Raja tersenyum bangga, melihat video yang dibagikan Khadijah tadi saat acara tunangan diadakannya berlangsung, berbagai komentar dan juga pertanyaan, dari temannya di dunia maya juga nyata, membuat senyuman itu semakin lebar. Raja akan mengucapkan banyak terima kasih pada adik tersayangnya itu nanti, karena sudah berinisiatif melakukan siaran langsung, yang bahkan terlintas di pikirannya pun tidak saat itu. Merasa tergelitik untuk ikut mengomentari video itu, Raja menuliskan komentar disertai permintaan do'a dari semua yang mengenalnya di dunia maya. RAJENDRA SUBRATA. Terima kasih semuanya, mohon do'anya semoga semua dilancarkan sesuai rencana sampai hari H.Tak berapa lama, komentar Raja ditimpali oleh balasan dari yang lain. Dan bukannya membalas pertanyaan juga ucapan mereka, Raja malah memilih terbang ke dunia mimpi untuk menjemput perjumpaan dengan kekasih tercinta. Melepas rasa rindu yang semakin kuat membelenggu, padahal baru lepas hitungan jam keduanya bertemu. Cinta mema
Di belahan dunia lain, Hana yang mendapatkan kabar tentang musibah yang menimpa ibunya, menatap sendu pada Kim Young Nam, suaminya. Dia memang belum membicarakan tentang musibah itu, pada kedua lelaki yang sangat berharga dalam hidupnya itu: suami dan anaknya, dia bingung harus dengan cara apa menyampaikan kabar tentang kondisi ibunya pada Young Nam. Young Nam yang merasakan perubahan sang istri, menatap lembut pada wanita beda bangsa yang sudah menemaninya selama 28 tahun itu. "Weoh, Yobo? Kamu ada yang ingin disampaikan?" tanyanya dengan tangan terulur mengusap punggung tangan Hana. Hana tersenyum tipis, Young Nam memang mengenalnya dengan baik, hanya dengan tatapan saja lelaki itu bisa tahu ada yang tengah mengusik ketenangannya. "Emm, itu tentang ... ibu. " Hana sengaja menggantung kalimat, agar suaminya semakin penasaran dan memberikan perhatian penuh padanya. "Ibu? Kenapa dengan ibu?" berhasil. Young Nam menyimpan ponselnya di meja, menatap Hana dengan penasaran. "Ibu seda
Raja keluar dari ruang rapat dengan tak bersemangat, keputusan hasil rapat tadi sangat tidak menguntungkan baginya. Bagaimana tidak? Perusahaan dengan pasti akan mengutus Cahaya, Andri, dan Adrian untuk dikirim ke Korea, bersama dua orang karyawan lainnya menggantikan Alya yang tidak bisa ikut serta. Ingin sekali tadi Raja menolak keputusan Presdir, yang menyebut nama kekasih hati sebagai calon kuat orang yang harus pergi, namun jelas tidak mungkin hal itu dilakukannya. Raja duduk di tempat kerjanya lelah. Lelah hati lebih tepatnya. Apa harus dia melarang Cahaya pergi? Apa tidak akan membuat gadis itu merasa dia mengekang karirnya? Tapi untuk mengizinkan Cahaya pergi pun, Raja takut. Di sana, di negara yang akan Cahaya datangi lagi, ada seseorang yang pernah begitu gadis itu cintai. Seseorang yang bisa Cahaya temui kapan saja, bahkan tidak akan mustahil cinta yang mungkin masih ada di dalam hati Cahaya, akan kembali bersemi bila mereka bersua kembali. 'Tenang, Raja ... Cahaya mili
Cahaya yang sedang menyuapi Rosita sesekali menatap jam yang menempel di dinding, sudah hampir jam satu siang, tapi ponselnya tidak menunjukkan adanya tanda kalau Raja menghubunginya. Dia mencoba bersikap tenang padahal, sudah tidak sabar untuk mendengar suara Raja. Rosita yang seakan mengerti kegelisahan Cahaya, mengusap tangan Cahaya lembut. "Teteh mikirin si Aa, ya?" goda Rosita yang langsung melihat rona menjalari pipi Cahaya, wanita itu terkekeh pelan melihat putrinya terlihat salah tingkah. "Telepon saja kalau memang kangen, kan sekarang jam istirahat.""Ambu, apaan sih?" kilah Cahaya sambil menyuapkan kembali makan siang Rosita yang tinggal beberapa suap, Cahaya senang ibunya lahap makan, dengan begitu harapan pada hari pertunangannya nanti Rosita bisa pulih sangat besar terwujud. "Kalau kangen jangan gengsi, telepon saja. Saat ini mungkin si Aa sibuk, mungkin juga butuh Teteh yang menghubungi. Sudah telepon sana, sebelum waktu istirahatnya habis, biar Ambu makan sendiri."C
