Jam dinding sudah menunjukkan pukul 20.47 WIB. Perasaan Wenda tiba-tiba menjadi gelisah dan jantungnya berdegub lumayan kencang. Sesaat ketika tiga menit yang lalu ada sebuah pesan masuk. Pesan dari pria yang bernama David. Ia mengirim pesan bahwa ia sudah tiba di rumah sakit dan sedang menunggunya di basement. Pria itu sudah menggelitik hatinya karena hatinya sudah terlalu lama kosong.Kebohongan yang dilakukan David kembali terngiang di pikirannya. Mungkinkah ia dengan sengaja ingin mendekati Wenda karena merasa tertarik dengannya? Makanya alasan itu dibuat dengan sengaja. Agar mereka bisa menjadi dekat. Karena memang tidak ada alasan yang tepat, yang bisa membuat mereka tiba-tiba menjadi akrab. Atau mungkinkah David punya maksud terselubung? Ia sadar dirinya siapa, latar belakangnya apa, meskipun profesinya sekarang merupakan profesi yang membanggakan dan terhormat. Namun tetap saja tak mampu menutupi jati diri yang sesungguhnya bahwa ia adalah anak dari seorang supir. Lihat, bagaim
David terkejut mendengar kalimat yang ia ucapkan sendiri. Kebingungan yang dialaminya telah membuat lidahnya kelu lalu menjadi gugup dibuatnya. Sehingga kalimat itulah yang justru keluar dari mulutnya dengan sangat lancar. Payah! Kalimat ini akan membuat Wenda menjadi salah paham.David melihat Wenda sudah membelalakkan matanya sangat lebar. Itu menjadi bukti bahwa ia sedang terkejut tak terperi. David segera mempekerjakan otaknya lebih keras lagi untuk merangkai kata dengan baik dan benar. Ia harus meluruskan kesalahpahaman ini segera."Wenda, sorry. Maksud aku bukan begitu." Wenda melepaskan tangannya yang tergenggam di kedua tangan David secara perlahan. Mimik wajah itu seketika berubah menjadi tanya, alisnya berkerut dan matanya menatap tajam."Lalu maksud Mas apa?" tanya Wenda yang masih dengan alis berkerut.David masih terlalu gugup untuk memulainya harus dari mana. Ia menutup wajahnya sebagian dengan telapak tangan kanannya dan menghela napas perlahan. Ia berusaha menenangkan d
Wenda melajukan kendaraannya dengan cepat. Suasana larut yang hampir menjemput membuat jalanan terlihat lebih lengang. Hal ini membuat Wenda semakin terpicu untuk menginjal pedal gas lebih dalam. Ia berharap perasaan amarahnya dapat terlampiaskan. Tak ingin rasanya membawa rasa ini masuk ke dalam gubuknya.Pada akhirnya, emosi tak mampu Wenda redakan sesampainya di rumah. Ia lumayan kasar menutup segala bentuk pintu, mulai dari pintu gerbang, pintu mobil, pintu rumah dan pintu kamar mandi. Pak Agus dan Bu Tiwi yang saat itu masih belum terlelap hanya bisa terheran-heran melihat tingkah laku putri sulungnya."Wenda kenapa ya, Yah?" tanya Bu Tiwi khawatit karena Wenda hanya menyapa mereka yang sedang menonton acara televisi dengan singkat dan dingin. Bu Tiwi melihat sosok Wenda menghilang masuk ke dalam ruang dapur."Ayah nggak tau, Bu. Mungkin sedang ada masalah di rumah sakit. Besok Ayah tanyakan sama Wenda." jawab Pak Agus mencoba menenangkan istrinya."Wenda nggak bilang apa-apa wakt
"Terima kasih sudah mau meluangkan waktu, Pak." ucap David sambil menjabat tangan seorang pria paruh baya bersetelan jas seperti dirinya."Justru saya yang terima kasih kepada Mas David karena masih mempercayai tim kami untuk berkonsultasi mengenai kasus seperti ini." balas pria itu tersenyum sambil memandang bergantian kepada dua orang di sebelahnya. Logat bataknya kentara sekali ketika beliau sedang berbicara. "Jika Mas David menginginkan kasus ini dilanjutkan, bisa langsung hubungi kami." lanjut pria yang bernama Pak Tigor. Ia berprofesi sebagai pengacara handal dan profesional. Tigor dan anak buahnya memang sudah dipercaya oleh Pak Johan sejak lama untuk menjadi penasihat hukum di perusahan. Itulah mengapa, David tidak perlu ambil pusing lagi mencari pengacara terbaik untuk menangani kasus yang saat ini ingin ia selidiki."Satu hal lagi, Pak. Saya mohon hal sepele seperti ini jangan sampai terdengar oleh Ayah saya. Saya hanya tidak mau membebani pikiran Beliau." pinta David sambil
