Krakkk!"Aahhh! Teriak kencang Ayu saat tukang pijat mengurut tulang Ayu yang terkilir. Wajah Ayu basah akibat keringat dan juga air mata, tapi syukurnya kaki Ayu sudah sembuh. Ayu berjalan menghampiri Sisil dan Claudia yang berdiri seraya menutup kedua telinga mereka dengan jari tangan mereka."Woy!" Ayu mengagetkan Sisil dan Claudia dengan menepuk pundak mereka hingga Sisil dan Claudia kaget."Uda selesai, Yu?" Sisil menghembuskan nafas lega dan berbalik menatap Ayu sedang Claudia diam saja."Uda, tunggu bentar si ibunya lagi buat teh untuk kita katanya. Aku gak enak nolaknya soalnya aku juga haus. Ngomong-ngomong kita harus bayar berapa ini?" "Iya deh, kita tunggu di sini aja." Jawab Sisil yang kemudian berbisik pada Ayu, "Kasih 100 ribu aja, Yu." Ayu mengangguk setuju tapi Ayu tidak membawa tas dan dompetnya tadi. Jadi Ayu harus meminjam uang Sisil dan Claudia."Mana uangnya?" Ayu menyodorkan telapak tangannya pada Sisil dan Claudia."Ini pakai aja, gak usah diganti. Aku kaya s
"Maaf, kamu tau resikonya jika kamu menghirup cairan ini, Ayu? Ini dapat meracuni janin kamu. Jika kamu tidak mau bayi kamu bermasalah, maka ikuti perintah saya. Duduk di sana," jawab tegas Sang Profesor kepada Ayu.Dengan sangat terpaksa Ayu menuruti perintah dosennya tersebut dan duduk di kursi yang terletak di sudut ruangan seraya menonton apa yang teman-temannya lakukan.Ini pilihan Ayu untuk mengandung anak Aldo dan juga mengikuti kuliah. Ayu tidak boleh menyesali hal ini karena ini adalah resiko dari keputusan yang Ayu ambil.Dengan wajah kesal Ayu mendengar penjelasan dosennya seraya mencatatnya, "Jika aku selesai melahirkan nanti, aku akan mengikuti semua praktik." Pikir Ayu lagi.4 bulan kemudian.Kondisi fisik Ayu kian berubah. Perut Ayu tampak membesar dan semua orang jadi tahu kalau Ayu sedang hamil. Bukan hanya perut, tapi seluruh tubuh Ayu juga tampak membengkak. Ayu mulai kesulitan berjalan.Saat ini usia kandungan Ayu menginjak 7 bulan dan Ayu sudah harus bolos dari ka
Setelah nama anak Aldo dan Ayu diumumkan, Rianti segera membuka acara penyambutan kepulangan Ayu dan cucunya dibantu oleh Diana.Diana tidak pernah menyangka bahwa secepat ini Ayu sudah memiliki buah hati sama seperti dirinya. Namun yang pasti, Diana sangat senang namun juga khawatir Pasalnya usia Ayu masih tergolong muda.Diana khawatir, Ayu belum sepenuhnya siap hidup sebagai seorang ibu."Bu, bagaimana jika kita carikan Ayu orang yang bisa membantunya di rumah?" Diana memulai obrolan dengan Rianti yang tampak sibuk menata kamar Ayu dan Aldo.Rianti terdiam tertegun beberapa saat lalu kemudian menoleh ke arah Diana yang duduk di bibir ranjang Aldo dan Ayu."Kenapa Nyonya berpikir begitu? Apakah Nyonya ragu dengan saya? Saya rasa, saya bisa membantu Ayu." Rianti tampaknya tidak memahami apa yang Diana pikirkan."Jangan salah paham, Bu. Maksud saya, agar Ibu dan Ayu tidak terlalu lelah, alangkah lebih baik kalau kita mencari orang yang bisa membantu di rumah. Mengurus seorang bayi jau
Diana, Michel, Nathan dan Talia menuju ke rumah Aldo. Namun sebelum itu, mereka akan menunggu Doni di sebuah tempat."Dasar anak itu, membuatku kesal saja. Bukannya berkunjung ke rumah Aldo, dia malah sibuk mengejar sesuatu yang tak pasti," omel Diana menunggu Doni muncul."Apakah menurutmu aku harus menelponnya, Sayang?" Michel yang tidak tahan dengan omelan Diana berinisiatif untuk menghubungi Doni."Tidak perlu." Tolak Diana dengan wajah kesalnya. Untungnya Doni datang tidak dengan tangan kosong, atau Diana pasti akan mengamuk. Tanpa banyak bicara, Diana menyuruh Doni mengikuti mereka dan segera parkir.Dari raut wajah Diana, Doni sudah tau kalau Diana pasti marah padanya dan oleh sebab itu, Doni tidak boleh menyulut kakaknya lagi."Maaf Kak, aku terlambat. Soalnya tadi aku..." Belum lagi Doni selesai menjelaskan posisinya, Diana sudah berjalan meninggalkannya diikuti oleh Nathan dan Talia yang sudah terlihat lebih tinggi dari sebelumnya.Di dalam rumah Aldo."Kak Ayuuuuuu," sapa N
