Pras makan dengan tenang, tapi sekali suap bisa dua kepalan tangan masuk sekaligus ke dalam mulutnya. Tak perlu hitungan jam, dalam sepuluh menit, Lelaki itu sudah menghabiskan empat telor balado, lima perkedel kentang, lima potong ayam kremes dan satu bakul nasi, belum ditambah dua roti isi milik Desi yang belum sempat dimakannya.Mami cuma nyengir saja, melihat Desi menatap Pras dengan heran."Kau makan banyak sekali, jatahku pun kau makan!" tutur Desi sambil geleng-geleng kepala."Ya begitulah," jawab Mami."Mih, apa benar Pras sama sekali tak mengenalku?" Desi masih terus memandang mantan suaminya itu."Coba saja tanya padanya."Desi menyentuh pundak Pras pelan."Masih ingat denganku?" tanya Desi perlahan.Pras terdiam dan menatap Mami, "anaknya Nyonya kan?""Nyonya? Mih, dia panggil mami dengan sebutan Nyonya!" Desi kaget dan menutup mulutnya."Mih, ini benar-benar mencuci otak Pras seratus persen!" "Bila tak ada tindakan ini , ia akan kumat dan mengamuk, bahkan sering ia menya
Malam ini Ayu sedang duduk di beranda teras menatap malam yang penuh bintang, walaupun badannya penat seharian bertamasya tapi dirinya tak bisa memejamkan matanya. Pikirannya melambung entah kemana."Sayang, kenapa?" tanya Singgih seraya memeluk istrinya dari belakang. Tercium bau segar sabun mandi dari tubuh suaminya. Ayu tersenyum dan mengelus bagian belakang suaminya yang sudah mencium tengkuk leher wanita ayu itu."Apa yang kau pikirkan?" Pertanyaan ulang Singgih lontarkan lagi.Ayu menggelengkan kepalanya, "tidak ada apa-apa, aku cukup bahagia, aku sedang menikmati tenang dan nyamannya malam ini. Udara malam ini dingin tapi menyejukkan," jawab Ayu. Singgih pun duduk menjejeri istrinya."Kau betah bukan? Tinggal di kawasan ini?"Ayu mengangguk pelan dan menyandarkan kepalanya di lengan suaminya."Ini impianku selama ini, ingin punya rumah di kawasan elite ini, dengan keluarga yang aku sayangi."Ayu masih terus tersenyum saat Singgih terus bercerita tentang rencana-rencana masa dep
Bab 72. Budiman menyalakan sebatang rokoknya di depan sebuah kios kecil di pinggir trotoar. Matanya terus saja mengawasi sebuah mobil mewah yang sudah melintas semenit yang lalu. Mengingat nomor plat tersebut dan langsung pergi dengan sepeda motornya.Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Kini saatnya ia harus laporan pada majikannya. Motor melaju ke arah jalan Halmahera, jalanan cukup ramai, tapi rumah megah di pinggir jalan raya itu mudah dicapainya dalam waktu dalam setengah jam saja."Bos, ada berita bagus nih, dan apa rencana sudah fiksi?" tanya Budiman di sebuah ponselnya.Tak lama dirinya turun dari sepeda motor dan membuka pagar yang masih terkunci dari dalam, dengan lihainya jarinya sudah bisa mencongkel grendel dari pagar besi itu. Memasukkan motornya dan menutup pintu pagar kembali.Lelaki itu sesaat mematikan rokok yang sudah tinggal beberapa centi saja, membuang sembarang pada taman yang sedikit tak terawat."Selamat pagi bos!" Suaranya lantang menyapa penghuni r
Kasus ini semakin melebar, Singgih menjadi penasaran apa sebenarnya dibalik semua ini. Dengan cepat dirinya menelusuri keluarga Desi yang selama ini ia kenal sebatas kenal saja. Dari nama Ayahnya, ibunya hingga bisnis yang katanya berbasis utama ada di Swiss. Sempat kesulitan juga Singgih menemukan keterangan tentang mereka. "Rita, panggilkan Tommy ke sini, aku ada perlu dengannya." Singgih menyuruh Rita asistennya memanggil anak buahnya yang jago dalam mencari hal seperti ini.Tak lama terdengar pintu diketuk dari luar."Masuk!" Seru Singgih. Mereka pun kini terlibat dalam sebuah pembicaraan serius.***Tampak Santi terlihat melamun di atas balkon, dan didekati Ayu. Wanita itu menyentuh pundak Santi."Kenapa, San? Apa yang kau pikirkan?"Sedikit terkejut dan Santi berdiri dan langsung memeluk Ayu."Ada apa? " Ayu balas memeluk adik angkatnya ini."Aku tak tahu harus bagaimana kak, mau cerita tapi aku takut."Ayu tertegun dan langsung menyuruhnya duduk."Ada apa sebenarnya , Santi? A