"Gilang, segera lalukan apa yang aku bilang kemarin!" ucap David setelah Gilang mengangkat ponselnya yang berdering dari saku celanyanya. Gilang pun menjawab 'Oke' dan segera menutup panggilan itu. Ia langsung mengerti apa yang sedang diperintahkan kepadanya. Sejujurnya, Gilang setengah hati ingin melakukan perintah itu. Tetapi David mengancam akan memecat dan tidak akan pernah menganggap dia seorang teman lagi. Gilang sudah terlanjur nyaman dengan materi yang berkelimpahan selama ia bekerja bersama David. Ia pun menurut saja apa yang bosnya perintahkan agar semua berjalan dengan baik dan lancar.David saat itu menyuruh Gilang untuk mencari cara. Bagaimana agar Pak Agus mau menceritakan tentang kasus penipuan itu. Rencana ini harus dilakukan sealami mungkin supaya Pak Agus tidak curiga dalam hal apapun. Gilang akhirnya memutuskan untuk mencari info tentang investasi dimaksud. Dan berpura-pura menceritakan kepada Pak Agus. Alhasil Pak Agus masuk ke dalam perangkapnya. Awalny
Wenda menutup pintu kamar perlahan agar ibunya tidak merasa terganggu. Ia menemani Bu Tiwi yang sudah tenang hingga tertidur. Tak lupa ia mengecek tekanan darah tinggi ibunya. Wenda pun mampu bernapas lega karena semua normal dan baik-baik saja."Wen, gimana keadaan ibumu?" tanya Pak Agus yang sudah berdiri di ruang keluarga begitu mendengar Wenda keluar dari kamar utama."Sudah tenang, Yah. Sekarang baru istirahat." jawab Wenda berjalan mendekati ayahnya. "Dimas di mana?""Dimas sudah ke kamarnya." jawab Pak Agus. Wenda membimbing ayahnya untuk duduk ke sofa yang ada di depan televisi. Ada hal yang harus mereka bicarakan berdua saja, mumpung tidak ada adik-adiknya. Monic belum pulang karena masih ada bimbingan belajar, sedangkan Santi sudah pasti dia sedang pergi bermain bersama temannya di komplek ini.Wenda ingin tahu siapa dan berasal dari mana pengacara yang disebutkan ayahnya tadi. Ia curiga ini adalah ulah Si Tuan Muda. Ia teringat ancaman David yang ditu
"Baik, Bapak dan Ibu sekalian. Jika sudah tidak ada yang ingin disampaikan, rapat pagi ini saya akhiri." kata Patrick sambil berdiri di sebuah mimbar kecil samping layar proyektor, "Terima kasih Bapak dan Ibu sekalian untuk rapat hari ini yang sungguh luar biasa."Satu per satu para anggota rapat pergi meninggalkan ruangan itu. Patrick membereskan berkas-berkas dan mematikan proyektor. Ia melihat David tak kunjung meninggalkan ruangan itu. Bosnya itu tengah sibuk memainkan ponselnya dengan jarinya. "Halo. Maksud kamu apa, Lang?" tanya David lantang hingga membuat Patrick sedikit terkejut. Hampir saja berkas itu berantakan lagi jika ia tidak sigap memegangnya dengan erat."Patrick, ada jadwal meeting lagi nggak setelah ini?" tanya David tanpa menutup panggilan teleponnya."Nggak ada, Pak. Tapi hari ini Bapak ada jadwal bertemu dengan klien." jawab Patrick."Tolong tunda dan atur jadwalnya lagi! Hari ini saya mau ke rumah sakit." perintah David."Siapa ya
Pria paruh baya bernama Agus Gunawan itu merasa seperti tersambar petir di pagi hari yang cerah. Seorang anak majikannya berkata ingin menikahi salah satu putri kesayangannya. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Haruskah Pak Agus merasa senang mendengar kabar ini? Ya, betul. Ada setitik rasa kebahagian dalam benak Pak Agus. Pada akhirnya datang juga seorang pria yang meminta restu kepada dirinya untuk menikahi putri sulungnya yang sudah lama menyendiri. Tetapi yang menjadi pertanyaan Pak Agus adalah mengapa harus pria seperti ini? Bukan, bukan. Pak Agus sama sekali tidak meragukan ketulusan dan kejujuran pria itu.Pak Agus percaya, pria ini tulus mencintai putrinya. Jika tak mencintai, bagaimana mungkin ia mau membantu Pak Agus menangani masalahnya secara cuma-cuma. Pak Agus sebenarnya tahu bahwa tidak mudah dan tidak murah memakai jasa pengacara yang di rekomendasikan kepada dirinya. Bahkan sekarang, David ingin memindahkan perawatan Bu Tiwi ke rumah sakit yang lebih besar