"Dokter Kania, ada tamu untuk dokter." Seorang petugas resepsionis mengabarkan Kania."Siapa, Sus?" Kania meletakkan kembali ponselnya yang tadinya hendak ia gunakan untuk menghubungi Doni."Namanya Pak Gavin, katanya beliau teman dokter."" Gavin? Baik, tolong bawa masuk, Sus." Kania mengingat-ingat nama yang baru saja didengarnya itu. Rasanya Kania tidak mempunyai teman yang bernama Gavin dan itu membuat Kania penasaran.Kania duduk di kursinya seperti biasa sembari menunggu Gavin. Begitu pintu ruangannya kembali terbuka, Kania segera bangkit untuk menyambut seseorang tamu tersebut."Hai, Dok." Sapa pria itu sedang Kania menyerngitkan dahinya bingung pasalnya Kania tidak mengenal pria itu."Ya, dengan siapa ya? Saya rasa, saya belum mengenal anda. Tapi kata perawat tadi, anda mengenal saya?" "Oh ya, saya minta maaf telah membuat Dokter Kania bingung. Sejujurnya, saya mengenal dokter dari salah satu teman saya yang juga bekerja di rumah sakit ini. Langsung saja, saya seorang dosen d
Skip Add....12 Tahun kemudian.Saat ini usia Nathan dan Talia menginjak 17 tahun dan saat ini mereka duduk di bangku kelas 11. Entah moment apa saja yang telah mereka jalani dan lalui tapi sikap kedua anak ini kian berubah menjadi lebih angkuh dan juga dingin hingga hal ini membuat Diana khawatir dan meminta Michel untuk menjemput kedua anak tersebut.Dalam sebulan ini, Diana dan Michel mendapat banyak laporan mengenai Nathan dan Talia. Hal baiknya, kedua anak ini selalu memegang peringkat juara umum tiap semesternya. Hal kurang baiknya adalah sikap kedua anak ini yang selalu bermusuhan dengan teman-teman mereka.Bukan hanya itu, namun Nathan dan Talia juga sering tertangkap sedang bertengkar. Seperti yang diduga, Nathan adalah orang yang selalu mengalah.Semua orang penasaran dengan apa yang terjadi dengan mereka. Mereka adalah anak yang baik, manis dan juga pintar. Namun belakangan ini, sikap mereka berubah drastis.Diana ingin tau apa yang terjadi pada kedua anaknya dan Diana haru
Nathan dan Talia sudah berdiri menunggu kedatangan Diana dan Michel di depan gerbang asrama mereka bersama dengan guru pendamping mereka. Dan ketika mobil Michel tiba, tanpa basa-basi Talia langsung saja membuka pintu kursi penumpang dan masuk.Sedang Nathan, Nathan memilih menunggu orang tuanya keluar dari dalam mobil untuk berpamitan dengan guru mereka. Jujur saja, Nathan tidak ingin dibenci oleh orang tuanya yang Nathan tau bukanlah orang tua kandungnya."Pa, Ma...." Sapa Nathan tersenyum ke arah Diana dan Michel yang kemudian memaksakan senyum mereka."Iya, Sayang. Pamitan sama Bu Linda, lalu masuk ke dalam mobil. Mama mau bicara sama Bu Linda. Oke?" Diana menyuruh Nathan masuk ke dalam mobil untuk menemani Talia."Oke, Ma." Nathan berusaha semaksimal mungkin untuk bersikap baik.Setelah Nathan dan Talia berada di dalam mobil, Diana sedikit mengobrol dengan guru pendamping mereka di asrama. Dari raut wajah Diana, terlihat jelas bahwa Diana merasa khawatir.Di dalam mobil, Talia te
"Talia juga tau soal Nathan. Mungkin dia juga sudah tau kalau dia bukan anak kandung kalian." Talia menatap kosong Nathan dan kemudian berlalu keluar dari kamarnya. Namun, sebelum ada yang mengejarnya, Talia berhenti sejenak dan menoleh, "Jangan ada yang mengikuti aku." Diana semakin menangisi dirinya sendiri sedang Michel menatap sedih punggung Talia yang mulai menjauh lalu netra Michel terperangkap dengan Nathan yang tampak kecewa.Tidak ingin terlihat menyedihkan, Nathan juga akhirnya memutuskan untuk pergi ke kamarnya dan menguncinya."Ini salahku, tapi lebih banyak salahmu, Michel." Rasanya Diana tidak dapat menerima kejadian kacau ini dan memilih untuk menyalahkan Michel.Sama seperti Talia dan Nathan, Diana akhirnya bangkit dan kemudian pergi dengan sengaja menabrak tubuh Michel.Hanya tersisa Michel dengan segala kepusingannya. "Sial!" umpatnya menendang angin.Michel harus mendatangi Diana lebih dulu untuk mencari jalan keluar bersama. Namun Diana terlihat tidak dapat diaja