermukimannya sejak enam musim dingin lalu, menampilkan pemandangan yang luar biasa di musim seperti ini. Di sebelah kirinya, pohon-pohon ramping yang tadinya tidak berdaun, bermekaran menjadi bunga-bunga yang indah. Alex menghirup kesejukan udara ke paru-parunya dan samar-samar bau bunga Magnolia tercium saat angin menghembuskan nafasnya.Satu kelopak bunga yang sedang bermekaran itu jatuh tepat di mukanya. Disingkirkan dan diambil kelopak bunga yang sangat didominasi oleh campuran warna pink dan putih lembut. Ia mendekatkan kelopak bunga itu ke hidungnya dan merebaknya bau manis yang sangat memabukan. Baunya seperti permen karet, pikirnya, mengingatkan Big Babol favoritnya saat masa-masa SMA.
“Darling, get up.” Bisikan lembut terdengar di telinga laki-laki itu. “Mhmm…” sang pemilik suara hanya menggumamkan sesuatu. Ia malah menarik selimut lagi hingga seluruh tubuhnya terbungkus rapat. Tak menghiraukan suara wanita yang membangunkannya. Wanita tersebut hanya tertawa kecil melihat kelakuan pria itu. Ia kemudian membuka selimut yang menutup kepala laki-laki itu dan mulai menyerangnya dengan berbagai ciuman lembut di muka laki-laki tersebut. Laki-laki tersebut masih tertidur, tapi wanita itu bisa merasakan bahwa laki-laki itu hanya pura-pura tidur. “Aku tau kau hanya pura-pura tidur. C’mon, get up sleepyhead.” Wanita itu berkata sambil tertawa. James langsung sigap memeluk tubuh wanita itu dari belakang, dan wanita itu memekik kaget. Tubuhnya sekarang bersandar di atas laki-laki bertelenjang dada tersebut.Tubuh mereka hanya dipisahkan oleh selimut tipis. “Morning to you too.” Ujar suara serak James sambil me
Asyik dengan obrolan mereka, Alex kaget dan memberitahu Mira bahwa sudah terlambat untuk emergency meeting. Mereka berdua lalu mengambil dokumen yang diperlukan, dan berjalan ke ruang meeting. Para staff sudah duduk manis sambil berbicara ringan sambil menunggu kedatangan Alex. Alex dan Mira pun masuk ke ruang meeting dengan glass window sebagai partisinya, dan langsung duduk di kursi masing-masing.“Morning, everybody. Seperti yang kalian sudah ketahui, kita akan mengulas interview Madeline Darcy. Walaupun segmen ini bisa dibilang buru-buru tanpa persiapan maksimal, aku harap kalian bisa memahami situasinya.” kata Alex langsung ke poin permasalahan.“Ok, Bob. Bagaimana rough sketch untuk pertanyaan interview Madeline?” lanjut Alex, kepalanya menghadap ke redaktur pelaksana.“Aku dan anak-anak sudah menyusun draft-nya tadi. Karena ini dadakan, jadi kami baru bisa round
James terkapar. Setengah badannya masih terlentang di barbell bench press. Kedua kakinya masih tertekuk, satu tangannya ia dekatkan menutupi matanya, dan tangan lainnya di biarkan menjuntai sampai menyentuh karpet abu-abu tebal. Ia telah menyelesaikan latihan early pre-season.[1] Tubuh James sedikit kaku karena mencicipi latihan yang cukup menguras otot tubuh. Lagu RITMO yang di nyanyikan Black Eyed Peas masih berkumandang dengan semangat. “Kau masih hidup, James?” tanya Jake sambil meletakkan dumbbell barbell seberat 20 kg kembali ke tempatnya semula. “Yeah, yeah. I’m fine. Badanku kaget saja.” James mengibas tangannya dengan asal. “Ya wajar, terakhir kau benar-benar latihan ialah saat Rio Open di bulan Februari. Setelah itu kau cedera kaki dan sementara tidak bisa ikut ATP Tour[2] yang lainnya. Gimana keadaan kaki-mu? “Much better. Setidakn