"Aku menceraikan kamu, Ayu Indira!" Suara Bram begitu tegas di depan Ayu, yang sudah menangis, menatap kecewa pada suaminya, yang dengan matanya jelas-jelas, menggandeng wanita itu dengan erat. Sedang dirinya yang sebagai istri sah nya hanya bisa berdiri mematung tak bisa berkata-kata lagi."Dengar itu, Ayu, suamimu sudah menceraikanmu, jadi pergilah kau dari rumah ini, paham!' seru wanita dalam genggaman mantan suaminya.Ayu melihat wanita itu dalam amarah, wanita yang seharusnya berada di dapur, yang tugasnya membereskan dan membersihkan rumah, malah kini dibela suaminya, karena perselingkuhan mereka."Aku lebih baik bercerai dengan suamiku, dari pada aku bersaing dengan wanita seperti kamu, Bik Harni," ucapan Ayu membuat wanita itu merengek manja pada Bram. Ayu semakin jijik melihat tingkah suaminya menenangkan wanita di sampingnya. "ealah ... seperti itu toh, seleramu Mas, ah aku pikir jas dan mobil mewahmu, cerminan selera dan derajatmu, atau ... bik Harni, asisten rumah tangga
Sesampainya di tempat acara. Di sebuah hotel bintang tujuh. Ayu merasa kikuk melihat para big bos ada di sana. Wanita cantik dan berwajah elegan ini, terus saja mengekori Desi, sahabatnya. Lagian dirinya tak kenal sama sekali. Banyak mata yang memandang janda baru itu. Justru Ayu semakin jengah saja. Begitu juga, Pras, suami Desi. Baru saja dikenalkan secara dekat. Tapi mata Pras terus saja menatap Ayu tanpa berkedip."Aku nggak enak, Des. Apa suami kamu marah padaku? karena bawa aku yang udik ini?" bisik Ayu lirih di telinga Desi.Mendengar hal tersebut, Desi hanya tersenyum saja. Niatnya ingin mengenalkan Ayu pada salah satu kolega suaminya. Akan tetapi diurungkannya. Pasalnya, Suaminya pun ada hasrat pada Ayu."Sudah tenang saja, tetaplah di dekatku."Waktu pun berlalu, Ayu sudah semakin akrab dengan Pras dan beberapa teman rekan kerjanya. Saatnya pulang, ternyata Linda dan pasangannya sudah pulang duluan dengan rombongannya, Kini, Ayu pulang di antar Pras dan Desi.Ayu duduk di be
Ayu duduk dalam gelisah. apakah dirinya harus bahagia atau bersedih.Kini, dirinya duduk di sebuah ruang tamu yang sangat megah. Rumah Desi bak istana sultan.Tak lama, seorang lelaki muda berparas tampan,dengan tubuh atletia.. Keluar dan berjalan beriringan dengan Desi. Wajah Desi yang tersenyum dari tadi membuat Ayu membalasnya dengan senyuman pula."Tuh , ada Ayu, Mas ....." "Oh, ya. wah, sudah lama Yu?" tanya Pras, tanpa canggung sama sekali."Baik," jawab Ayu kemudian, berdiri, dan menyambut uluran tangannya. Jabatan tangannya cukup kuat menganggap tangan Ayu.Prastyo, memandang Ayu dan tersenyum ramah."Sepertinya, kita harus main ke rumah ibunya Ayu, sayang." cakap Pras tiba-tiba."Oh, tentu saja. nanti aku atur waktunya, ya, begitu Ayu. nanti bilang pada Ibu. aku dan suami mau sowan ke rumah ibumu."Ayu hanya mengangguk dan menundukkan kepalanya. Sebuah polemik bagi Ayu, tapi. tak mungkin bisa mundur.***"Apa kau sudah gila, Yu?!" Ibu bertanya dengan nada tinggi."Maafkan Ay
Sudah hampir empat bulan berlalu, kini masa iddah Ayu telah usai. Apa yang dijanjikan Pras dan Desi betul-betul dilaksanakan.Saat ini, Ayu duduk dalam balutan kebaya berwarna putih tulang, dan kembaran dengan Desi. Di meja kecil, Pras, mengucapkan ijab kabul atas nama Ayu Indira"Sah ....""Sah!!" Para tamu, serentak bertepuk tangan.Ya Allah, Ayu sudah sah menjadi istri ke dua dari Prasetyo, batin Ayu pelan. Desi menggandeng tangan Ayu untuk mendekati suaminya, lalu menarik tangannya untuk bersalaman dengan Ayu.Ada sebuah cincin permata berlian yang tersemat di jari Ayu. Itu adalah pertama kalinya Ayu bisa memakai cincin begitu mahalnya. Dulu, Bram mantan suaminya, hanya memberikan sebuah cincin biasa seberat lima gram. Ibu, tampak tersenyum terus, bahagia ya, Bu. mendapat mantu yang kaya raya, Tapi anaknya hanyalah menjadi istri yang kedua. batin Ayu. Seutas senyuman terpaksa Ayu berikan untuk menutupi rasa yang tak bisa dijabarkan dengan kata-kata.Malam ini, bukan saja malam ba