Cahaya harus menelan kekecewaan, saat panggilan kedua pun tidak mendapatkan tanggapan dari Raja. Namun dia berusaha mengerti dengan kondisi yang tengah Raja hadapi tanpa dia ketahui, dan mengirimkan pesan adalah hal yang sangat mungkin dilakukan sekarang. CAHAYA. [Sibuk, A? Jangan lupa makan, nanti setelah pulang kerja, langsung hubungi aku, ya?] Cahaya dibuat kaget saat pesan itu selesai dia kirimkan, Raja langsung menghubunginya. Menarik napas cepat dan segera membuangnya lagi, Cahaya bukan gadis segera menerima panggilan dari Raja. "Assalamu'alaikum, A.""Wa'alaikumussalam, Sayang. Maaf tadi sedang sholat. Maaf juga belum menghubungi, sedang sibuk. Tadi saja Aa makannya telat," terang Raja menjelaskan kondisinya, dan Cahaya mengangguk tanpa sadar. "Iya, A, aku ngerti kok.""Iya, terima kasih sudah perhatian dan mengerti, Sayang. Bagaimana keadaan Ambu?""Ambu semakin membaik, A. Hanya saja kemarin malam mungkin karena terlalu banyak bergerak, jahitan lukanya berdarah lagi. Per
"Raja jadi datang nanti malam?" dan tawa Cahaya seketika terhenti, begitu Hadi menanyakan seseorang yang saat ini tengah menguasai hati dan pikirannya. Giliran Hadi yang tersenyum penuh kemenangan melihat rona merah di pipi Cahaya, apalagi saat Cahaya menjadi salah tingkah, dan duduk di kursi berhadapan dengannya. "Jadi, tapi rencananya jadi berubah, Pak. A Raja tidak jadi menginap.""Iyalah, kenapa juga harus nyewa kamar? Sama Binar lagi saja, nanti Bapak izin sama pak RT kalau akan ada tamu yang menginap." Hadi yang belum mendengar semua penjelasan Cahaya, menyampaikan argumennya. "Bukan seperti itu, Pak.""Lalu?" perhatian Hadi langsung penuh pada Cahaya, saat ternyata pemikirannya salah. "Kata ambu, lebih baik tidak menginap lagi Aya, jadi nanti malam a Raja hanya menjemput," jelas Cahaya, dan Hadi mengangguk paham. "Iya, Ya. Kasihan Raja sudah dua hari ini berturut-turut bolak-balik kemari, terus langsung kerja, capek dia.""Iya, Pak. Ambu juga tadi mengatakan begitu.""Atau
Kepergian Raja menuju kampung halaman Cahaya kali ini sedikit membuatnya gundah, kabar yang dibawa serta tidak dipungkiri membuatnya merasa takut, entah apa yang akan Cahaya rasakan, saat tahu kalau dia akan kembali dikirim lagi ke Korea? Apa akan senang? Atau menolak dengan tegas.Kendati begitu, Raja tidak akan melarang Cahaya untuk pergi. Saat ini status gadis itu hanyalah calon istrinya, dia belum berhak sepenuhnya atas diri Cahaya. Dia akan memberikan kesempatan pada Cahaya untuk terus berkarir, walaupun resiko bertemunya kembali Cahaya dan Kim sangat besar, Raja bertekad untuk memberikan kepercayaan pada Cahaya. Sepulang kerja tadi Raja langsung mandi, berpamitan pada Mukta dan Deni kalau dia akan menjemput Cahaya. Bahkan Mukta meminta Raja untuk membawa Cahaya ke rumah Khadijah dulu, sebelum mengantarkan gadis itu ke tempat kostnya. Satu setengah jam kemudian, mobil Raja mulai memasuki desa Cahaya. Saat sang surya sudah sempurna menyembunyikan dirinya tepat di ufuk barat, mem
"Ayo, sholat dulu. Nanti kita barengan ke rumahnya," ajak Hadi pada dua orang lelaki kini saling pandang dengan tatapan berbeda arti. Yusuf yang merasakan gelisah juga ketakutan, sedang Raja tatapan hangat persahabatan. Entah kalau Raja tahu, siapa lelaki yang kini menatapnya penuh selidik, dia juga pasti merasa tidak nyaman. Lima belas menit kemudian, ke-empatnya keluar dari dalam masjid, Yusuf yang semakin penasaran dengan Raja ingin sekali bertanya, namun karena sungkan pada Hadi, dia menahan rasa ingin tahunya sampai nanti Hadi mengenalkan Raja padanya. "Oh, iya. Bapak lupa." Hadi menghentikan langkah setelah ingat belum mengenalkan Raja pada Yusuf. "A Yusuf, kenalkan ... ini, A Raja. Calon suami Cahaya." Hadi mengatakan dengan gamblang siapa Raja sebenarnya. Bukan tanpa alasan, hanya Hadi sedang ingin menghentikan impian Yusuf untuk mendapatkan anaknya lagi, dia harus tega mengatakan pada lelaki anak mantan majikannya kebenaran yang ada. Yusuf merasakan hatinya bagai diremas